Mohon tunggu...
Aqiella Fadia Rizqi
Aqiella Fadia Rizqi Mohon Tunggu... Freelancer - Imperfect Zero Waste Fighter

Bumi, yang kuat ya

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Dibalik Pekerjaan Migas, "Jangan Sampai Seperti Bapak, Nak"

4 Januari 2017   10:58 Diperbarui: 4 Januari 2017   11:08 3990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://dp-bbmterbaru.blogspot.co.id/

Jika membahas tentang perminyakan atau migas, pasti banyak yang sudah membayangkan betapa enaknya “minyak bumi itu mahal.. kerja di sana pasti gajinya gede” “gaji orang biasa sebulan mah sebanding gaji orang migas sehari” “naiknya mobil semua, mobilnya mahal semua, ruangannya ber AC” “jadi pengen kerja bidang migas”.... Stop!!

Jika kalian memandang demikian, berarti kalian hanya melihat orang-orang kantor di perusahaan migas. Yang pakaiannya rapi setiap hari, sepatu mengkilat, rambut kelimis setiap saat, gajinya gak karuan mahalnya, calon suami idaman banget deh pokoknya.

Itu baru orang kantoran migas, kayak karyawan kantor lain, pakaiannya dituntut rapi. Apa kalian gak sadar? Siapa yang bikin pipa-pipa itu menyambung, tangki-tangki minyak berjajar, yang ngerubah lahan kosong jadi bangunan raksasa nan megah? Mereka adalah welder yang berkolaborasi dengan helpernya, yang jumlahnya lebih banyak daripada orang-orang kantoran migas.

Welder? Mungkin masih ada yang asing dengan posisi ini. Kalau dicari di kamus bahasa inggris, arti bahasa Indonesianya itu pengelas/tukang las! Masih bayangin kalo pekerja migas itu rapi-rapi nan klimis? Masih pengen kerja di sana? Lowongan paling banyak juga bukan di posisi ‘berjas nan klimis’.

Nasib kuli naik lif antri telat dimarahi (facebook)
Nasib kuli naik lif antri telat dimarahi (facebook)
Dibalik gemerlapnya dunia perminyakan, fakta lama juga belum berubah. Beberapa keadaan yang dihadapi ‘kalangan bawah’ migas sebagai berikut.

Gaji Gede, Resiko Lebih Gede

Hal ini bisa disebut hukum alam. Suatu pekerjaan yang memiliki kesulitan atau resiko yang tinggi pasti akan menyebabkan orang-orang enggan mengerjakannya jika yang didapat (red: upah) sepadan dengan pekerjaan yang lebih ringan. Ya wajar saja kalau kerja di bidang ini upahnya besar, karena resiko di dalamnya sangat besar.

(facebook)
(facebook)
Bayangin aja pipa segede dan setebel itu berat kayak gimana. Jika ada karyawan lapangan yang meninggal di proyek, itu bukan hal mengejutkan lagi. Tertimpa pipa lah, kebanyakan ngirup gas beracun lah, jatuh dari gedung lah, beragam lah pokoknya.

Jauh dari Keluarga

Pasti  terjadi, karena lapangan kerja atau proyek perminyakan tidak dapat di sembarang tempat, proyek pasti didirikan di tempat yang banyak minyaknya, dan itu kebanyakan panas lingkungannya. Kalau proyek habis, cari lagi yang lain dan seterusnya. Sehingga sudah menjadi kebiasaan tersendiri bagi mereka. Bahkan kalau terlalu lama 'dekat' dengan keluarga, berarti mereka nganggur! atau paling tidak memang mengajak serta keluarga untuk bermukim di dekat tempat proyeknya berada, supaya bisa selalu bersama. 

Berhadapkan Api, Bertemankan Alkohol

Lingkungan yang tidak pernah dingin menyebabkan karyawan lapangan telah bersahabat dengan segala sesuatu yang panas dan keras. Jauh dari keluarga, alkohol merupakan salah satu hiburan 'wajib'. Walaupun begitu, tidak dapat dipastikan semua karyawan ini pernah atau hobi 'alkohol'. Kebanyakan mungkin mereka yang senior. Ya biasalah.. 'senior sudah berpengalaman'.

Saya menuliskan ini berdasarkan apa yang saya lihat dan saya rasakan. Foto-foto yang saya gunakan mengambil langsung dari salah satu welder senior di Indonesia, bapak saya. Beliau selalu berpesan kepada anak-anaknya, khususnya adik saya, karena dia laki-laki "di masa depan, janganlah mencari pekerjaan seperti bapak. Terlalu berat, dek".

http://dp-bbmterbaru.blogspot.co.id/
http://dp-bbmterbaru.blogspot.co.id/
Tapi kami tetap bangga jadi anaknya bapak Nanang Sumantri yang lahir di Surabaya, 01 April 1972. Dengan segala 'tantangan' di bidang kerja, beliau tetap dapat menafkahi keluarga, dengan uang halal hasil peluh keringatnya. #BigHug for You Bapak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun