Belakangan ini banyak kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia. Banyaknya kasus intoleransi yang dipicu oleh kegiatan politik menjelang diadakannya pemilihan pemimpin legislatif atau kepala pemerintahan.Â
Padahal, seharusnya harusnya pemerintah sebagai pemangku kekuasaan tidak boleh bermain api dengan isu agama sebab hal tersebut sangat rentan dalam menimbulkan perpecahan di masyarakat. Intoleransi terjadi tidak hanya dalam hal agama, akan tetapi intoleransi dapat terjadi juga pada suku maupun ras. Tingginya angka intoleransi yang terjadi di Indonesia menjadi suatu tantangan tersendiri dalam menerapkan nilai-nilai yang tertuang dalam pancasila sila ke-3 yaitu Persatuan Indonesia.Â
Negara sangat berperan untuk menangkal intoleransi yang berkembang serta melindungi beberapa hak yang dimiliki oleh kelompok minoritas dengan memberikan jaminan perlindungan atas hak yang diperoleh dan diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 dan melakukan tindakan hukum terhadap pelaku intoleransi. Meskipun demikian, kasus intoleransi yang terjadi terus mengalami kenaikan setiap tahunnya bahkan para pelakunya semakin berani dalam melakukan.Â
Banyaknya kasus Intoleransi yang terjadi di Indonesia terhadap kelompok-kelompok minoritas, membuat bangsa ini bisa disebut sedang mengalami masa darurat Intoleransi. Apabila hal ini terus dibiarkan dan tidak pemerintah tidak mengambil langkah penyelesaian secara cepat dan tepat, maka intoleransi dapat mengancam persatuan, kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Indonesia sendiri adalah negara yang besar dengan menganut pancasila sebagai dasar negaranya. Pancasila sendiri menjadi satu keetuan yang penting dalam terbentuknya persatuan dan kesatuan bangsa ini, seperti yang tecantum dalam sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Salah satu bentuk dari persatuan dan kesatuan yaitu dengan adanya kerukunan antar sesama anggota masyarakat dengan tidak memandang berbagai perbedaan tersebut sebagai penghalang dan rintangan.Â
Setiap negara pasti memiliki ragam budaya dan karakter khas yang membedakannya dengan tiap-tiap negara yang lain. Keragaman dari budaya sendiri dapat menciptakan kekhasan yang unik pada setiap lapisan masyarakat dari berbagai bahasa, agama, suku, ras, warna kulit, dan adat istiadat. Indonesia sendiri merupakan negara yang multikultural.Â
Karena Indonesia bepijak pada multikulturalisme, kelompok-kelompok minoritas dan mereka yang tertindas dapat memiliki wadah untuk berjuang menjadi dirinya sendiri. Sedangkan, semua kebudayaan yang ada di Indonesia memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang dalam mengarahkan kehidupan komunitasnya.Â
Dengan adanya keberagaman budaya, suku, ras, bahasa, maupun agama yang berbeda, semuanya dapat dipersatukan dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dengan semboyan Bhineka tunggal Ika, bangsa Indonesia sebagai negara kesatuan dapat menjadikan perbedaan sebagai kekuatan nasional yang dapat diterapkan dalam semangat gotong royong sesuai dengan cita-cita negara yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Semboyan bhineka tunggal ika sendiri sebenarnya adalah semboyan yang digunakan untuk melindungi hak hidup setiap entitas baik etnik maupun agama pada masa kejayaan Majapahit dahulu. Konsep ini kali pertama kali dikemukakan oleh Mpu Tantular pada kitab Sutasoma. Mpu Tantular sendiri menggambarkan mengenai keharmonisan hidup antar umat beragama di kerajaan Majapahit pada abad ke 14 yang didominasi Hindu dan Budha serta Siwa yang merupakan kaum minoritas.Â
Pada Konstitusi UUD 1945, disebutkan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan. Dengan penegasan ini maka setiap penduduk di Indonesia dari Sabang sampai Merauke adalah warga negara Indonesia dalam bingkai Negara Kesatuan. Selain itu, hubungan antar warga, prinsip kemanusiaan, gotong royong juga harus dijunjung tinggi. Jika hubungan melibatkan berbagai warga dari suku dan agama yang berbeda, maka prinsip Bhineka Tunggal Ika harus diterapkan menjadi pedoman. Dengan demikian, hubungan antar sesama warga akan terjalin dengan harmonis.
Bhineka Tunggal Ika bisa diartikan secara berbeda-beda oleh para presiden kita. Presiden Soekarno menginginkan perbedaan dan perlakuan yang sama bagi semua elemen masyarakat, baik agama, suku, maupun unsur-unsur kebudayaan lainnya. Presiden Soeharto sendiri melalui berbagai kebijakannya meletakan perbedaan secara dekoratif dan artifisial.Â