Namun sangat disayangkan, produksi gula PG Jatibarang setiap tahunnya mengalami penurunan sejak pengelolaan diambil alih pemerintah Indonesia. Kereta yang dahulu digunakan sebagai alat pengangkut tebu lama kelamaan keberadaanya mulai hilang digantikan dengan truk.Â
Maski begitu, tradisi tahunan yang ada di pabrik gula ini tetap dilestarikan yaitu metikan atau semacam pasar malam adalah acara yang diselenggarakan menjelang penggilingan berupa hiburan untuk masyarakat sekitar.Â
Selain itu, ada juga penganten tebu adalah acara yang berupa syukuran untuk memperoleh keselamatan sebelum penggilingan yang berupa mengarak macam-macam jenis tebu dari berbagai wilayah yang kemudian ditutup dengan walimahan oleh para pegawainya.
Setelah eksis cukup lama, akhirnya pada tahun 2017 Pabrik Gula Jatibarang resmi ditutup karena Biaya sewa lahan yang tinggi, ditambah lagi biaya operasional yang sangat besar serta hasil produksi gula yang semakin menurun, yang mana hal ini dianggap tidak menguntungkan bagi pengelola.Â
Kemudian karena banyaknya minat masyarakat yang ingin melihat pabrik ini, membuat pengelola membuka pabrik ini untuk umum sebagai tempat wisata. Pabrik Gula ini buka untuk umum setiap harinya. Dengan cukup merogoh kocek sebesar Rp 5000, kita bisa melihat dan menikmati bangunan-bangunan serta mesin raksasa di pabrik gula ini.Â
Selain sebagai hiburan dan dapat menghilangkan penat, pengunjung juga dapat berswafoto dengan latar belakang bangunan yang klasik serta instagramable yang menjadikan kesan artistik bagi para kaum milenial.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H