Di depan kantor ada sebuah pulau yang dahulu kala katanya besar yang di huni oleh beberapa kepala keluarga nelayan. Namun karena terjadi tsunami 1996 yang terjadi di Pulau Biak sehingga Manokwari terkena imbas sisa-sisa ombak besar setinggi 4 meter yang mengakibatkan pulau tersebut tersapu air laut dan hanya menyisakan sebagian kecil lahan kosong yang di huni oleh beberapa induk pohon dan anak-anak pohon.
Akhir bulan September tahun 2017, merupakan awal berdinas di Papua Barat, masuk kantor baru di Arfai, Manokwari yang jika melihat dari jendela besar di lantai 3 dapat melihat pemandangan laut dan gunung. Â
Ada ujaran menghibur diri, 1 minggu pertama betapa senangnya berkerja sambil memandangani laut biru yang luas dan gunung yang hijau, namun setelah 1 bulan akan terasa bosan dan silau memandang karena saat air laut ikut-ikutan memancarkan sinar matahari serta gunung tertutup awan hitam karena akan turun hujan.Â
Ada rasa penasaran pada pulau mini yang terdampar di laut depan kantor. Pulau apa itu? Â secuil tanah dan beberapa pepohonan yang terapung saat air laut pasang dan menjadi lebih luas membentang saat air laut surut.
Saat pertama melaporkan diri ke kantor, beberapa pertanyaan tentang hobi yang di ajukan kepada kami karyawan yang baru yang ditempatkan di salah satu cabang kantor di daerah Prov. Papua Barat. Suka rekreasi? Bisa renang ? Hobi camping ? Doyan olahraga lari pagi ?Â
Yaa...sebagai orang baru iya-iya aja, agar bisa dengan cepat berorientasi dan beradaptasi dengan lingkungan kerja. Dan banyak juga obrolan kepada senior-senior kantor tentang bagaimana kondisi manokwari dan dimana pasar, tempat makan dan tempat-tempat objek wisata.
Di kantor baru ini saya di tempatkan di bagian Staf, ada kepala staf dan beberapa kepala bagian, kepala staf namanya pak Garenk. Jadi orang-orang baru yang baru ditempatkan di kantor cabang ini akan di ajak untuk orientasi salah satunya berekreasi ke pulau mini depan kantor.Â
Sudah menjadi kebiasaan untuk anggota Staf ini untuk menghibur diri dengan kegiatan petualangan seperti salah satu acara TV swasta "Bocah Petualang". Untuk mengenal lebih dekat lingkungan sekitar maka kami diajak untuk bertamsya ke Pulau Mini depan Kantor, yaitu Pulau Raimuti.
Banyak cara untuk bertamasya di Pulau Raimuti, dari menyebrang mengunakan perahu, menggunakan kano dan berenang. Waktunya bisa pagi hari, klo siang jangan coba-coba karena panas dan ombak besar karena angin, bisa sore hari jika cuaca bagus dan malam hari untuk bakar-bakar ikan di pulau.
Jika menggunakan perahu sepertinya tidak menantang bagi Pak Garenk, maka untuk mencari keringat di air laut kami berenang menuju Pulau Raimuti. Tidak lupa dikawal oleh asisten pribadi beliau si Mas Kacong (asal dr madura) dengan mengunakan perahu kano.
Menjadi tantangan tersendiri untuk berenang dari pinggir daratan dekat dermaga Pak Haji yang biasa digunakan menjadi tempat start renang. Dengan mengukur ketinggian ombak yang masih dalam ukuran aman, kondisi arus yang landai dan kecerahan cuaca yang baik maka prosesi rekreasi ke pulau Raimuti dapat dilanjutkan.Â
Dengan menggunakan baju renang kulit hiu agar tidak tersengat ubur-ubur, kacamata renang anti bocor agar mata tidak kelilipan air asin dan sepatu karet khusus agar tidak tergigit batu karang saat tiba di pulau. Jarak dari dermaga ke pulau sekitar 300-400 meter tergantung pasang surut air laut dengan waktu renang sekitar 15 menit.
Sesampainya di pulau, biasanya bertemu dengan masyarakat yang juga melancong ke pulau dengan membawa anak-anaknya, bermain pasir dan berfoto ria, padahal sudah sering berkunjung ke Pulau tersebut.Â
Bagi pendatang baru pasti segala macam gaya, pose, sudut pengambilan gambar dilakukan, khususnya di papan nama Pulau Raimuti. Terkadang pemandangan mata terganggu dengan banyaknya sampah plastik yang terdampar di pulau saat berlabuh di pulau itu.
Setelah selesai dengan prosesi ambil-ambil gambar dan sudah merasa kedinginan, maka waktunya melanjutkan perjalanan kembali ke daratan menuju dermaga Pak Haji, dengan tetap selalu waspada mengatur nafas dan konsentrasi karena tangan sudah terasa capek untuk mengayuh air. Mas Kacong selalu berkonsentrasi untuk mengarahkan laju perahu kanonya untuk selalu berada di dekat perenang hingga tiba di dermaga.Â
Setelah sampai ke bibir daratan dan naik ke daratan, keringat campur air asin bercucuran dan segera berkumur-kumur dengan air tawar agar tengorokan tidak kering. Meregangkan badan, tangan dan kaki sambil bercerita pengalaman selama didalam air memandangi rusa peliharaan pak haji.
Matahari akan segera tenggelam artinya jam pantas untuk berbilas dan mencuci perlengkapan agar tidak garaman. Setelah merayap di laut saat sore hari pasti perut akan terasa lapar.Â
Lambung berteriak meminta jatah makan nasi Mawut (nasi goreng campur mie goreng) menu spesial untuk pegawai staf. Dengan perut kenyang malam akan dilewati dengan cepat karena tidur akan nyenyak, kecuali sibuk dengan Vicall dengan keluarga di jawa.
Pulau Raimuti, kurang lebih 2 tahun yang lalu masih terlihat besar walaupun mini, sekarang sudah mulai terkikis dan pohon-pohonya semakin berkurang ditenggelamkan oleh ombak yang selalu datang.Â
Semoga akan terus bertahan tetap ada dan tidak tenggelam agar masih ada cerita-cerita tentang Pulau Raimuti oleh pendatang-pendatang baru di kantor cabang Manokwari.
Raimuti riwayatmu kini...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H