Mohon tunggu...
Muhammad Afandi Helmi
Muhammad Afandi Helmi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Doing better

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga - 20107030061

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pabrik Gula Jatibarang, Wisata Sejarah yang Wajib Dikunjungi

12 Juni 2021   10:20 Diperbarui: 12 Juni 2021   10:32 2872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mesin Penggiling Tebu (dokpri)
Mesin Penggiling Tebu (dokpri)
Selain Stasiun Remise, terdapat juga beberapa stasiun lainya yang ada di Pabrik Gula Jatibarang yaitu Stasiun Gilingan yang digunakan untuk menggiling tebu, Stasiun Pabrik  Tengah yang mana digunakan untuk memproses dan memasak nira, Setasiun Puteran yang digunakan untuk proses pengkristalan gula, Stasiun Besali yang digunakan sebagai tempat berbaikan mesin-mesin pabrik dan juga tempat untuk menyimpan suku cadang, Stasiun Ketelan yang digunakan sebagai tempat perebusan air sehingga menjadi uap sebagai alat penggerak bagi mesin giling tebu, dan yang terakhir Stasiun Listrik yang digunakan sebagai tempat instalasi listrik bagi pabrik.

Stasiun Ketelan (dokpri)
Stasiun Ketelan (dokpri)
Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 45, pengelolaan pabrik gula ini diambil alih oleh PT Perkebunan Nusantara IX yang juga mengelola beberapa pabrik gula lainya yang ada di Pulau Jawa. 

Namun sangat disayangkan, produksi gula PG Jatibarang setiap tahunnya mengalami penurunan sejak pengelolaan diambil alih pemerintah Indonesia. Kereta yang dahulu digunakan sebagai alat pengangkut tebu lama kelamaan keberadaanya mulai hilang digantikan dengan truk. 

Maski begitu, tradisi tahunan yang ada di pabrik gula ini tetap dilestarikan yaitu metikan atau semacam pasar malam adalah acara yang diselenggarakan menjelang penggilingan berupa hiburan untuk masyarakat sekitar. 

Selain itu, ada juga penganten tebu adalah acara yang berupa syukuran untuk memperoleh keselamatan sebelum penggilingan yang berupa mengarak macam-macam jenis tebu dari berbagai wilayah yang kemudian ditutup dengan walimahan oleh para pegawainya.

Setelah eksis cukup lama, akhirnya pada tahun 2017 Pabrik Gula Jatibarang resmi ditutup karena Biaya sewa lahan yang tinggi, ditambah lagi biaya operasional yang sangat besar serta hasil produksi gula yang semakin menurun, yang mana hal ini dianggap tidak menguntungkan bagi pengelola. 

Kemudian karena banyaknya minat masyarakat yang ingin melihat pabrik ini, membuat pengelola membuka pabrik ini untuk umum sebagai tempat wisata. Pabrik Gula ini buka untuk umum setiap harinya. Dengan cukup merogoh kocek sebesar Rp 5000, kita bisa melihat dan menikmati bangunan-bangunan serta mesin raksasa di pabrik gula ini. 

Selain sebagai hiburan dan dapat menghilangkan penat, pengunjung juga dapat berswafoto dengan latar belakang bangunan yang klasik serta instagramable yang menjadikan kesan artistik bagi para kaum milenial. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun