Mohon tunggu...
Affa 88
Affa 88 Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer, Social Activist, Nahdliyin

Ojo Dumeh, Ojo Gumunan, Ojo Kagetan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sedih, Ketika Sesama Muslim Saling Beradu

10 Maret 2012   06:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:16 1418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.suara-islam.com

[caption id="attachment_165528" align="alignleft" width="300" caption="http://antara.news"][/caption]

Awal Februari lalu, sebagai tindak lanjut dari penolakan warga Palangkaraya atas kedatangan Front Pembela Islam (FPI) di Ibukota Kalimantan Tengah itu, aksi demo menentang keberadaan FPI digelar di Bundaran HI. Hanya segelintir orang, tidak lebih dari 100 orang mengikuti aksi damai itu. Diikuti oleh beberapa orang yang terkenal diantaranya yang menjadi dedengkot Jaringan Islam Liberal (JIL) seperti Ulil Abshar Abdalla, Allisa Wahid (putri Gus Dur), Anis Hidayah (Migrant Care), dan Guntur Romli (JIL/Salihara). Ada juga sutradara terkenal Hanung Bramantyo. Bahkan beberapa orang menganggap aksi itu diikuti oleh waria, cewek perokok, cowok gimbal dan penuh tatto tidak jelas.

JIL memang sangat getol dengan keberadaan FPI. Aksi anarkis yang sering dilakukan ormas pimpinan Al Habib Rizieq Shihab itu membuat sekelompok ormas lain termasuk JIL antipati terhadapnya. Jaringan Islam Liberal memang sempat mejadi heboh karena pemikiran-pemikiran mereka yang seolah melindungi minoritas (meskipun itu salah/maksiat) dan beberapa pihak mengklaim bahwa JIL adalah salah satu sarana mempererat kerukunan dan perdamaian antar warga negara. Dan bahkan umat muslim di Indonesia. Oleh sebab itu, dalam gerakannya, JIL selalu menolak adanya anarkisme, terorisme dan radikalisme.

[caption id="" align="alignright" width="384" caption="http://www.suara-islam.com"]

http://www.suara-islam.com
http://www.suara-islam.com
[/caption]

Namun, JIL yang dihuni oleh orang-orang intelektual sempat juga membuat pernyataan yang seolah-olah justru menjatuhkan Islam, meremehkan perintah dan ajaran Allah dan Rasulullah SAW dan yang lebih ekstrim menghina para ulama. Pemikiran JIL inilah yang sempat membuat kontroversi dan beberapa kalangan menganggap JIL adalah kepanjangan tangan dari antek Yahudi dan Amerika yang ingin menghancurkan Islam dari dalam.

Aksi JIL menentang FPI dalam demonstrasinya juga didukung oleh kaum non muslim. Hal inilah yang membuat sutradara Hanung Bramantyo dalam orasinya waktu itu, berani menantang siapa yang lebih mayoritas, pendukung JIL atau penolak JIL?. Dengan keyakinan itu pula Presiden SBY dalam pidatonya menyinggung FPI yang telah ditolak oleh warga Palangkaraya : “FPI Berkacalah…”

Beberapa aliansi penolak FPI juga menyerukan lewat media maya, melalui jaringan sosial. Namun apakah mereka ini termasuk JIL apa bukan yang jelas dalam setiap tweet maupun status Facebook, mencantumkan hastag #IndonesiaTanpaFPI. Ramai-ramai aksi pada dunia nyata dan dunia maya inilah, akhirnya membuat FPI dan muslim yang tidak tergabung dalam FPI namun menolak pembubaran FPI, melawan.

Diawali dari sebuah perlawanan pada jejaring sosial juga, Twitter dan Facebook, gerakan pembalasan dari pendukung FPI mengkampanyekan hastag #IndonesiaTanpaJIL. Hal ini disambut positif oleh beberapa pihak penolak aksi pembubaran FPI dan penolak pemikiran JIL. Diantaranya selebritis Fauzi Baadila.

[caption id="" align="alignleft" width="353" caption="http://arrahmah.com/"][/caption]

Dalam aksinya, bintang film itu menyerukan dalam video-video yang diunggah pada Youtube, tentang penolakannya terhadap JIL (meskipun tidak secara langsung mengungkapkan dukungannya terhadap FPI). Aksi fenomenal Fauzi Baadila secara tidak langsung sejalan dengan pemikiran beberapa tokoh yang menolak pembubaran FPI diantaranya, KH Hasyim Muzadi, Mantan Wapres Jusuf Kalla, dan ormas-ormas Islam besar lainnya.

Perang opini dan pendapat bergelora di jagad dunia maya. Melalui beberapa tweet dan status serta pembuatan-pembuatan fanpage, adu argumen antara dua pemikiran ini berlangsung hingga saat ini. Pendukung JIL dan anti FPI beberapa kali menyerukan indahnya Indonesia apabila hidup rukun dan dakwah tanpa kekerasan atas nama agama. JIL dan anti FPI menyerukan untuk mencintai sesama manusia dan hidup rukun meskipun berbeda keyakinan dan menolak pemikiran Indonesia menjadi negara Islam (berdasarkan prinsip syariah) karena Indonesia negara yang majemuk.

Sedangkan, penolak JIL dan pendukung FPI menyerukan anti kemaksiatan di akhir zaman yang semakin merajalela. Serta menolak bahwa pemikiran JIL adalah pemikiran-pemikiran sampah yang ingin merusak akhidah Islam dari dalam. Mereka tidak segan-segan mengatakan bahwa JIL adalah Jaringan Iblis Laknatullah (Wong pinter keblinger).

[caption id="" align="alignright" width="353" caption="http://arrahmah.com"][/caption]

Gerakan anti JIL sebagai respon gerakan anti FPI, semakin membesar tatkala Jum’at  (9 Maret 2012), apel siaga dan aksi demo “Indonesia Damai Tanpa JIL” dihadiri ribuan orang yang berkumpul dan long march dari Bundaran HI menuju Istana Negara. Beberapa ulama hadir diantaranya, Ketua Umum FPI, Al Habib Rizieq Shihab, Ketua Umum Forum Umat Islam dan selebritis Fauzi Baadilla.

Sejumlah orator dalam Apel Siaga itu menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan salah satu bentuk sikap umat Islam yang sebenarnya terhadap posisi JIL dan gerakan penistaan agama lainnya. Tidak seperti yang digembar-gemborkan media selama ini bahwa masyarakat Indonesia mendukung keberadaan JIL.  “Kamilah(Umat Islam yang menolak JIL) yang mayoritas” dan “Kalian (JIL) adalah minoritas”, serunya.

Demikian pula di dunia maya,  muncul gerakan serupa. Salah satu fanpage bahkan membuat polling dengan pertanyaan:Pilih mana, “Indonesia Tanpa Jaringan Islam Liberal (JIL)” atau “Indonesia Tanpa Front Pembela Islam (FPI)”? Hingga kini diturunkan, sebanyak 3700 Facebookers memilih “Indonesia tanpa JIL” dan hanya 300 Facebookers yang memilih “Indonesia tanpa FPI”. Dengan kata lain sebanyak hampir 99 % Facebookers tidak menginginkan keberadaan JIL, dan hanya 0.075 % Facebookers yang tidak menginginkan keberadaan FPI.

Dengan adanya gerakan ini, sangat diharapkan bahwa tidak ada lagi gerakan pembalasan dari pendukung JIL dan antek-anteknya. Semuanya paham, bahwa inilah sebuah sikap yang sangat disayangkan. Ketika sesama muslim saling beradu. Tidak ada kesolidan persatuan dalam Islam Indonesia itu sendiri. Sama-sama saling ngotot dan fanatik dengan pemikirannya masing-masing. Mari kita akhiri semua ini.

Meskipun, penulis adalah bukan seorang yang intelek dan miskin ilmu, namun aksi dan pemikiran JIL memang tidak patut dieksplorasi besar-besaran. Kalaupun mendukung demokrasi, harusnya tidak semena-mena membubarkan ormas (FPI). Karena ormas adalah wujud demokrasi sendiri. Dan bagi FPI, maksud dari ucapan Presiden SBY juga sebaiknya direnungkan. Bukan mengeneralisir, namun  penulis setuju apa yang diucapkan KH Hasyim Muzadi. Kalau ada ormas anarkis, tindak pelakunya jangan bubarkan organisasinya.

Mari cintai Indonesia, tanah air beta.

Affa - Jakarta, 10 Maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun