Mohon tunggu...
Avizena Zen
Avizena Zen Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, Blogger, Penulis konten, dan Penerjemah bahasa Inggris

Penulis buku Kakeibo. Blogger. Hobi menulis, memasak, dan menggambar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Natura, Kota Terakhir di Bumi

15 Juli 2024   13:51 Diperbarui: 15 Juli 2024   13:53 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pexels

"Kau yakin tak mau ikut?"

Suara gadis itu membelai telingaku. Sepertinya dia tahu bahwa tidak ada orang yang mampu membujukku pergi. Bahkan ibu juga tak mampu melakukannya. Aku tetap kukuh ingin tinggal di bumi, apapun yang terjadi. Meski harus tinggal sendiri.

"Tidak, Klara. Kau pergilah bersama yang lain. Biarlah aku di sini. Cepatlah berangkat, sebelum pesawat luar angkasa berangkat. Waktunya tinggal sebentar lagi."

Klara mengambil koper lalu menyalamiku. Apakah ini salam terakhir? Ah, entahlah! Rasanya tak elok jika bibir ini mendarat di pipinya karena kami bukan siapa-siapa. Dia hanya anak dari sahabat ibuku, bukan kekasihku.

Dengan langkah berat dia meninggalkan rumahku. Aku masih berharap dia menengok ke belakang. Namun tak pernah ia lakukan. Sudahlah, ia tak mungkin mengkhawatirkanku. Laki-laki keras kepala yang tega berpisah dari keluarganya, hanya karena ingin menuntaskan pekerjaan yang belum selesai.

Kemarin ibu dan beberapa kerabat sudah berangkat terlebih dahulu ke gedung StaZia. Beliau dan penduduk bumi yang tersisa berdesak-desakan di sana. Menunggu keberangkatan pesawat luar angkasa.

Kabarnya, pesawat akan mendarat di Mars. Selain karena gaya gravitasinya tak jauh dari bumi, sudah ditemukan sumber air di sana. Penduduk bumi juga bisa mendapatkan oksigen gratis dari Mr. Melon, pemilik StaZia sekaligus ilmuwan yang membuat pesawat luar angkasa. Ia juga yang mengajak semua penduduk untuk pindah.

Pindah? Hanya ada pilihan untuk pindah karena bumi sudah berubah. Tidak ada lagi pepohonan dan hutan rimbun. Semua tercerabut oleh setan-setan berwujud manusia yang rakus, yang melakukannya atas nama kemajuan.

Saat  pohon tiada, manusia kalang-kabut. Oksigen langka sehingga mereka megap-megap. Mr. Melon memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan menjual tabung oksigen dengan harga yang cukup mahal. Sementara penduduk yang kere terpaksa mencuri tabung, dan berakhir dengan timah panas yang masuk ke dalam dadanya.

Keadaan ini diperparah dengan limbah yang meracuni kota. Tiba-tiba tanah tidak bisa ditumbuhi oleh pohon jenis apapun. Penduduk makin ketergantungan oleh tabung oksigen.

Aku, ibu, dan Klara beruntung karena memiliki persediaan tabung oksigen. Ayah dulu bekerja di toko peralatan medis. Namun saat persediaan tabung menipis, ibu mengajak Klara untuk ikut Mr. Melon, pindah ke Mars demi keselamatan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun