Mohon tunggu...
Afana Aji
Afana Aji Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

sendja93

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Krama Inggil di Kalangan Muda dengan Bahasa Jawa Dialek Ngapak

2 Januari 2022   23:09 Diperbarui: 2 Januari 2022   23:31 2428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bahasa Jawa adalah salah satu wujud hasil dari budaya di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta. Bahasa Jawa sendiri memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri. Secara umum ada beberapa tingkatan dalam bahasa Jawa salah satunya Krama Inggil. Biasanya krama inggil ini digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Tingkatan bahasa Jawa ini bertujuan untuk menghormati dan memuliakan orang yang lebih tua saat berkomunikasi. Dalam penggunaanya ditujukan kepada nenek, kakek, ibu, bapak dan orang-orang yang terhormat.

Namun tingkatan-tingkatan bahasa Jawa tidak berlaku dalam bahasa Jawa dialek ngapak. Dialek ngapak memang terdengar lebih kasar dibandingkan dengan bahasa Jawa pada umumnya. Biasanya bahasa Jawa dialek ngapak identik dengan nyablak atau apa adanya. Sebagian besar penutur dialek ngapak tersebar di daerah eks-karesidenan Banyumas. Wilayahnya meliputi Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara. Ada juga penutur yang berada di luar wilayah eks-karesidenan Banyumas namun masih berada di sekitarnya yaitu, Kebumen, Tegal, Brebes, dan Malang.

Ada satu masalah yang hadir dilingkungan masyarakat dialek ngapak, khususnya dikalangan muda. Kendala dengan bahasa Jawa cukup berbeda dengan dialek ngapak, mereka terkadang kesulitan dalam memahami arti dan maksud dalam bahasa Jawa. Sering kali ditemui disekolah bagaimana mereka kesulitan dalam mempelajari materi pelajaran bahasa Jawa. Ditambah lagi dengan bahasa keseharian mereka yang menggunakan dialek ngapak.

Jika dipahami lagi ada beberapa faktor yang mempengaruhi mengapa kalangan muda sekarang kurang paham dalam penggunaan bahasa Jawa terutama krama inggil. Berdasarkan pengamatan dilingkungan saya yang masih masuk dalam wilayah kabupaten Banyumas, faktor orang tua turut menjadi sebab mengapa kalangan muda kurang paham dalam ber-krama inggil. Banyak sekali orang tua yang memang tidak mengajarkan krama inggil kepada anaknya sejak dini. Sebagian dari orang tua lebih senang mengajarkan bahasa ibunya dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa dengan dialek ngapak.

Memang masih ada beberapa orang tua yang sadar akan hal itu, namun hanya segelintir saja. Orang tua yang mengajarkan krama inggil kepada anaknya biasanya memang sudah terbiasa menggunakan krama inggil dengan orang-orang yang lebih tua atau orang yang lebih dihormati. Dan biasanya dialek ngapak akan digunkan saat berkomunikasi dengan orang-orang sebayanya atau orang yang lebih muda darinya saja.

Faktor lainnya adalah lingkungan masyarakat. Ada beberapa anak yang memang tidak mempunyai dasar dalam menggunakan krama inggil, karena tidak diajarkan oleh orang tuanya sejak dini maupun orang lain. Namun saat dewasa mereka mempunyai kesadaran bagaimana pentingnya menggunakan krama inggil kepada orang yang lebih tua. Lalu bagaimana dia mempunyai kesadaran? Lingkungannya. Lingkungan yang mereka temui disekitarnya mempengaruhi cara berpikirnya. Biasanya orang mempunyai kesadaran penggunaan krama inggil, di lingkunganya banyak yang menggunakan krama inggil. Seperti teman-temanya atau tentangganya yang memang menggunakan krama inggil dalam berkomuniskasi dengan orang yang lebih tua dan lebih terhormat. Hal inilah yang akan mendorong motivasi seseorang dalam menggunakan krama inggil.

Bagi kalangan muda yang berdialek ngapak, bahasa Jawa pada umumnya memang kurang dimengerti apalagi bahasa Jawa dalam krama inggil. Dialek ngapak yang memang cukup berbeda dengan bahasa Jawa pada umunya menjadi kendala untuk memahami krama inggil bagi kalangan muda yang berdialek ngapak. Namun bukan berarti bahasa jawa pada umunya lebih penting dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek ngapak. Tetapi justru dengan adanya variasi bahasa tersebut seharusnya kalangan muda mempunyai kesadaran yang lebih akan pentingnya menjaga dan melestarikan bahasa.

Kemudian hadir sebuah pertanyaan, seberapa penting penggunaan tingkatan bahasa Jawa khususnya krama inggil dalam masyarakat? Mungkin secara sekilas pertanyaan itu kurang penting untuk dibahas. Karena semakin bertambahnya tahun masyarakat mulai meninggalkan hal-hal yang lama dan berpindah ke kehidupan modern. Dan itu memang nyata bagi masyarakat yang kurang mencintai budaya.

Akan tetapi bagi masyarakat yang mencintai budaya seperti bahasa Jawa, pertanyaan itu menjadi hal penting untuk dibahas. Di desa saya, penggunaan bahasa Jawa dengan krama inggil memang masih banyak yang menggunakanya walaupun tidak semua kalangan. Mereka akan menilai sopan atau tidaknya seseorang melalui unggah-ungguh tersebut. Penggunaan krama inggil menjadi acuan untuk menilai seseorang. Seseorang akan dinilai baik buruknya dan sopan santunya oleh masyarakat melalui bahasa yang digunakanya. Hal ini mengacu pada semboyan jawa yaitu "Aji ning diri saka lathi" yang memiliki arti seseorang akan dihargai melalui ucapan atau perkataanya.

Oleh karena itu, kalangan muda yang berdialek ngapak harus memiliki kesadaran akan masalah penggunaan krama inggil dalam berunggah ungguh bahasa. Sebagai masyarakat tutur tentu harus menghargai bahasanya. Setidaknya menjaga dan melestarikanya dengan menggunakanya dalam keseharian. Menjadi wujud mencintai dan menghargai bahasa sebagai hasil dari budaya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun