Mohon tunggu...
Ahmad Fadhil Imran
Ahmad Fadhil Imran Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langit, Laut, dan Tanah

3 Februari 2017   13:49 Diperbarui: 3 Februari 2017   14:10 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen Karangan Ahmad Fadhil Imran tentang Manusia dan Alam

Suatu waktu entah kapan, telah terjadi atau bahkan bisa pula baru akan terjadi. Dimulai dari semua alam Bumi sama-sama memberikan cemoohannya melihat ulah penghuni Bumi makhluk hidup yang bernama Manusia, yang mempengaruhi kebahagiaan semua alam di Bumi.

Waktu itu Bumi dipenuhi tiga Alam raksasa yang bersaudara. Tiga elemen bumi ini tidak pernah dipertemukan terkecuali Laut dan Tanah, sedangkan Langit yang sekian lamanya sudah beribu-ribu tahun selalu sendiri dan tidak pernah dipertemukan dengan kedua saudaranya Laut dan Tanah. Mereka bertata rapi dan indah beraturan, menjawab rahasia alam yang penuh dengan teka-teki.

Pada suatu waktu, mereka hendak dipertemukan, Laut dan Tanah yang sering kali berjumpa, bercanda bahkan bercerita. Langit pada malam hari, ditengah-tengah kesunyian sepi, semua makhluk tertidur dan tidak menyaksikan peristiwa langkah pada saat itu. Ia turun dari atas dan secara pelan-pelan ia turun dengan hembusan angin dari atas yang mengawalnya, bergayuh  dengan hening mendatangi Laut dan Tanah. 2 sejoli Laut dan Tanah pun menyaksikan peristiwa langkah itu, mereka di datangi oleh Langit yang sekian lama berada diatas tinggal bersama awan hitam maupun putih dan diindahkan oleh pelangi sewaktu-waktu.

Langit tiba dengan hentakkan kakinya yang tenang, Laut dan Tanah pun menyambutnya.

“Hai Laut, hai Tanah”, sapa Langit.

“Hai juga Langit”, Laut dan Tanah membalas sapa penuh tanda tanya karena tidak ada angin kencang  atau bumi libur berputar dalam rotasinya Langit tiba-tiba datang.

“Kenapa kalian bengong wahai Laut dan Tanah”? tanya Langit.

“Kami tiba-tiba saja heran melihat kehadiranmu yang secara tiba-tiba, apakah kau tak khawatir ketika makhluk bumi ini menyaksikan dengan melihat keatas dan tanpa kehadiranmu diatas sana?” Jawab Tanah dan memberikan pertanyaan kembali. “Kalian tidak usah merasa takut, saya turun kebawah heran melihat kondisi kalian ini dari atas, tahun ketahun warna dan bentuk kalian berubah ketika ku memandang kebawah, saya tidak lama, hanya ingin membutuhkan jawaban dari keheranan saya tadi wahai Laut dan Tanah”.

Jawab Langit dan memberikan pertanyaan pula kepada Laut dan Tanah.

Pembicaraan mereka bertiga sangat serius dan seakan-akan itu adalah hanya sekali terjadi, setelah Laut dan Tanah diberikan pertanyaan dari Langit, mereka satu sama lain saling melihat seakan-akan ingin menutupi sesuatu hal. Tapi dengan lugas Laut menjawab, “Sebenarnya aku sangat sulit menjawab, karena walaupun aku menceritakannya, kau tidak akan rasakan apa yang aku alami selama ini Langit.Makhluk bernama manusia seringkali memberdayakan tubuhku, menindih tubuhku, bahkan mengombang ambing tubuhku dengan seenaknya. Manusia menikmatiku dengan cumbu namun setelah itu aku di tindih dengan bangunan-bangunan yang menghilangkan estetika dalam diriku, inilah sebabnya aku berubah bentuk tanpa kuhendeki. Aku berkali-kali memberikan mereka teguran namun manusia-manuisa itu abai, kuberikan tsunami bahkan kutenggelamkan mereka.”Jawab Laut dengan murungnya.

Tak tinggal diam, Tanah pun tanpa basa basi menjawab dengan nada lelah tak memiliki rasa semangat, “Aku lebih tersiksa karena ulah makhluk yang bernama manusia. aku sebenarnya sangat merasa berat, manusia yang hidup ditubuhku sudah banyak jumlahnya, hingga milyaran. Mereka hidup dan tinggal di 5 benua dan ribuan pulau, karena ulah manusia lagi yang dipenuhi nafsu keserakahan. Dulu rambutku hijau indah berhamparan, setelah banyak manusia, rambutku dicukur tanpa tebang pilih menggunakan mesin-mesin dan pembakaran, setelah ditebangi mereka tidak menanaminya lagi justru dibanguni tempat-tempat yang sebentar lagi akan mencakarmu wahai Langit. Tidak hanya itu, aku pun terkadang menjerit kesakitan ketika manusia-manusia itu mengeruk perutku dengan tambang tanpa henti, aku dirampas dan diperebutkan sehingga mereka sendiri yang saling mencela, menggusur saudaranya sendiri, parahnya mereka sendiri yang saling menghancurkan”.

Jawaban Tanah yang tadinya emosi tiba-tiba ia merasa kesakitan dan anehnya terluka.

Laut pun bertanya “ kamu kenapa Tanah? Manusia berulah lagi?”.

Dengan suara jeritan Tanah pun menjawab dengan tersiksa kesakitan, “Manusia kembali berulah, suara ledakan bom terdengar di Palestina, dan melukai tubuhku. Mirisnya karena manusia itu ledakkan saudaranya sendiri. Inilah sebabnya wujudku semakin lama semakin berubah wahai Langit, aku pun seringkali memberikan mereka teguran, kuberikan mereka gempa, longsor, bahkan kuhilangkan mereka dalam sesat ketika menganggapku remeh.”

Langit terdiam dan bengong mendengarkan penjelasan hebat yang mencekam dari mulut Laut dan Tanah, ia terpaku mendengar dan berkata, “Hidup Manusia sangatlah sia-sia apa bila tak menjaga kalian berdua, aku pun sebenarnya harus pula berhati-hati, karena jantungku sudah mau bocor dikarenakan asap yang sangat banyak setiap hari setiap waktu dari manusia. Mereka tak memikirkan hidupnya mereka kelak suatu saat nanti, aku pun akan memberikan teguran kepada mereka ketika ulahnya tidak berubah”.

“Sudahlah jangan bersedih apalagi murkah, suatu saat mereka pasti akan sadar dan mau menjaga kita lagi”. Ucap Tanah.

Mereka saling bercerita tentang ulah manusia, membuat Laut dan Tanah tetap bertahan menyaksikan kelakuan makhluk bernama manusia yang selalu bangga dengan dosa-dosanya yang dilakukan, sekalipun alam sudah menampakkan lelah dan murkah.

Langit akhirnya berucap pamit kepada Laut dan Tanah, “Matahari sudah ingin menampakkan dirinya, aku harus kembali keatas, semoga manusia bisa mengambil pelajaran dari setiap teguran-teguran yang telah kita berikan, dan saya pamit. Mudah-mudahan kita bisa dipertemukan kembali disela-sela kewajiban kita dalam menjalankan fungsi kita masing-masing selaku penghuni Bumi”.

Dan tak terasa waktu terus berputar, malam yang panjang membuat Langit harus kembali ke tempatnya untuk menjadi pagi. Ia pun berpisah dengan Laut dan Tanah, sedangkan Laut dan Tanah tetap bersama memenuhi kehidupan manusia.

Keluh kesah Mereka menjadi pelajaran penting bagi manusia agar selalu menjaga dan menyayanginya, agar mereka bisa hidup lestari, dan tidak ada lagi korban dari kemarahan mereka, sebab nafsu akan keserakahan manusia sendirilah yang mengakibatkan berbagai musibah dan bencana hadir ditengah-tengah kita.

Makassar, 03 Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun