Assalamualaikum WW.Â
Dengan segala kerendahan hati dan Rasa cinta Saya yg besar untuk Agama saya danNegara NKRI ini, izinkan saya menyampaikan curahan hati saya yg hidup dalamkeberagaman Di Tanah Papua khususnya di Kota Manokawari.
Saya orang Padang dan sudah 2 tahun lebih tinggal di TanahPapua, di kota Manokwari yg disebut Kota Injil, bekerja dengan mandat"Conflict Resolution" sehingga setiap hari saya bergaul denganmasyarakat, kepala suku dan tokoh agama baik Pendeta, Ustad, pandita Budha,Pastor,Tokoh agama Hindu, Polisi yang sangat beragam agamanya. Dan sebagian besar dari mereka menjadi sahabat.
Alhamdulillah, saya bisa menikmati keberagaman Indonesia yg sesungguhnya, karena mulai orang Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTT, NTB Maluku, Cinabisa hidup damai di Tanah Papua.
Menanggapi maraknya kata2 "K----" belakangan ini, bagi saya ini menyakitkan.
Seperti yg kita semua tahu bahwa Kata2 "K----" sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia dan sebenarnya tidak memiliki arti ygburuk atau profokatif. Dalam KBBI dijelaskan arti kata "Kafir" :orang yg tidak percaya pada Allah dan Rasul-Nya.Â
Namun karena sudah menjadi Bagian dari bahasa Indonesia sehingga kata2 ini terlanjur bermakna Negatif dan siapapun di negeri ini tidak suka dikatakan"K----", apapun agamanya. Karena ini menyangkut keyakinan, sehingga menjadi sangat sensitif.
Alhamdulillah, selama saya tinggal di tanah Papua, Saya tidak pernah mendengar kata2 "K----" diucapkan oleh seorang muslim secara terbuka, baik itu di mimbar Jumat, ceramah pengajian di pengeras suara atau di Spanduk dan selebaran. Kata2 "non muslim" atau menunjukkan langsung agama tertentu seperti orang Nasrani, orang Hindu, atau Budha lebih Lazim digunakan.Â
Dalam kehidupan sehari2 kami disini secara terbuka sering menanyakan keyakinanseseorang, contoh yg paling kecil ketika membeli HP, pelayan akan bertanya,"bapak nasrani atau muslim atau....." Jika muslim, maka mereka akan menginstallkan aplikasi Alquran di HP tersebut, begitu juga Nasrani akan diinstallkan Aplikasi Injil atau budha dst.Â
Dalam rapat2 dan pertemuan juga demikian, Kami di Papua selalu memulai denganDoa. Kalau doa pembukaan di pimpin oleh pendeta, biasanya doa penutupan dipimpin oleh Ustadz dan sebaliknya, meskipun peserta yg hadir 90 agama Nasrani.Â
Dan Doa selalu di Awali dengan "Doa ini saya sampaikan dalam agama Islam,saudara yg beragama lain, silahkan menyesuaikan..." Jika ustad ygmemimpin, demikian juga jika Pandita Budha atau Pastor yg memimpin doa.. selaludisampaikan begitu.
Belakangan kehidupan kami di Tanah Papua sangat terusik dengan bertebarannya kata2 "K----" di Media Masa dan Media sosial lainnya.
Belakangan sahabat2 saya yg non muslim mulai sering bertanya tentang pandangan saya terhadap mereka yg dikatakan k----.
"Apakah kami orang yg dikatakan k---- ini harus pindah saja dari Indonesiaini?"
"Apakah kami orang k---- ini memang sangat hina sehingga sulit sekali menjadi orang k---- di negeri ini?"
Buat saya pertanyaan2 itu menyakitkan dan sejujurnya saya Malu.