Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Hari Pahlawan, Merawat Api Perlawanan

10 November 2018   18:27 Diperbarui: 10 November 2018   19:02 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, siapa dan bagaimana upaya yang seharusnya dilakukan?

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2009, dijelaskan bahwa pemuda adalah warga negara Indonesia berusia 16 sampai 30 tahun. Menurut hasil Susenas Tahun 2017, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan sekitar 63,36 juta jiwa. Di antaranya (24,27 persen) adalah penduduk dalam kelompok umur pemuda.

Seperempat bagian dapat dipandang sebagai kekuatan yang besar manakala di dalamnya berisi manusia-manusia calon pemimpin masa depan. Jumlah tersebut dapat diibaratkan seperti dua sisi mata uang, yang secara kuantitas seharusnya dapat menjadi perwujudan masa depan bangsa yang lebih baik, dengan syarat apabila kualitasnya baik.

Kita lihat sendiri, bagaimana kuantitas yang dimiliki oleh negeri ini, bisa dibayangkan, ketika di setiap daerah, kawula mudanya aktif dalam berorganisasi, hidup bermasyarakat, dan tidak berafiliasi sama sekali dengan partai politik, dan pengkhianat bangsa (koruptor).

Karena telah kita ketahui bersama bagaimana romantisnya kepentingan-kepentingan penguasa (pemodal dan pejabat) hari ini, terutama menjelang pemilihan pemimpin daerah hingga pemilihan presiden sekalipun. Erat kaitannya dengan kepentingan segelintir orang.

Apakah kita pernah membayangkan, betapa ngerinya, ketika setiap massa-rakyat di berbagai daerah, separuh atau 50 % pemudanya turun ke jalan bersama rakyat! Termasuk para mahasiswa dari ribuan kampus yang tersebar hingga ujung bumi pertiwi.

Apalagi dengan banyaknya kasus atau konflik yang semakin massif terjadi, antara rakyat melawan korporat, rakyat melawan aparat, rakyat melawan birokrat, ataupun rakyat melawan ketiganya secara langsung. Kendatipun latar belakang yang beragam.

Mari kita berfikir secara kritis dan terbuka, akan sederet kasus pelanggaran HAM dan konflik agraria di pulau Jawa.

Kasus tukar guling waduk Sakti Sepat, antara pemerintah kota (saat itu wali kotanya Bambang DH) dengan PT Ciputra Surya, atas persetujuan DPRD Kota Surabaya. Itupun tanpa ada musyawarah warga Dukuh Sepat Lidah Kulon.

Anehnya, menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur (WALHI Jatim), dalam prosesnya, telah terjadi mal-administrasi oleh pemkot, disinyalir ini semua demi jalan mulus alih-fungsi waduk Sakti Sepat tersebut. Seharusnya, pemkot tidak berlaku demikian (cacat administrasi). Parahnya lagi, dalam proses pengosongan lahan waduk secara paksa, dengan dibantu oleh pihak kepolisian, sehingga menyebabkan beberapa warga mengalami luka.

Geser ke barat, rakyat Jombang yang sudah berjuang melawan korporasi Lapindo Brantas, yang jelas-jelas telah merusak alam di Sidoarjo, kini akan berdiri di kota Santri tersebut. Dalam prosesnya pun, tidak jarang terjadi intimidasi dan tindak represifitas oleh pihak aparat terhadap warga penolak PT Lapindo Brantas milik Abu Rizal Bakrie itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun