Hari pertama sekolah, jangan lupa bahagia! Khusus untuk para pejuang UN,sudah sejauh mana persiapanmu?
Selain Ujian Nasional, kebanyakan siswa kelas 3 SMA kini sudah harus mulai memperhatikan masa depan mereka. Masa depan yang paaaling nampak di depan mata, yaitu jenjang setelah SMA. Entah itu kuliah, kerja, menikah, atau rencana lain,pasti sudah ada di angan-angan masing-masing, bukan?
Namun tidak dapat dipungkiri jika praktek ‘pemaksaan’ ini masih saja ada,walaupun tidak seramai dulu. Biasanya pemaksaan masih terjadi oleh orangtua didesa-desa, yang -maaf sebelumnya- latar belakang pendidikan yang tidak tinggi dan pengetahuan yang kurang. Mungkin bagi orangtua, -lebih-lebih seorang bapak- biasanya tidak setuju jika dibilang ‘memaksa’, “tidak, bapak tidak memaksa, hanya mengharuskan pilihan terbaik dari bapak ini” -_-. Tetapi apa boleh buat, kalau tidak nurut nanti dibilang durhaka.
Ketahuilah, nak! Berikut beberapa pertimbangan orangtua ketika mengharuskan anaknya untuk mengambil kuliah dengan jurusan pilihan mereka:
Dibanding Pilihan Kita, Pilihan Orangtua Lebih Menjanjikan
Apa sih tujuannya kuliah? Menambah ilmu? Menghilangkan kebodohan? Sama saja dong dengan sekolah. Tujuan kuliah –yang paling realistis- adalah untuk mendapat gelar, yang selanjutnya 'memudahkan' kita untuk bekerja. Untuk memilih jurusan apa kita nantinya, kita sendiri pun pasti sudah mulai membayangkan dan meraba-rabanya. Kebanyakan anak memilih jurusan berdasarkan minat mereka, desain, misal, jika mereka menaruh minat pada seni. Sedangkan orangtua lebih melihat pada realitanya jika, mungkin, jurusan yang kita pilih itu pada akhirnya akan banyak menganggur, sedangkan jurusan yang dipilih orangtua lebih jelas memudahkan kita dapat kerja, misal arsitektur, “daripada desain kain mending desain bangunan, lebih mahal”, dengan pembangunan yang makin hari makin pesat, seorang arsitek pasti dibutuhkan.
Pandangan Orangtua Terhadap Jurusan Tersebut
Orangtua tidak akan sembarangan memilih. Orangtua sudah banyak makan garam, lebih pengalaman. Walaupun mungkin tidak pernah merasakan bangku perkuliahan, orangtua bisa menyatakan jurusan itu baik atau buruk berdasarkan yang mereka ketahui dari berbagai sumber. Biasanya mereka mengharuskan karena apa yang mereka ketahui tentang lulusan-lulusan dari jurusan terkait, kebanyakan ‘lebih mudah’ mendapatkan kerja. Misalnya jurusan Kedokteran, ketika mendengar namanya saja pasti sudah terbayangkan ketika lulus besok akan jadi dokter. Mengingat dokter sendiri yang jumlahnya masih kurang untuk menangani masalah-masalah kesehatan di Indonesia. Maka orangtua berinisiatif mengharuskan anaknya masuk Kedokteran karena ingin turut serta mengatasi kekurangan tenaga medis di Indonesia kita tercinta ini.
Kemampuan Finansial, Tuntutan Melanjutkan Usaha
Orangtua dengan tingkat ekonomi tinggi biasanya -seperti di cerita-cerita(sinetron, film)-, menghendaki anaknya meneruskan usaha yang dimiliki keluarga. Sehingga mengharuskan anaknya kuliah di bidang yang bersangkutan dengan usaha tersebut. Bahkan hingga mendaftarkan anaknya di universitas ternama di dalam ataupun luar negeri agar benar-benar dapat dipersiapkan untuk masa depan usaha keluarga. “kalo nggak anak-anaknya, siapa lagi yang mau meneruskan usaha ini? Tega amat anak gak mau nerusin, ini kan buah kegigihan orangtua di masa lampau hingga sampai bisa menghidupi kamu, nak. gak tau terima kasih!” dalem bangeeet...
Kalau sudah begini, anak juga pasti dilema. Sedangkan untuk orangtua,berikut mungkin bisa memberi sedikit gambaran mengapa anak Anda tidak ingin mengikuti keinginan baik Anda untuk memilihkan jurusan yang menurut Anda baik untuknya.
Pilihan Orangtua Bukan Minat Anak
Alasan yang paling populer, dan memang itu kenyataannya. Walaupun tidak semua demikian, ada juga anak yang awalnya dipaksa, dengan ikhlas mengikuti dan pada akhirnya berhasil. Namun banyak pula yang ditengah jalan merasa keberatan, sehingga pindah jurusan minimal, meneruskan tapi juga tersiksa, jadi serba salah pokoknya (baca juga: Salah Jurusan, Memulai dari Awal atau Melanjutkan yang Salah). Lebih parah, anak tidak dapat mengaplikasikan hasil ‘kuliah paksaan’nya sehingga terkesan jadi percuma (waktu, tenaga, dana, dan segala hal yang telah diluangkan selama itu).
Kuliah, Dana dari Orangtua, Untuk Semua
Kebanyakan calon mahasiswa (red: anak) masih dibiayai oleh orangtuanya. Sehingga anak haruslah mengikuti aturan ‘sang pemegang anggaran’. Namun, apa yang didapat anak di perkuliahan bukan hanya dirasakan orangtua, melainkan semua orang yang ada di kehidupannya sekarang (keluarga, masyarakat setempat, dst) ataupun orang yang akan ada di kehidupannya nanti (pasangan hidup, mertua, anaknya,dst), dan yang paling utama ya yang kuliah lah.
Misal, anak perempuan 'diharuskan' kuliah teknik oleh orangtua, padahal minatnya di pendidikan. Kemungkinan buruknya, jika si anak perempuan ini sudah menikah, punya anak, dan ternyata harus mengurus anak di rumah, suami yang kerja, setidaknya dia bisa menerapkan hasil perkuliahannya ketika mendidik anaknya. Jika dia mendapatkan kesempatan kuliah di pendidikan, alangkah efektifnya didikan ibu ini. Walaupun semua kembali juga pada kepribadian masing-masing.
Kuliah Tidak Melulu Soal Kerja (red:Uang)
Memang benar tujuan kuliah adalah, salah satunya, untuk mendapatkan pekerjaan yang selanjutnya bisa dapat gaji yang tinggi. Tetapi apakah hanya itu? kan tidak. Jika hanya untuk mendapatkan uang, mengapa setelah lulus SMA harus kuliah yang tentunya menghabiskan uang, mengapa tidak langsung bekerja, pasti dapat gaji, walaupun tidak begitu tinggi, namun sebagai awal sudah bisa dibilang cukup. Untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, dengan atau tanpa kuliah semua butuh proses.
Mendapatkan kerja setelah lulus kuliah bukan tujuan akhir. Segala sesuatu yang kita dapat di bangku kuliah haruslah dapat dimanfaatkan guna kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu, ‘memaksa’ anak untuk melanjutkan kuliah di bidang tertentu, yang bukan minat mereka, bukan hal yang buruk. Tetapi...akan lebih baik lagi jika itu tidak perlu dilakukan. Cukup memberi pengarahan sudah dapat menjadi bentuk perhatian yang baik untuk anak, toh mereka yang akan kuliah berarti haruslah sudah mampu membedakan baik dan buruk dari apa yang akan terjadi pada mereka. Jika perlu, diskusikan masalah pemilihan jurusan ini dengan keluarga lain, yang mungkin bisa lebih objektif pandangannya. Lebih dalam lagi, mintalah petunjuk Tuhan yang tidak akan salah memberikan petunjuk bagi setiap hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H