Intelegensi menjadi bahasa umum yang digunakan oleh masyarakat, akan tetapi sebagian lain lebih mengenal istilah kecerdasan, kepandaian, keterampilan dan kecerdikan, atau istilah lain yang pada dasarnya memiliki kesamaan makna. Taraf intelegensi sering dikaitkan dengan penentuan anatar cepat atau lambatnya seseorang dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang dihadapinya.
Ada orang yang  menyelesaikan tugas atau pekerjaannya dengan cepat, terampil, dan cekatan dalam waktu yang relatif singkat. Ada pula orang yang lamban dan tidak dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. Hakikat intelegensi menurut para ahli sangat bervariasi, sebab belum ada kesesuaian dari berbagai pendapat yang dikemukakan.
Seperti, Terman yang mengutarakan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak. Pendapat lain dari Thorndike yang manyatakan bahwa intelegensi merupakan kemampuan individu untuk memberikan respon yang tepat terhadap stimulasi yang diperolehnya, contohnya orang yang mengatakan "meja" ketika melihat sebuah benda berkaki empat dan memiliki permukaan datar. Sehingga semakin banyak koneksi semacam itu dimiliki seseorang, maka taraf intelegensi orang tersebut semakin baik.
Kemudian pendapat dari Wechlsler, intelegensi merupakan kemampuan dalam bertindak dengan mencapai suatu tujuan untuk berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara efektif. Sedangkan pendapat lain datang dari Breckenridge dan Vincent yang menyatakan bahwa "intelegensi yaitu kemampuan seseorang untuk belajar, menyesuaikan diri, dan memecahkan masalah baru".
Melalui beberapa pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa pengertian intelegensi yaitu suatu kemampuan untuk mencapai prestasi di bidang pendidikan (sekolah).
Intelegensi atau kecerdasan menurut Howard Gardner terpecah menjadi 8 macam. Pembagian tersebut dikenal dengan istilah Multiple Intelligences atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan "Kecerdasan Majemuk".
Kecerdasan majemuk merupakan teori kecerdasan yang menegaskan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau nakal di dunia ini. Teori ini memandang kecerdasan tidak hanya pada kecerdasan intelektual saja. Akan tetapi, ada kecerdasan-kecerdasan lain yang berpotensi dimiliki oleh setiap individu. Adapun yang tergolong ke dalam kecerdasan majemuk yaitu, kecerdasan bahasa, logika matematika, musikal, kinestetik, spasial, naturalis, interpersonal, dan intrapersonal. Berikut penjelasan mengenai masing-masing kecerdasan.
Kecerdasan linguistik, merupakan bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan kepekaan pada bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa. Ruang lingkup kecerdasan ini meliputi kemampuan dalam membaca, menyimak, menulis, berdiskusi, berargumentasi, dan berdebat.
Kecerdasan logika matematika, kecerdasan ini berkaitan dengan anga dan logika. Seperti seseorang yang mempunyai kepekaan dalam memahami berbagai pola logis dan numeris, serta kemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kemampuan yang umumnya dimiliki seseorang dengan kecerdasan ini, seputar berhitung, menalar, berpikir logis, dan memecahkan masalah.
Kecerdasan visual-spasial, kecerdasan ini berkaitan dengan ruang dan bentuk (gambar). Maknanya kecerdasan ini mengarah kepada kemampuan memvisualisasikan gambar atau benda tertentu ke dalam pikiran seseorang. Seseorang dengan kecerdasan ini, akan lebih peka dalam membayangkan dunia gambar atau ruang secara akurat. Selain itu adapun kemampuan yang sering ditunjukkan, yaitu menggambar, memotret, membuat patung, dan mendesain.
Kecerdasan musikal, melibatkan pada kemampuan seseorang dalam mengenali dan menggunakan nada dan ritme, serta kepekaan terhadap bunyi atau suara. Kemampuan musikal biasanya ditunjukkan degan pendai menyanyikan atau melantunkan lagu-lagu dengan berbagai kreasi nada. Kecerdasan ini sangat berhubungan dengan kemapuan mendengar nada dari sumber bunyi atau berbagai alat musik, hingga kemampuan dalam menciptakan lagu.
Kecerdasan kinestetis, berhubungan dengan kemampuan mengontrol gerak tubuh dan kemahiran dalam respon, refleks, dan mengolah objek. Maknanya, kecerdasan ini cenderung pada kemampuan motorik atau gerak tubuh. Contohnya, seperti menari, berlari, dan bermain bola.
Kecerdasan naturalis, berkaitan dengan keahlian dalam membedakan anggota-anggota spesies, mengenali eksistensi spesies lain dan memetakan hubungan antara beberapa spesies, secara formal maupun non-formal. Pengertian lain, yaitu kecerdasan dalam memahami lingkungan alam di sekitarnya, seperti meneliti berbagai gejala alam, mengklasifikasi, serta mengidentifikasi berbagai kejadian alam.
Kecerdasan interpersonal, yaitu berkaitan dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi dengan orang lain. Dapat pula artikan dengan kepekaan mencerna dan merespons secara tepat sesuai hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain. Misal, kemampuan bergaul dengan orang lain, menjadi pemimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, dan memiliki empati yang tinggi.
Kecerdasan interapersonal, yaitu bentuk kecerdasan dengan kemampuan memahami perasaan diri sendiri, membedakan emosi, dan pengetahuan mengenai kelemahan dan kekuatan yang dimilki. Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan dalam mengendalikan pemahaman terhadap aspek internal, seperti perasaan, proses berpikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual. Secara garis besar, yakni kemampuan seseorang dalam mengenali diri sendiri secara mendalam dan sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup.
Setelah membahas berbagai macam intelegensi, pembahasan selanjutnya mengenai IQ (Intelligence Quotient). Istilah IQ diperkenalkan pertama kali oleh ahli psikologi berkebangsaan Jerman yang bernama William Stern pada tahun 1912. Kemudian Lewis Madison Terman, yang merupakan seorang ahli psikologi dari Amerika, menerbitkan revisi tes Binet pada tahun 1916, dan secara resmi istilah IQ mulai dipergunakan.
Menyatakan tinggi atau rendahnya tingkat intelegensi individu yaitu dengan menterjemahkan hasil intelegensi ke dalam angka. Angka yang diperoleh dapat digunakan sebagai petunjuk mengenai kedudukan  atau tingkat kecerdasan seseorang yang kemudia dibandingkan secara relatif terhadap suatu angka normatif.
Saifudin Azwar berpendapat bahwa secara tradisional angka normatif dari hasil tes intelegensi dinyatakan dengan rasio (Quotient) dan disebut dengan Intelligence Quotient (IQ). Umumnya tes intelegensi yang diberikan di sekolah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu tes umum dan tes khusus.
Tes umum (General Ability test) disajikan berbagai soal mengenai bidang penggunaan bahasa, manipulasi bilangan, dan pengamatan ruang. Sedangkan, Tes khusus (Spesific Ability Test/ Spesific Aptitude Test) menyajikan berbagai soal yang terarah, sebagai upaya penyelidikan apakah siswa tersebut memuliki bakat khusus pada suatu bidang tertentu, seperti matematika, bahasa, atau ketajaman pengamatan dan sebagainya.
Hasil dari tes tadi, akan diaporkan dalam bentuk IQ (Intelligence Quotient), berupa angka yang diperoleh setelah seluruh jawaban dari seluruh soal tes diolah. Angka tersebut merefleksikan taraf intelegensi siswa atau peserta tes. Semakin tinggi angka yang diperoleh, maka semakin tinggi pula taraf intelegensinya. Sehingga dapat dimengerti bahwa IQ merupakan bentuk dari hasil tes intelegensi yang berupa angka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H