Mohon tunggu...
Afandri Adya
Afandri Adya Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Afandri Adya, penulis lepas yang juga aktif di dua organisasi nirlaba : SCALA Institute dan SCALA Foundation

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Iklan “Jokowi adalah Kita”

7 Juni 2014   00:07 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:57 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini kita sering disajikan oleh iklan para kandidat capres-cawapres 2014. Dari sekian banyak iklan yang muncul di televisi, yang menarik perhatian adalah iklan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pada materi iklan yang bertemakan “Jokowi Adalah Kita”, tidak terlihat sosok Joko Widodo yang tampil ke permukaan. Entah apa yang melatarbelakanginya, namun dari segi pemasaran tak tampilnya sosok Joko Widodo dalam reklame-reklame kampanyenya telah membongkar gaya komunikasi politik selama ini yang biasa menampilkan figur.

Di banyak kota, reklame atau baliho yang menampilkan foto para kepala daerah dengan mudahnya kita jumpai. Terkadang antara isi yang hendak disampaikan dengan foto sang gubernur nampak tak berimbang. Hampir separuh luas papan reklame yang berisi iklan layanan masyarakat itu justru menampilkan foto kepala daerah. Seperti kampanye terselubung, iklan-iklan tersebut sengaja dimanfaatkan oleh para kepala daerah untuk menarik simpati masyarakat. Dari pengamatan penulis, hampir sebagian besar ajakan untuk berwisata ke suatu propinsi juga disertai dengan foto sang gubernur. Iklan “Visit South Sumatera” misalnya, yang menampilkan foto Alex Noerdin. Atau “Visit South Sulawesi” yang memajang potret Syahril Yasin Limpo beserta wakilnya. Di Jakarta, pada masa pemerintahan Fauzi Bowo, di setiap sudut kota dengan mudahnya kita menyaksikan pose Bang Kumis di papan-papan reklame. Mengenakan safari berwarna hitam, Bang Foke biasa Fauzi akrab disapa – kerap tersenyum “menyambangi” warganya yang melintasi reklame milik Pemda DKI.

***

Kembali ke iklan kampanye Jokowi, penulis melihat ada pesan yang tersirat dari tagline yang hendak disampaikan. Tagline “Jokowi Adalah Kita” memang merupakan pilihan yang tepat. Selain gampang diingat, tiga kata tersebut juga terasa memiliki magisnya tersendiri. Digunakannya kata “kita” dalam tagline tersebut, agaknya ingin menunjukkan bahwa tak ada jarak antara calon pemimpin dan yang dipimpin. “Kita” juga merefleksikan masyarakat pemilih yang akan memberikan suaranya pada tanggal 9 Juli nanti. Tentu “kita” yang dimaksud adalah orang-orang yang sebangun dan sevisi dengan Jokowi. “Kita” juga bisa diartikan sebagai orang-orang yang sederhana, jujur, dan lugu. Termasuk di dalamnya mereka yang masih terbata-bata ketika harus berbahasa Inggris, yang tidak cakap ketika berorasi, atau yang tak pandai berbasa-basi dan melakukan hal-hal pencitraan lainnya. Kata “kita” juga berarti orang-orang yang mau melakukan perubahan, orang-orang yang tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan atau jabatan, orang-orang yang mau banting tulang peras keringat hanya untuk mencari sesuap nasi. Dan agaknya “kita-kita” inilah yang hendak disasar oleh tim sukses Jokowi-JK.

Memang berdasarkan hasil survei Kompas, hampir sebagian besar masyarakat saat ini menginginkan sosok pemimpin yang sederhana dan jujur. Sosok pemimpin yang mau mendengar dan turun ke bawah. Sosok pemimpin yang sejalan antara hati, ucapan, dan tindakannya. Mereka agaknya telah apriori dengan para pemimpin yang cuma mengumbar janji-janji kosong tanpa ada realisasi yang konkret. Mereka juga tak mau lagi memilih pemimpin yang cuma polesan, yang nampak rancak dari lebuh saja, tinggi angan-angan namun tak pernah realistis. Dan hal seperti inilah yang hendak dibangun oleh tim sukses Jokowi dengan tagline-nya yang cukup melekat.

Selain itu yang menarik dari materi iklan tersebut adalah sosok Jokowi yang sengaja tidak diperlihatkan. Nampaknya si pembuat iklan sengaja “menyembunyikan” tokoh tersebut, dan hanya memperdengarkan suaranya yang seolah-olah sedang menjawab segala keinginan masyarakat. Penulis melihat tidak ditampilkannya sosok Jokowi pada iklan tersebut merupakan sebuah anti-tesis dari iklan Prabowo yang justru menonjolkan fisik sang capres. Namun lebih dari itu, penulis mengira bahwa tidak ditampilkannya sosok Jokowi lebih disebabkan oleh wajah mantan wali kota Surakarta itu yang pas-pasan. Artinya, walau bagaimanapun wajah Jokowi dipoles, tetap saja dia kalah ganteng dari calon presiden lainnya : Prabowo Subianto. Oleh karenanya, untuk menghindari ketidaksukaan para pemilih wanita, wajah Jokowi sengaja “disembunyikan”. Termasuk dengan membuat wajah dengan sketsa kotak-kotak, yang telah menjadi ciri khas Jokowi selama ini.

Pada akhirnya, apapun bentuk komunikasi politik yang disajikan oleh masing-masing kandidat, tentunya rakyat berharap bisa mendapatkan pemimpin yang amanah. Yang bisa membawa mereka lebih maju dan bahagia. Amiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun