Judul : Rantau 1 Muara
Penulis : A. Fuadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2013
Jumlah halaman : 416 halaman (407 + ix)
Ahmad Fuadi, Penulis novel Negeri 5 Menara dan Ranah 3 warna, kembali hadir dengan buku ketiganya yaitu Rantau 1 Muara yang juga merupakan sequel terakhir dari Trilogi Negeri 5 Menara. Para fanatic readers tentu sudah lama menantikan kelanjutan cerita si Alif dan petualangannya untuk meraih impiannya. Kali ini, penulis mengajak para pembaca berpetualang di Washington dan New York. Berbeda dengan dua novel sebelumnya, petualangan kali ini akan lebih terasa nyata karena tidak hanya mendeskripsikan detail mengenai kedua kota tersebut, tetapi novel ini dilengkapi dengan peta di bagian depan dan belakang buku. So, You won’t lost in these city.
Sama halnya dengan dua novel sebelumnya, buku ketiga ini kembali mengajarkan kita mantra sakti yaitu “Man saara ala darbi washala” Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai ke tujuan. Berpegang pada mantra inilah Alif mulai menyusun kembali mimpinya setelah ia lulus di Universitas. Namun kondisi Negara yang sedang dicekik krisis ekonomi membuatnya harus menelan pil pahit karena ditolak oleh beberapa perusahaan dan bahkan membuatnya harus berhutang dan menghadapi debt collector, namun dibalik semua kondisi terdesak yang dialaminya, pertolongan Allah datang merengkuhnya. Ia diterima di salah satu majalah berita nasional yang menjadi impiannya sejak di Pondok Madani dahulu.
Menjadi wartawan memberikan banyak pelajaran dan pengalaman kepada Alif, disamping juga membawanya bertemu dengan seorang gadis cantik bermata indah yang mampu membuat hatinya berdebar-debar setiap bertemu dengannya. Ditengah-tengah perjuangannya menjadi wartawan, ia kembali merasakan keraguan dengan pilihan kariernya saat itu. Berbekal buku TOEFL dari perpustakaan kantor, Alif kembali berjuang untuk bisa melanjutkan studinya di Amerika. Gayung pun bersambut, setelah beberapa surat penolakan diterimanya, akhirnya sebuah surat dari universitas di Washington DC bersedia menerimanya. Maka mulailah petualangan Alif kembali di negeri Paman Sam itu.
“Merantaulah, maka kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan”. Alif mulai menemukan keluarga baru di negeri orang. Bukan hanya menemukan, namun ia juga membentuk keluarga kecil di negeri ini. Hidup dengan biaya beasiswa tentu tidak akan cukup untuk keluarga kecilnya, maka Alif membuktikan kesungguhannya dengan kuliah sambil bekerja. Dengan penghasilan yang tidak begitu besar, ia dan keluarga kecilnya harus belajar hidup hemat. Setelah kesusahan pasti ada kemudahan, setelah lulus kuliah, ia akhirnya bisa bekerja di kantor berita internasional bersama sang pujaan hatinya. Bekerja dan berpetualang bersama. Namun beberapa kejadian seperti tragedi 11 september 2001 yang merenggut banyak nyawa termasuk orang yang telah dianggap sebagai kakak oleh Alif, mulai menyadarkannya mengenai misi hidupnya, menyadarkannya untuk mengakhiri masa perantauannya.
Hidup hakikatnya adalah perantauan. suatu masa akan kembali ke akar, ke yang satu, ke yang awal. Muara segala muara.
Begitulah novel bersampul biru ini hadir sebagai pemberi semangat dan motivasi luar biasa untuk para pembacanya. Kisah Alif yang lahir dari kisah nyata penulis memperlihatkan bahwa tiada mimpi yang tak bisa dicapai selama kita mau berusaha dan tetap berjalan di jalannya. Bahasa yang digunakan lugas dan mudah dipahami, dengan beberapa bumbu cerita yang mampu memancing tawa ditengah kondisi yang rumit. Bacaan yang sangat berisi, tidak hanya membagikan mantra sakti tetapi juga prinsip-prinsip hidup yang kita perlu belajar darinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H