Fenomena haji seperti ini memberikan pengaruh dalam transformasi perilaku dalam beragama. Sejatinya agama merupakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (living values) yang menjadi pondasi dan tuntunan bagi manusia dalam kehidupannya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral yang menghasilkan perbuatan-perbuatan dan akhlak-akhlak yang baik. Dan yang paling berbahaya adalah pengaburan makna-makna spiritualitas dan ilahiyah dari Haji dengan legitimasi budaya komersial dan popular disempurnakan pemahaman yang sempit terhadap dalil-dalil al-Quran dan Sunnah. Â
Pemaknaan dalam Ibadah Haji
Joachim Watch (1958) mengemukakan beberapa kriteria mengenai pengalaman keagamaan. Pertama, pengalaman keagaaman merupakan suatu respon terhadap apa yang dialami sebagai realitas Ultim (the Ultime Reality) yang maksudnya adalah sesuatu yang mengesankan dan menantang kita. Haji seharusnya memberikan pengalaman spiritual yang berkesan mendalam bagi yang melaksanakannya Kedua, pengalaman keagaaman itu harus dianggap sebagai suatu respon yang menyeluruh terhadap realitas Ultim, yaitu pribadi yang utuh yang melibatkan jiwa, emosi, dan kehendak sekaligus. Ketiga, pengalaman keagaaman menghendaki intensitas, yaitu suatu pengalaman yang yang sangat kuat dan komperhensif dan mendalam.Keempat, pengalaman keagaaman sejati selalu berujung pada tindakan. Ia melibatkan imperative, sumber motivasi, dan tindakan yang kuat. Â Â
Pemaknaan simbol pemakaian ihram yang dimisalkan seperti praktek kesederhanaan/eligetarian,pemisahan dengan kehidupan duniawi dan konsep persamaan manusia di mata Tuhan. Sa`i diangggap sebagai manifestasi perjuangan siti hawa ketika berlari dari bukit shafa menuju bukit marwa mencari air untuk anaknya Ismail AS. Dan Arafah sebagai gambaran dahsyatnya Padang Mahsyar tempat berkumpulnya seluruh umat manusia dari Adam AS hingga manusia akhir zaman pada hari kiamat.
Pengalaman keagamaan yang dikehendaki dalam pelaksanaan haji adalah bagaimana seorang yang berhaji dapat memaknai perjuangan nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam menegakkan dasar-dasar keyakinan monoteisme/tauhid bagi umat manusia.Dan juga, Haji merupakan bentuk puncak rasa syukur Rasulullah dan para sahabat waktu itu atas keberhasilan umat islam dalam memperjuangkan Islam setelah 23 tahun yang berat. Akan tetapi, yang paling fundamental dalam pelaksanaan haji dan ibadah-ibadah lainnya adalah penghambaan diri manusia kepada Tuhan tanpa balasan. Dan pengalaman-pengalaman ini akan membentuk seorang pribadi muslim yang ikhlas, berakhlak mulia dan peduli dengan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu sudah semestinyalah kita mengembalikan nilai-nilai spiritualis keislaman kita kembalikan kepada tempatnya, dan menghilangkan embel-embel keduniawian dalam setiap peribadatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H