Dilthey mendefinisikan hermeneutika sebagai dasar ilmu sosial kemanusiaan, dilthey mencoba mendasarkan ilmu-ilmu sosial kemanusiaan dengan metode interpretative, yang mana hermeneutika masuk kedalam wilayah ilmu filsafat melalui jalur peranan tokoh humanis renaisans, seperti Christian Wolff. Yang mana Hermeneutika di masukan kedalam cabang ilmu filsafat yang bertepatan dengan ilmu logika, sehingga terbentuklah jalan guna melepaskan dari bidang keagamann dan menjadi Hermeneutika Umum.
Menurut Gadame, Bahasa adalah lebih dari daripada suatu sistem, tanda-tanda saja, melainkan pendirian yang beranggapan demikian bisa juga menjadikan suatu kebahasaan, bertumpuan kepada sebuah teks atau kata dan memandang sebuah objek yang terlihat sebagaimana sesuatu yang kita pernah kenal lewat adanya sesuatu yang lain. tetapi objek dan teks atau sebuah kata tidak bisa di pisahkan satu dengan satu lainya antara teks dan objek, karena suatu objek bisa di definisikan dengan baik karena adanya suatu teks yang tercipta dengan sendirinya dalam alam bawah suatu objek tersebut. Seperti adanya suatu penggalam manusia kita tidak mulai dengan kata kata, antara kata kata dan benda sudah menjadikan kesatuan yang begitu erat, sehingga mencara suatu data sebetulnya tidak lain daripada mencari kata yang seakan akan melekat dengan objek suatu benda. Demikian juga dengan Bahasa dan pemikiran, bagi Gadamer membentuk suatu kesatuan yang sudah tertanam dan tidak bisa di pisahkan.
Kondisi Hermeneutika sendiri dalam lingkup sosial masyarakat atau kebudayaan mengartikan bahwasanya hermeneutika sebenarnya adalah kegiatan menafsirkan suatu teks untuk menemukan arti sesungguhnya dari makna teks dengan kata lain Suatu proses yang mana di tuntun oleh sebuah cara penafsiran yang lebih mendekati dari arti teks tertentu. Namun cara cara tersebut sering di tinggalkan karena hal ini yang di ingginkan adalah suatu hasil yang lebih baik, yaitu menemukan makna teks tersebut. misalnya karena adanya hal tersebut ada sebuah konfilk di ranah interpretasi. Contoh antara kalangan reformasi suatu golongan dengan golongan lain tentang adanya makna suatu teks yang di babarkan, sehingga cara dan dasar yang awalnya di andaikan begitu saja di dalam sebuah praktek menjadi di persoalkan, dengan adanya sebuah asas tersebut menjadikan persoalan yang bersifat eksplisit.
Namun sebenarnya ada kerumitan tersendiri yang baru muncul dalam keadaan sosial yang bersifat modernitas, seperti halnya di lihat dalam arti kata Hermeutika yang sebagai sebuah kegiataan atau kesibukan yang menyingkap makna arti dari sebuah teks. Sementara arti dari sebuah teks sendiri adalah menjaring makna atau sebuah struktur simbol-simbol dengan makna yang luas, Tindakan norma, sebuah mimik, tata arti dari sebuah nilai, isi pikiran, percakapan, benda benda kebudayaan, dst. karena selama yang berhubungan dengan manusia sendiri, itu dimaknai olehnya ( Manusia ). Oleh sebab itu adanyha kebudayaan, agama, masyarakat, negara bahkan yang ada di alam semesta ini, tidak lain bisa di mengerti karena adanya teks. jika demikian maka ilmu hermeneutika juga di perlukan karena untuk memahami semua itu.
Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwasanya kondisi kritis seperti itu tidak jauh dengan kondisi modernitas kita sendiri, yang mana ditandai dengan adanya sifat sekeptisisme atas praktek praktek modernitas yang ada, di dalam kondisi tersbut masyarakat bisa memunculkan pemikiran tentang Hermeneutika yang ada secara tidak langsung. Jadi pemikiran hermeneutika merupakan upaya untuk merefleksi kritis atas adanya sebuah cara yang tidak menentu yang di ciptakan dari praktek hermeneutika itu sendiri. dalam sebuah wilayah inilah hermeneutika menjadi sebuah metode dalam konteks modernitas masyarakat. Pemikiran yang muncul dalam kontek tersebut bisa di jumpai di dalam wilayah hermeneutika filosofis. Seperti yang di katakana oleh Merleau Ponty Man is condemned to meaning, kita tidak bisa bereksistensi di luar sebuah sistem pemaknaan. dalam arti tersebut, suatu ketidakbermaknaan pun menjadi objek pemaknaan.
Dalam cakupan masyarakat majmuk yang mengalami demokratisasi dan globalitas masyarakat, memahami suatu hal atau menafsirkan menjai tidak terelakkan, seperti munculnya aksi kelompok garis keras. Kesalahpahaman yang di alami masyarakat atau suatu golongan menjadi ketidaksepemahaman menunjukkan bagaimana masyarakat di haruskan memahami kopleksitas baru untuk dapat hidup damai. banyak problem yang menegaskan kita untuk memahami hal tersebut karena untuk menjamin kehidupan yang damai, seperti adanya suatu permasalahan di wilayah hak asasi manusia kita di tuntun untuk bisa memahami lebih lanjut lagi di dalam problem tersebtu dan adanya orientasi seksual dan masih banyak problem yang harus kita pahami guna untuk menjamin yang lebih baik. Ketidaksepemahaman yang paling dominan dalam suatu kasus tidak juga bisa melenyapkan fakta fakta yang ada bahwasanya masyarakat kontemporer mencari suatu pemahaman yang lebih dalam lagi. kalaupun memahami hal tersebut merasa tidak mungkin., oleh sebab itu semua hal di dalam kehidupan ini perlu juga untuk di pahami, sekurangnya bisa mencoba memahami Batasan manusia dari pemahaman itu sendiri.
Ketika fokis hermeneutika di definisikan sebagai cakupan fenomenologi umum dan bersifat khusus dari peristiwa interpretasi teks, maka tentunya juga ruang wilayah yang mencakupinya secara langsung juga berkembang sangat luas, meskipun begitu, problem yang di peroleh dari hermeneutika tidak dapat menyalahi sendiri sebagai suatu bidang yang tertupuk, karena hal tersebut menimbang akan meluasnya cakupan sebuah fenomenologi umum tersebut, dengan adanya minat yang sangat besar yang di timbulkan masyarakat dalam bersosial yang di pelopori oleh Sebagian tokoh intelektual. yakni seperti, Gadamer, batty, Ricoeur dan Hedegger, ada harapan yang cerah untuk menyongsong keilmuan yang baru. Hermeneutika menjadikan babak awal yang mana menjadi disiplin ilmu yang baik dan beberapa ilmu perlu di eksplor lebih lanjut lagi dengan teori hermeneutika, seperti filsafat Bahasa, sosiologi, analisis logika dan liguistik. tidak terlambat juga bahwasanya fenomenologi Bahasa juga di perlukan bagi Hermeneutika dan dalam perkembangan filsafat sekarang ini karena adanya  ilmu tersebut sangat di perlukan bagi ilmu hermeneutika.
Bahkan dalam perkembangan yang selanjutnya ini pada masa ini banyak tokoh intelektual yang mengambil refrensi dari metode-metode yang di tawarkan oleh ilmu Hermeneutika ini, karena untuk mendekati persoalan yang di beberkan . Hermeneutika di jadikan suatu alat dalam melihat lebih dalam lagi suatu doktrin-doktrin yang kebanyakan di suguhkan pada zaman ini dan mengharapkan ada makna-makna yang baru, kontekstual dan bersifat kompatibel dalam menjawab permasalahan pada zaman dewasa ini.
SUMBER:Â
      1, J, Sudarminta. 2002. Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Penggetahuaan.Yogyakarta: Penerbit PT Kanisus.
      2. F. Budi Hardiman. 2015. Seni Memahami, Hermeneutika Dari Schleiermacher Sampai Derrida. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisus.