Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Banyak Libur di Bali

21 November 2011   04:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:24 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi menjelang siang. Ombak di Pantai Kuta seperti hari-hari biasanya, menggulung kencang, memanjakan para peselancar yang sedang berakrobat. Saya bersama ratusan turis lainnya, menikmati suasana pantai yang belum begitu menyengat. "Selamat pagi Pak, silahkan duduk-duduk disini", seseorang menyapaku dengan ramah dan sopan. Tanpa pikir panjang saya-pun menuruti perkataannya. Setelah itu perbincangan kami-pun berjalan gayeng. Diperlakukan seperti saudara sendiri, segan pula rasanya untuk tak mencicipi kelapa muda yang tersaji. Meski kelapa muda yang dijualnya terlalu masak, namun perlakuan istimewa dari sang penjual, tak membuatku keberatan mengeluarakan Rp 15.000 untuk sebatok kelapa yang sudah menua. Tak jauh dari tempat saya duduk, nampak beberapa wanita setengah baya sedang memijat keluarga asal Australia. Didekat mereka, tiga perempuan Jepang asyik berselonjor sambil menikmati ombak pagi.

Di Bali every day is holiday, begitu penuturan Ni Putu Ayu, salah seorang pemandu wisata kami yang cukup cekatan. Oleh karenanya, banyak orang yang memanjangkan kata Bali menjadi "banyak libur". Meski Bali menjadi tujuan utama wisata nasional, namun tak semua wilayah di Pulau Dewata ini merupakan tempat pariwisata. Beberapa lokasi yang menjadi surga bagi para pelancong adalah Nusa Dua, Benoa, Sanur, Jimbaran, Tabanan, Kintamani, Ubud, dan Kuta.

Kuta, bersama Seminyak dan Legian di sekitar, pada mulanya merupakan desa para nelayan. Namun kejelian pemerintah Hindia-Belanda melihat peluang, telah mengubah desa tersebut menjadi arena berselancar. Sejak saat itu, mulailah investor berdatangan untuk mengembangkan Kuta menjadi desa wisata. Kini, tak hanya toko-toko cendera mata dan jajaran hotel yang berdiri disini. Kafe-kafe, klub, dan diskotik, juga tumbuh bak cendawan di musim hujan. Double Six, Paddy's Club, Bounty Discotheque, Kamasutra, KuDeTa, serta Mushro, merupakan tempat-tempat disko yang cukup ternama.

Selain pantai dan pemandangan alam, Bali juga menawarkan atraksi budaya yang menawan. Justru melalui budaya inilah Bali sering memperoleh penghargaan The Best Destination in the World. Kehidupan masyarakatnya yang ajeg, penuh harmoni, serta kultur Hindu yang kuat, menjadikan tempat ini ngangenin untuk dikunjungi. Tjokorda Gede Putra Sukawati juga sependapat, bahwa kedatangan turis-turis dari seluruh penjuru dunia disebabkan karena kekaguman mereka pada budaya, seni, dan adat istiadat Bali.

Nyamannya Bali sebagai tempat berlibur, mendorong berkembangnya industri perhotelan di pulau tersebut. Bahkan beberapa pemain dunia seperti Hyatt, Hard Rock, Hilton, Aston, dan Shangrila, telah lama mengembangkan jaringan hotelnya disini. Satu dari sekian banyak hotel yang cukup berkesan bagiku adalah Hard Rock Bali. Yang mampu memberikan kenyamanan beristirahat, sekaligus pertunjukan musik dan kafe dalam satu atap. Hard Rock benar-benar memberikan customer experience yang mengagumkan. Selain bisa menyaksikan live music secara gratis, kita juga diajak untuk melihat-lihat benda koleksi para selebritis mancanegara. Di samping hotel-hotel umum, banyak pula vila milik pribadi bertebaran disini. Satu diantaranya adalah milik Walter Spies di Ubud. Melalui pelukis berkebangsaan Jerman inilah, Ubud menjadi terkenal hingga melanglang buana. Terakhir, Elizabeth Gilbert yang lama tinggal dan menghayati kehidupan masyarakat Bali, memperkenalkan Ubud lewat bukunya : Eat, Pray, Love.

Seperti halnya tempat wisata di belahan dunia lain, Bali juga memiliki aneka khas cenderamata dan oleh-oleh yang bisa dibawa pulang. Yang terkenal adalah kaos merek Joger, besutan Joseph Theodorus Wulianadi. Kaos ini dibanderol dengan harga rata-rata Rp 100.000 per potongnya. Selain Joger, merek lainnya yang cukup berkibar adalah Krisna. Namun Krisna tak sebatas menjual kaos, pilihan produknya bermacam-macam, mulai dari daster, kacang bali, hingga karya seni. Untuk produk kuliner, restoran Ayam Betutu, Bebek Bengil, dan Warung Made merupakan pilihan banyak wisatawan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun