Tak tinggal diam, Tanah pun tanpa basa basi menjawab dengan nada lelah tak memiliki rasa semangat, “Aku lebih tersiksa karena ulah makhluk yang bernama manusia. aku sebenarnya sangat merasa berat, manusia yang hidup ditubuhku sudah banyak jumlahnya, hingga milyaran. Mereka hidup dan tinggal di 5 benua dan ribuan pulau, karena ulah manusia lagi yang dipenuhi nafsu keserakahan. Dulu rambutku hijau indah berhamparan, setelah banyak manusia, rambutku dicukur tanpa tebang pilih menggunakan mesin-mesin dan pembakaran, setelah ditebangi mereka tidak menanaminya lagi justru dibanguni tempat-tempat yang sebentar lagi akan mencakarmu wahai Langit. Tidak hanya itu, aku pun terkadang menjerit kesakitan ketika manusia-manusia itu mengeruk perutku dengan tambang tanpa henti, aku dirampas dan diperebutkan sehingga mereka sendiri yang saling mencela, menggusur saudaranya sendiri, parahnya mereka sendiri yang saling menghancurkan”.
Jawaban Tanah yang tadinya emosi tiba-tiba ia merasa kesakitan dan anehnya terluka.
Laut pun bertanya “ kamu kenapa Tanah? Manusia berulah lagi?”.
Dengan suara jeritan Tanah pun menjawab dengan tersiksa kesakitan, “Manusia kembali berulah, suara ledakan bom terdengar di Palestina, dan melukai tubuhku. Mirisnya karena manusia itu ledakkan saudaranya sendiri. Inilah sebabnya wujudku semakin lama semakin berubah wahai Langit, aku pun seringkali memberikan mereka teguran, kuberikan mereka gempa, longsor, bahkan kuhilangkan mereka dalam sesat ketika menganggapku remeh.”
Langit terdiam dan bengong mendengarkan penjelasan hebat yang mencekam dari mulut Laut dan Tanah, ia terpaku mendengar dan berkata, “Hidup Manusia sangatlah sia-sia apa bila tak menjaga kalian berdua, aku pun sebenarnya harus pula berhati-hati, karena jantungku sudah mau bocor dikarenakan asap yang sangat banyak setiap hari setiap waktu dari manusia. Mereka tak memikirkan hidupnya mereka kelak suatu saat nanti, aku pun akan memberikan teguran kepada mereka ketika ulahnya tidak berubah”.
“Sudahlah jangan bersedih apalagi murkah, suatu saat mereka pasti akan sadar dan mau menjaga kita lagi”. Ucap Tanah.
Mereka saling bercerita tentang ulah manusia, membuat Laut dan Tanah tetap bertahan menyaksikan kelakuan makhluk bernama manusia yang selalu bangga dengan dosa-dosanya yang dilakukan, sekalipun alam sudah menampakkan lelah dan murkah.
Langit akhirnya berucap pamit kepada Laut dan Tanah, “Matahari sudah ingin menampakkan dirinya, aku harus kembali keatas, semoga manusia bisa mengambil pelajaran dari setiap teguran-teguran yang telah kita berikan, dan saya pamit. Mudah-mudahan kita bisa dipertemukan kembali disela-sela kewajiban kita dalam menjalankan fungsi kita masing-masing selaku penghuni Bumi”.
Dan tak terasa waktu terus berputar, malam yang panjang membuat Langit harus kembali ke tempatnya untuk menjadi pagi. Ia pun berpisah dengan Laut dan Tanah, sedangkan Laut dan Tanah tetap bersama memenuhi kehidupan manusia.
Keluh kesah Mereka menjadi pelajaran penting bagi manusia agar selalu menjaga dan menyayanginya, agar mereka bisa hidup lestari, dan tidak ada lagi korban dari kemarahan mereka, sebab nafsu akan keserakahan manusia sendirilah yang mengakibatkan berbagai musibah dan bencana hadir ditengah-tengah kita.
Makassar, 03 Februari 2017