Dua pekan lalu, sebuah tulisan sepanduk dari tifoso Inter Milan mengejutkan sejumlah pihak. “Grazie Moratti, Ora Vattene..!! (Terimakasih Moratti, dan Sekarang Pergilah..!!). Sebuah spanduk yang menjadi rentetan kekecewaan Interisti kepada klub kesayangannya. Kalah dari klub dasar klasemen, Novara di kandang sendiri adalah terlalu menyakitkan bagi tim yang meraih lima gelar dalam semusim pada 2010 termasuk gelar bergensi Juara Dunia antarklub. Sebelum itu, seorang suporter bersitegang dengan kapten legenda Inter, Javier Zanetti yang selama ini dikenal ramah dan penyabar hanya karena suporter itu menghina salah satu pemain Inter yang lain. Hal ini terjadi setelah bermain imbang dengan Palermo di Meazza yang pada masa kejayaan Jose Mourinho, tidak pernah tersentuh kekalahan. Pekan lalu, kembali, aksi luar biasa ditunjukkan seorang anak SD di Milan yang menjadi Interisti sejak kecil, menulis dan membawa spanduk bertuliskan "Bisakah kalian menang? Jika tidak, mereka akan mengejek saya di sekolah! Terima kasih. Filippo." Sesaat setelah Inter kembali dipermalukan Bologna tiga gol tanpa balas di Meazza. Pukulan telak bagi semua elemen di Inter, setelah 7 kali menerima hasil buruk.
Kekalahan menyakitkan melawan Marseille di Velodrom, dini hari tadi membuat semuanya menjadi jelas. Kontroversi buruknya manajemen Inter benar-benar semakin nyata terlihat. Semua menyalahkan allenatore, Claudio Ranieri yang sebenarnya mengerti betul apa yang dirasakan para pemain. Goal.com beberapa waktu lalu mengulas, keterpurukan Inter musim ini seperti klimaks dari buruknya manajemen Inter pasca meraih treble winner 2010. Sepeninggal The Special One, hampir semua pelatih merasa didzolimi manajemen. Mulai dari Rafael Benitez yang tidak dituruti permintaan pembelian pemain, Leonardo yang seperti tidak diniatkan untuk berlama-lama di Inter, dan terakhir Gian Piero Gasperini yang satu minggu lalu mengumbar uneg-uneg buruknya manajemen Inter dengan tidak menuruti apa yang ingin ia bangun di Inter.
Kini, Claudio Ranieri seperti jadi korban berikutnya. Memilih mempertahankan Thiago Motta yang memberikan andil besar kebangkitan Inter di awal musim, justru dijual oleh manajemen ke Paris Saint Germain dan mendapat pengganti yang sama sekali tidak sepadan. Hancurnya mercato Inter pasca 2010, inilah yang selalu disesalkan para pelatih suksesor Mourinho yang pada masa Mou, hampir keinginan Pelatih Real Madrid kini itu dituruti manajemen, termasuk pembelian gagal, Ricardo Quaresma (26 Juta Pounds).
Apakah semua pantas menyalahkan pelatih? Atau bahkan Direktur Teknik, Marco Branca yang belakangan disorot habis-habissan?
Saya yang mengikuti Inter sejak 1990an, menilai andil besar kegagalan dan keterpurukan ini ada pada sang Presiden Massimo Moratti. Sejak menjadi orang nomor satu di Inter tahun …. Hanya meraih satu gelar UEFA CUP tahun 1998, meskipun deretan pemain papan atas dunia macam Ronaldo, Vieri, Roberto Baggio, Hakan Sukur, Angelo Peruzzi, Francesco Toldo, Fabio Cannavaro, Juan Sebastian Veron, Sergio Conceicao dan lain sebagainya didatangkan dengan dana luar biasa. Moratti memang ingin menjadikan Inter sebuah dream team karena didukung oleh kekayaan yang berlebih. Hingga akhirnya kekalahan dari Empoli 0-1 pada musim 2003/2004 di Meazza, ia mengundurkan diri dari Presiden Inter setelah demo besar digaungkan Interisti di Milan. Pahlawan Inter, Giacinto Fachetti mengantikan posisinya dan berusaha memperbaiki system di Inter. Hal itu mulai terlihat pada Era Roberto Mancini (meskipun secara resmi kedatangan Roberto adalah andil mantan Presiden Moratti).
Melihat kehancurkan para pesaing Inter dan mulai terarahnya manajemen Inter di bawah mendiang, Moratti benar-benar memanfaatkan ini. Empat kali scudetto berturut-turut dan puncaknya treble winners tahun 2010. Semua menyanjung Moratti atas dikontraknya Jose Mourinho yang menggantikan Roberto Mancini yang dipecat sebelumnya (tanpa sebab relevan). Setelah Jose yang selalu dimanja dengan “apa maumu, saya kasih”, para suksesor selalu dibilang “ini tim juara, tidak usah diotak-atik..”. Semua pemain incaran yang mungkin cocok dengan gaya permainan para penerus Jose, ditolak mentah-mentah (kecuali Leonardo yang dimanja dengan kedatangan Giampaolo Pazzini dan Nagatomo Yuto).
Semua menyalahkan para pelatih yang memiliki karakter permainan berbeda-beda. Benitez dengan gaya serangan cepat (kontradiksi dengan gaya cattenacio Jose), Gasperini dengan gaya serangan frontal (tiga striker) dan sekarang Claudio yang ingin mencoba mereparasi ‘mobil’ Mourinho yang sudah terlanjur dimodifikasi gagal oleh para pemakai sebelumnya. Tapi, yah, terlihat sampai sejauh ini.
Semua menyalahkan Marco Branca yang tidak becus membeli pemain berkualitas. Berbeda dengan Gabrielle Oriali yang sukses mendatangkan pemain yang benar-benar sesuai kebutuhan pelatih (Ini karena Jose Mourinho dimanja oleh sang presiden). Milito, Motta, Sneijder, Lucio, Eto’o adalah pemain yang memang diinginkan Jose dan dikabulkan manajemen dalam hal ini sang presiden.
Inilah yang kemudian disadari oleh Interisti di Milano dengan sudah begitu muak dengan kemunduran semangat sang presiden pasca semuanya tercapai di 2010. Pelan tapi pasti, para pemain kunci dijual. Masihkah kita menyalahkan Claudio Ranieri, Gian Piero Gasperini dan Rafael Benitez? Atau Marco Branca yang hanya “sami’na wa ato’na” dengan sang presiden? Kenapa tidak ada yang berani menyalahkan Massimo Moratti?
Ini hanyalah opini pribadi sebagai reaksi atas sikap para pemberani di Meazza dua pekan lalu. Saya dan saya yakin semua setuju bahwa Moratti adalah Interiti nomor satu di dunia, tapi apakah manusia tidak punya salah?
Affa, Velodrome - February 23 th 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H