Mohon tunggu...
Afditya Iman Fahlevi
Afditya Iman Fahlevi Mohon Tunggu... -

Aktivis Keluarga Mahasiswa Universitas Bung Karno Jakarta (KM.UBK) | Pendiri kabarmahasiswa.com |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Syekh Yusuf Makassar Inspirator Nelson Mandela

8 Desember 2013   00:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:12 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : Afditya Iman Fahlevi / Mahasiswa Universitas Bung Karno

“Bahwa  yang hitam dan putih adalah sama, bahwa yang bangsawan dan budak pun tidak berbeda, karena yang membedakan manusia di hadapan Tuhan adalah nilai imannya”

Itulah pernyataan pejuang Afrika Selatan, Nelson Mandela yang mengenang Syekh Yusuf, seorang putera bangsawan dari Kerajaan Goa, Makassar, juga seorang intelektual Islam yang militan, sufi, serta pejuang hak asasi manusia yang dibuang Belanda ke Cape Town.

Memori Nelson Mandela terhadap perjuangan Syekh Yusuf telah menciptakani inspirasi sekaligus memberi kekuatan untuk menolak dan menghapuskan politik diskriminatif antara ras berkulit hitam dan berkulit putih dalam sejarah panjang negara Afrika tersebut.

Kehadiran dan perjuangan Syekh Yusuf dengan sadar diimplementasikan kembali oleh Nelson Mandela untuk mengambil keputusan politiknya dengan resiko yang sangat berat. Hidup lama di penjara demi memperjuangkan dan menghapuskan politik diskriminatif di negerinya adalah sebuah kekuatan batin yang didapatnya dari perjuangan seorang putra Makassar, Syekh Yusuf.

Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makasari Al-Bantani, lahir di Gowa, Sulawesi Selatan, 3 Juli 1626. Dia meninggal di Cape Town, Afrika Selatan, 23 Mei 1699 pada umur 72 tahun.

Dia adalah juga salah satu seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia juga digelari Tuanta Salamaka ri Gowa ("tuan guru penyelamat kita dari Gowa") oleh pendukungnya di kalangan rakyat Sulawesi Selatan.

Masa perjuangan

Ketika Kesultanan Gowa mengalami kalah perang terhadap Belanda, Syekh Yusuf pindah ke Banten dan diangkat menjadi mufti di sana. Pada periode ini Kesultanan Banten menjadi pusat pendidikan agama Islam, dan Syekh Yusuf memiliki murid dari berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai.

Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf ditangkap dan diasingkan ke Srilangka pada bulan September 1684.

Masa pembuangan

Di Sri Lanka, dalam pembuangannya Syekh Yusuf tetap aktif menyebarkan agama Islam, sehingga memiliki murid ratusan, yang umumnya berasal dari India Selatan. Salah satu ulama besar India, Syekh Ibrahim ibn Mi'an, termasuk mereka yang berguru pada Syekh Yusuf.

Melalui jamaah haji yang singgah ke Sri Lanka, Syekh Yusuf masih dapat berkomunikasi dengan para pengikutnya di Nusantara, sehingga akhirnya oleh Belanda, kembali dia diasingkan ke lokasi  yang lebih jauh, Afrika Selatan, pada bulan Juli 1693. Belanda khawatir dengan gerakan beliau, bukan semakin surut, justru Syekh Yusuf tetap melakukan perjuangannya.

Di Afrika Selatan, Syekh Yusuf tetap berdakwah, dan memiliki banyak pengikut. Ketika ia wafat pada tanggal 23 Mei 1699, pengikutnya menjadikan hari wafatnya sebagai hari peringatan. Bahkan, Nelson Mandela, mantan presiden Afrika Selatan, menyebutnya sebagai 'Salah Seorang Putra Afrika Terbaik'.

Selamat jalan Nelson Mandela.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun