Mohon tunggu...
afdillah_chudiel
afdillah_chudiel Mohon Tunggu... -

Sosiolog, Penulis Buku: "Sekolah Dibubarkan Saja!" kunjungi : http://afdillahchudiel.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Rusak Indahnya Keberagaman Kami

27 Desember 2016   07:48 Diperbarui: 27 Desember 2016   08:32 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum WW. 
Dengan segala kerendahan hati dan Rasa cinta Saya yg besar untuk Agama saya danNegara NKRI ini, izinkan saya menyampaikan curahan hati saya yg hidup dalamkeberagaman Di Tanah Papua khususnya di Kota Manokawari.

Saya orang Padang dan sudah 2 tahun lebih tinggal di TanahPapua, di kota Manokwari yg disebut Kota Injil, bekerja dengan mandat"Conflict Resolution" sehingga setiap hari saya bergaul denganmasyarakat, kepala suku dan tokoh agama baik Pendeta, Ustad, pandita Budha,Pastor,Tokoh agama Hindu, Polisi yang sangat beragam agamanya. Dan sebagian besar dari mereka menjadi sahabat.

Alhamdulillah, saya bisa menikmati keberagaman Indonesia yg sesungguhnya, karena mulai orang Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB Maluku, Cinabisa hidup damai di Tanah Papua.

Menanggapi maraknya kata2 "K----" belakangan ini, bagi saya ini menyakitkan.

Seperti yg kita semua tahu bahwa Kata2 "K----" sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia dan sebenarnya tidak memiliki arti ygburuk atau profokatif. Dalam KBBI dijelaskan arti kata "Kafir" :orang yg tidak percaya pada Allah dan Rasul-Nya. 
Namun karena sudah menjadi Bagian dari bahasa Indonesia sehingga kata2 ini terlanjur bermakna Negatif dan siapapun di negeri ini tidak suka dikatakan"K----", apapun agamanya. Karena ini menyangkut keyakinan, sehingga menjadi sangat sensitif.

Alhamdulillah, selama saya tinggal di tanah Papua, Saya tidak pernah mendengar kata2 "K----" diucapkan oleh seorang muslim secara terbuka, baik itu di mimbar Jumat, ceramah pengajian di pengeras suara atau di Spanduk dan selebaran. Kata2 "non muslim" atau menunjukkan langsung agama tertentu seperti orang Nasrani, orang Hindu, atau Budha lebih Lazim digunakan. 

Dalam kehidupan sehari2 kami disini secara terbuka sering menanyakan keyakinanseseorang, contoh yg paling kecil ketika membeli HP, pelayan akan bertanya,"bapak nasrani atau muslim atau....." Jika muslim, maka mereka akan menginstallkan aplikasi Alquran di HP tersebut, begitu juga Nasrani akan diinstallkan Aplikasi Injil atau budha dst. 

Dalam rapat2 dan pertemuan juga demikian, Kami di Papua selalu memulai denganDoa. Kalau doa pembukaan di pimpin oleh pendeta, biasanya doa penutupan dipimpin oleh Ustadz dan sebaliknya, meskipun peserta yg hadir 90 agama Nasrani. 
Dan Doa selalu di Awali dengan "Doa ini saya sampaikan dalam agama Islam,saudara yg beragama lain, silahkan menyesuaikan..." Jika ustad ygmemimpin, demikian juga jika Pandita Budha atau Pastor yg memimpin doa.. selaludisampaikan begitu.

Belakangan kehidupan kami di Tanah Papua sangat terusik dengan bertebarannya kata2 "K----" di Media Masa dan Media sosial lainnya.

Belakangan sahabat2 saya yg non muslim mulai sering bertanya tentang pandangan saya terhadap mereka yg dikatakan k----.
"Apakah kami orang yg dikatakan k---- ini harus pindah saja dari Indonesiaini?"
"Apakah kami orang k---- ini memang sangat hina sehingga sulit sekali menjadi orang k---- di negeri ini?"

Buat saya pertanyaan2 itu menyakitkan dan sejujurnya saya Malu.

Dan yg paling memilukan adalah, ketika Kepahlawanan SeorangFrans Kaisepo (pahlawan nasional dari tanah Papua) dipertanyakan karena alasan Agamanya. 
Itu sangat menyakitkan bagi kami disini, sehingga saya sering mempertanyakan dimanakah rasa ke-Indonesiaan kita?

Mungkin bagi saudara2 yg tinggal di Sumatra dan Jawa yg mayoritas beragama Islam, dapat dengan mudah sekali dan tidak perlu berfikir panjang mengucapkan kata2 "k----" baik di ceramah2 di depan publik maupun di Media sosial. 

Sementara itu kami di Tanah Papua, kami setiap hari bergaul bersama saudara2kami non Muslim, kami punya tetangga, pimpinan, bawahan, pelanggan, teman hobby, teman nongkrong non Muslim, dengan kata lain, kalau kami terpeleset dijalan, kami tidak perlu tahu agama orang yg menolong kami, demikian juga sebaliknya.

Tapi seiring kemajuan teknologi, suara2 di bagian barat sana juga terdengar sampai di bagian timur ini, baik itu di Facebook, youtube dsb. Kata2 "k----" itu sampai juga di telinga kami disini dan itu berlebihan.

Saya sering bertanya dalam doa Kepada Allah SWT, apakah saya memang harus mengatakan kata2 "K----" yang menyakiti perasaan sahabat2 saya, walaupun dalam Alquran dikatakan begitu?

Atau bolehkan saya mencari kata2 lain untuk menjaga perasaan sahabat2 saya yg non Muslim?
Kita semua tahu bahwa Jawaban dari pertanyaan saya ini sudah tersedia di dalam riwayat hidup Rasulullah SAW, baik di Sunnah maupun di Hadist. Sehingga saya lebih memilih menjaga perasaan dan hubungan baik dengan sahabat2 saya yg saya cintai. Karena Luka saudara saya adalah luka saya juga.

Secara pribadi, saya merasakan Benih2 perpecahan mulai terasa,karena hidup dalam keberagaman begitu mudah terbelah.

Tapi itulah Indonesia yg telah teruji persatuannya sehingga kami semua disini tetap bekerja keras menjaga persatuan, toleransi dan perdamaian ditanah papua dan juga Indonesia. Saya secara Pribadi berterimakasih kepada Bapak2 dan Ibu2 Pendeta, Kepala Suku dan semua Masyarakat Papua yg telah menjaga kami yg minoritas dengan baik dan penuh cinta kasih.

Hidup sebagai minoritas mengajarkan saya akan pentingnyatoleransi dan indahnya keberagaman. 
Saya bersyukur sekali sempat tinggal di Papua dengan keberagaman yg ada. Merasakan menjadi Orang Indonesia Sebenarnya, bersatu dalam keberagaman. 
Dan akhir kata, Saya berjanji untuk tidak akan merusak keindahan ini dan tidakakan mengatakan kata2 "K----" kepada saudara2 yg saya kasihi/rahmandan sayangi/rahim. Karena itu juga menyakitkan buat saya. Insya Allah.
Afdillah, 27 Des 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun