By: Avizena Zen
"Ayah, lihat! Ada burung di sana. Ayah dulu masih sempat memelihara burung? Tuh Yah, di sini segar banget kalau sore-sore. Jangan di rumah saja!"
Aku hanya duduk dan berdiam diri sambil mendengarkan ocehan Adinda, putriku. Dia yang inisiatif mengajakku untuk jalan-jalan di taman dekat rumah. Tempat ini tak banyak berubah sejak ia dulu masih balita.
Tak terasa air mata menetes. Udara di kota kecil ini cukup sejuk tetapi tak sesejuk hatiku. Kemarin rasanya nyaris membeku. Untung Adinda datang dan menawariku untuk keluar rumah. Setelah nyaris berbulan-bulan tak pernah terkena sinar matahari.
Adinda menunjuk ke arah langit, pohon, dan semua hal yang ia lihat di taman. Ia bercerita dengan antusias, seolah-olah aku adalah anak kecil yang sedang ia asuh. Kubiarkan saja ia terus bicara, menyembuhkan rindu karena lama tidak bertemu.
Rasanya Adinda masih kangen dengan taman ini. Apakah ia tak rindu padaku? Ah, tak mungkin. Ia langsung datang sepulang kerja, dengan mobil yang baru dibelinya, sesaat setelah aku meneleponnya untuk mengabarkan kondisi kesehatanku.
Adinda tak membenciku, begitupun ibunya. Harusnya aku yang berterima kasih kepada ibunya karena tidak pernah mengajari anak-anak untuk membenci ayahnya. Harusnya aku menunduk, bahkan berlutut dan meminta maaf.
Kalau saja dulu aku tak main mata dengan Salsa si baby sitter, maka Adinda, ibunya, dan adiknya yang akan tinggal di rumahku. Untung aku punya rumah lain meski ukurannya lebih kecil sehingga mereka bisa pindah ke sana.
Jika saja aku tak tergoda maka aku akan bahagia bersama mereka. Sekarang penyesalan baru kurasa. Memang benar kata orang-orang, penyesalan ada di belakang. Adinda setia menemaniku mereguk udara sejuk di taman sore ini. Meski aku ada di atas kursi roda.
Sebulan lalu kakiku terpaksa diamputasi karena luka akibat diabetes yang makin menganga. Salsa tak berpikir panjang, lalu pergi sambil membawa mobil dan beberapa surat tanah yang kumiliki. Tinggal aku sendiri, sengsara, merindukan Adinda, adik, dan terutama ibunya.
Maafkan aku, aku menyesal.