Masih dalam suasana Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati tanggal 21 Februari tiap tahunnya.
Membuatku ingin berbagi tentang tontonan terakhirku di tahun 2018 kemarin -which is 2 bulan yang lalu.
Yup, Aquaman. Film yang diangkat dari komik DC tahun 1941 ini cukul berhasil memberi warna baru dalam industri perfilman, khususnya life action.Â
Pemilihan Jason Momoa sebagai tokoh utama (Arthur Curry, Aquaman) mengesankan karakter yang tangguh dan badass rupanya menjadi polemik dikalangan pembaca sebab dalam beberapa sumber menyatakan bahwa karakter yang dibangun dalam film berbeda dengan versi komiknya.
Mungkin karena dalam perjalanannya, Aquaman mendapat masukan segar dan menjadikannya evaluasi dalam film.
Meski demikian, James Wan, sang sutradara tetap menghadirkan sosok Aquaman yang merupakan keturunan penguasa Atlantis. Dengan menghadirkan visual setting laut yang atraktif dan menakjubkan.
Dalam alurnya, konflik bukan hanya muncul karena hak atas tahta dan kekuasaan atas tujuh lautan. Melainkan mengangkat masalah sentral lingkungan saat ini, yakni pencemaran sampah di laut.
Dimana 'dunia bawah' (bangsa Atlantis) sudah muak dengan perilaku merugikan 'dunia atas', sehingga berrencana menenggelamkan mereka semua.
Bagiku pribadi, hal ini merupakan jalan yang baik dala menumbuhkan -atau setidaknya menyadarkan umat manusia, sebagai penduduk Bumi atau dalam Al-Qur'an disebut khalifah fil ardh(pemimpin di bumi) untuk merenungkan eksistensi kita ditengah persoalan sampah yang terus menggelinding bak bola salju.
Oya, konflik lain yang terjadi adalah seputar cinta. Kebanyakan cinta sejati dalam ikatan keluarga. Konflik batin yang terjadi karena Anak harus jauh dengan ibunya juga suami yang tak kunjung berjumpa istrinya, Atlanna (Ratu Atlantis sekaligus ibu Arthur).
Kisah yang terjadi antara kedua orangtua Arthur juga menggambarkan bahwa meski hanya seorang penjaga mercusuar, meski beda 'dunia' sekalipun kekuatan cinta tetap tidak akan lenyap. Bahkan dapat semakin kuat karena ujian dan rintangan yang ada.