Mohon tunggu...
Afdhal Raihan
Afdhal Raihan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Andalas

Mahasiswa biologi di Univerisatas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Ruang Lingkup Botani Forensik dan Peran dalam Dunia Peradilan

17 Januari 2024   20:44 Diperbarui: 17 Januari 2024   20:56 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis Oleh :Angga Kurnia Illahi (2010421009) Nurul Annisa (2010422021) Putri Annisa (2010423001) Muhammad Fadhil Akbar (2010423012) Afdhal Raihan (2010423013 )

Artikel ini dibuat sebagai tugas dari MK Biologi Forensik dibawah bimbingan Prof Dr. Syamsuardi

Tumbuhan menjadi sumber bukti biologis forensik yang sangat berguna dalam sistem peradilan. Setiap tanaman cenderung terpaku pada satu titik dan hadir di berbagai lokasi, memungkinkan pengumpulan berbagai bahan referensi. Teknologi modern membuka peluang analisis biologis dari tingkat makroskopis hingga mikroskopis, serta deteksi molekuler.

Sejarah Botani Forensik:

Penggunaan bukti ilmiah di pengadilan melalui bukti bahan botani dimulai pada akhir abad ke-19 oleh kriminolog Austria, Hans Gross, dan dilanjutkan oleh Locard pada tahun 1908. Namun, pengenalan bukti botani sebagai bukti ilmiah terjadi secara bertahap, dan standar sifat ilmiah dari bukti/teori diatur oleh Mahkamah Agung AS pada tahun 1993.

Botani Forensik dan Barang Bukti:

Botani forensik melibatkan berbagai disiplin ilmu terkait dengan tumbuhan dan jamur. Penggunaannya dalam ilmu forensik membutuhkan pemahaman mendalam tentang flora, biologi lingkungan, ekologi, fisiologi, geobotani, geografi, dan geomorfologi. Bukti tumbuhan dapat digunakan untuk menghubungkan tersangka dengan tempat kejadian, menentukan waktu dan tempat kejadian, serta membenarkan atau menyangkal alibi.

Identifikasi Tumbuhan:

Ahli botani harus memiliki kemampuan mengidentifikasi tumbuhan, dan teknologi pengurutan DNA telah membuka peluang baru dalam identifikasi spesies secara cepat dan akurat. Selain itu, bukti botani dapat berupa sisa-sisa tanaman seperti kulit pohon, biji, buah, serasah, dan kayu. Metode analisis melibatkan makromorfologi, mikromorfologi, analisis DNA, dan teknologi spektroskopi.

Sisa-Sisa Tanaman:

Fragmen tanaman, seperti kulit pohon, biji, buah, serasah, dan kayu, sering diproses oleh ahli forensik. Analisis makromorfologi dan mikromorfologi digunakan untuk mengidentifikasi ciri-ciri yang dapat memberikan petunjuk forensik. Selain itu, teknologi seperti pengurutan DNA dan spektroskopi dapat menjadi alat tambahan untuk karakterisasi bukti botani.

Ekologi Tumbuhan Forensik:

Pengetahuan tentang vegetasi, ekologi komunitas tumbuhan, dan perubahan yang terjadi pada siklus pertumbuhan dapat membantu menentukan tanggal kejadian. Perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam kumpulan spesies tumbuhan dapat menjadi bioindikator lingkungan dan memberikan petunjuk forensik yang relevan.

Mikologi Forensik:

Jamur memiliki peran khusus dalam memberikan bukti forensik. Mereka dapat digunakan sebagai indikator lokasi pemakaman dan waktu kematian. Spora jamur memiliki potensi besar sebagai bukti forensik karena mudah tersebar dan dapat memberikan informasi krusial selama proses pengadilan.

Penutup:

Botani forensik merupakan ilmu interdisipliner yang berkembang pesat dalam memberikan bukti biologis yang signifikan dalam sistem peradilan. Dengan penggunaan teknologi modern dan pemahaman mendalam tentang tumbuhan, bukti botani dapat menjadi elemen penting dalam memecahkan kasus-kasus kriminal.

Sumber :

Kasprzyk, I., 2023. Forensic botany: who?, how?, where?, when?. Science & Justice. https://doi.org/10.1016/j.scijus.2023.01.002

Zavada, M.S., McGraw, S.M. and Miller, M.A., 2007. The role of clothing fabrics as passive pollen collectors in the northeastern United States. Grana, 46(4), pp.285-291. https://doi.org/10.1080/00173130701780104.

Purvis, O.W., Williamson, B.J., Spiro, B., Udachin, V., Mikhailova, I.N. and Dolgopolova, A., 2013. Lichen monitoring as a potential tool in environmental forensics: case study of the Cu smelter and former mining town of Karabash, Russia. Geological Society, London, Special Publications, 384(1), pp.133-146. https://doi.org/10.1144/SP384.6.

Spencer, M.A., 2021. Forensic botany: time to embrace natural history collections, large scale environmental data and environmental DNA. Emerging Topics in Life Sciences, 5(3), pp.475-485. https://doi.org/10.1042/ETLS20200329

Wiltshire, P.E., Hawksworth, D.L., Webb, J.A. and Edwards, K.J., 2015. Two sources and two kinds of trace evidence: enhancing the links between clothing, footwear and crime scene. Forensic science international, 254, pp.231-242. https://doi.org/10.1016/j. forsciint.2015.05.033.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun