Mata sehat merupakan dambaan bagi setiap minuser. Kasus penyakit minus ini memang sudah mewabah pada kalangan anak kecil sejak era Orde Baru berakhir hehe. Kenapa? Semenjak ane memakai kacamata 15 tahun silam, hanya sedikit sekali anak-anak kecil yang memakai kacamata bahkan ketika ane masuk SMP pun anak yang berkacamata bisa dihitung dengan jari. Nah sekarang? Sudah bejibun tuh anak-anak bermata empat. Makanya bagi orang tua atau bagi yang bermata sehat, jaga tuh mata jangan sampe kena penyakit minus yang bakalan susah jika sudah kena, bak virus yang tak bisa diobati selain dibuang jauh-jauh sampe hilang bener-bener sampe ke akar akarnya, kalau enggak ente-ente akan divonis sebagai “sang glasses abadi”.
Sebagai pengidap penyakit minus sejak lahir ke dunia fana ini, ane tidak terlalu bersedih. Setidaknya dengan kacamata tipis tidak terlalu banyak mengganggu hingga akhirnya ane merasa terganggu ketika kegiatan-kegiatan di SMA. Tahun 2005/2006 itulah ane baru mengenal internet dan ane mencoba untuk menguak tabir “rahasia mengobati penyakit minus”. Tapi yang sering ane dapatkan hanyalah pengobatan alternatif yang tak jelas juntrungnya. Sesekali ane teringat jaman jahiliah ane yang dengan rela hati ijin sekolah SD kelas 4 hanya untuk berobat di pengobatan alternatif yang membuat ane seakan “dibodohi”. Bagaimana tidak? Gak akan ada sejarahnya penyakit minus kok ujung-ujungnya serabut benang yang ruwet yang ada di dalam mata. Sang alternatif bilang saraf mata ane sudah ruwet dan pandangan ane kabur tak karuan. Hmm... ane masih maklum pada tahapan itu karena ane masih buta informasi ketika jaman kanak-kanak.
Berinjak masuk SMP, awal Milenium ini ane masih kepikiran gimana sih bisa hilangin minus ini? Ane tetap yakin bahwa Tuhan ane memberikan penyakit pasti ada obatnya atau ada cara untuk menghilangkan penyakit itu, kecuali AIDS yang sudah merupakan ganjaran setimpal bagi pelakunya, namun wallohua’lam deh. Waktu SMP itu ane baru menyadari ternyata kasus miopi itu terjadi seperti itu. Akomodasi mata yang sering menguat menyebabkan mata minus. Jalan keluar yang ane pikir waktu itu ya harus ditipiskan tuh kornea atau lensa matanya, diiris entah pake golok atau pisau hihi. Tapi pada waktu itu menurut ane mustahil ada teknologi bedah mata secanggih itu. Harapan ane pun pupus dan mengubur jauh-jauh mimpi ane untuk lepas kacamata. Pada tahap SMP akhirnya ane fokuskan untuk belajar dan alhamdulilah sejak smp ane sudah bisa menyambangi kampus-kampus bagus di Jateng seperti UNDIP, UNES atau UKSW dikarenakan ane sedikit terlibat dalam ajang kompetisi lomba antarsiswa SMP se-Jateng walau selalu berakhir tragis alias gak pernah melampaui 4 besar.
Masuk ke jenjang SMA, ketika ane datang dalam sebuah diskusi ringan yang mendatangkan orang-orang kepolisian di sekolah ane. Ane tersemangati untuk menjadi bagian dari salah satu aparat keamanan negeri ini. Namun keinginan ane yang membuncah tadi kandas dengan peringatan bahwa sang angkatan itu tidak boleh memakai kacamata, harus bagus fisiknya terutama tidak berminus. Kontan saja ane lesu dan pupus sudah harapan untuk masuk BIN, AKPOL atau bidang kemiliteran, ane lalu fokus pada bidang lain seperti matematika atau fisika yang akhirnya pada waktu SMA ane pernah ikut ambil bagian dalam ajang olimpiade fisika tingkat kabupaten.
Pada waktu akan masuk kuliah ane sempat kaget jika mau masuk keteknikan, ane harus tidak buta warna. Waw jangan jangan ane minus + buta warna? Naudzubillah. Akhirnya ane cek ke puskesmas di pinggiran sawah dan hasilnya bagus, ane tak berbuta warna. Alhamdulilah. Sebelum ane kuliah, ane sering pusing. Ada sebagian yang mengatakan mata ane bermasalah. Keinginan ane untuk tak berkacamata pun kembali bangkit. Ane cari lagi situs yang menawarkan pengobatan resmi tak berkacamata. Waah ane dapet info bagus bahwa ada salah satu operasi minus yang ada di Semarang. Namun ane tak berani melakukannya. Kenapa? Karena untuk pengobatannya mungkin ane harus jual rumah atau kerja selama 2 tahun full dengan gaji UMR semarang tahun 2012 yang rate-nya selama 2 tahun itu di atas 18 juta. Uang dari mane jaman SMA bisa dapet uang segede itu? Mau jual kebun gak ada, mau gadai rumah emang rumah milik siapa itu? Lagi-lagi kandas tapi ane masih menunggu kesempatan baik untuk tidak berkacamata. Lagi pula ndak ada banyak waktu untuk istirahat jika jadi operasi, maklum tuntutan pendidikan.
Prahara Lasik
Orde 1
Sebenarnya, ketika mau lulus SMA itulah ane mau sekali lasik. Selain bisa melepas kacamata ane masih berpikiran akan daftar angkatan. Waktu itu ane sih belum memikirkan apa-apa yang terjadi jika dilasik. Maklum masih minim informasi. Jadi ane putuskan saja untuk melanjutkan studi normal alias pake kacamata boleh dan sejenak melupakan lasik. UGM akhirnya menjadi penentu nasib ane untuk studi dan pada masa studi itu keinginan untuk lasik sedikit menurun, hanya sesekali ingat dan melupakannya lagi.
Orde 2
Kuliah pun akhirnya ane masuk pada tahapan akhir, semester 9 dan meleset satu semester dikarenakan ane pindah topik skripsi dari perminyakan ke pertambangan. Maklum skripsi perminyakan jauh lebih lama dari pertambangan. Skripsi perminyakan yang sudah ane geluti selama 4 bulan berakhir tragis dan ane ganti topik dan dosen dan mengulang dari awal, akhirnya ane skripsi di PT. Antam dan dalam waktu 2 bulan pencarian data, 2 minggu membuat laporan dan genap 3 bulan lunas semua urusan skripsi tanpa ada halangan yang cukup berarti, selain belajar software rockworks yang mengharuskan ane sering sering silaturahmi ke Vulkanolog Jogja untuk sharing software.
Lanjut ke cerita sejarah lasik. Dalam masa skripsi ane, ane iseng mendaftar pada sebuah perusahaan kontraktor terkemuka, Pamapersada. Tes demi tes ane jalanin seiring dengan penyelesaian skripsi. Setelah 2 bulan menjalani tes, berbarengan juga dengan selesainya skripsi ane, tanggal 18 januari , 12 hari setelah ane dinyatakan lulus secara informal oleh pihak penguji, Dr.Wahyudi dan pak Aji, itulah ane mendapatkan telepon bahwa ane harus tes kesehatan di prodia untuk bergabung pada perusahaan tersebut. Jujur ane sangat bersukur sekali waktu itu, karena ane sudah berprinsip sebelum wisuda sudah dapat kerja. Nah inilah dia harapan sudah di depan mata, teman teman ane juga sudah yakin februari 2012 ane sudah angkat kaki dari jogja dan melancong ke Borneo. Tapi apa yang terjadi? 2 minggu ane menanti masa masa galau itu dan berhasil diluar dugaan, ane dinyatakan tidak memenuhi standart kesehatan perusahaan. Shock. Ane harus mengubur impian itu jauh jauh dan merenung cukup lama. Apa sih yang membuat gagal? Selidik punya selidik setelah pernah interview dengan Kabag perusahaan tersebut, kondisi mata yang menjadi pertimbangan. Maka lasik harus segera dilaksanakan dalam waktu dekat.
Orde 3
Operasi lasik bukan seperti hernia yang tidak berpikir panjang untuk melakukan operasi. Dua mata ini jika salah sedikit saja bisa membuat mata melayang dan akan menyesal seumur hidup. Ane belajar mau lasik total butuh waktu 6 tahun sejak 2006, dan ketika hati sudah bertekad akan lasik ane sempat minder dan akan mengubur lagi harapan ane yang satu ini lewat sebuah blog tentang pengalaman lasik (http://petock.wordpress.com/2009/02/07/lasik-pengalaman-pribadiku-2-habis/) dimana di situ pengalaman lasik dari frety zong dan Reti berakhir tragis dan ada satu kata dari mereka : MENYESAL karena telah dilasik dan ada orang lain lagi yang menyatkaan MENYESAL kenapa sejak dulu nggak mau dilasik. Konon nasib dari frety zong membuat matanya blur dan seumur hidup memakai tetes mata. Naudzubillah min dzalika. Ane pun miris bacanya. Ada dua pilihan sebenarnya, mau sembuh atau takut sembuh. Tapi niat ane ini juga sedikit banyak diragukan oleh karena pengalaman ane bertemu langsung kepada pasien lasik di RS Mata Jogja, konon seorang polisi dilasik gara gara matanya terbentur kayu dan berminus 0,25 akibatnya mata dia perih setiap hari dan tidak bisa melepas tetes mata sepanjang tahun. Adalagi si fahmi yang mata kiri minus 3 yang kana 0 divonis oleh dokter RS jogja untuk memakai tetes mata setahun tanpa henti. So berapa uang yang dibutuhkan untuk beli obat itu? Bagaikan perokok saja jadinya, kecanduan.
Beberapa peristiwa di atas sempat menggoyahkan niat ane mau lasik. Biaya yang begitu mahal akan sangat merugi jika hasilnya malah membuat mata jadi bengkak, sakit dan semakin parah. Maka ane dengan sekuat tenaga mencari daftar pasien lasik yang menyenangkan dan berhasil, dan secara tak sengaja menemukan saudara teh Ica mas meidi yang berhasil lasik dan kurang dari sebulan sudah menanggalkan tetes mata.
Lasik
Tidak mudah emang sarat untuk lasik. Paling enggak harus berusia 18++ dan kondisi retina yang baik. Ane ini termasuk kondisi mata retina yang kurang baik sehingga ane harus dilaser dulu sebulan sebelum lasik dan membuat mata ane buta dalam waktu 15 menit, tapi untungnya tidak sakit Cuma agak sedikit aneh saja kadang kadang huhu. Nah setelah retina siap maka sebulan atau paling cepat 2 pekan dari laser lasik sudah bisa dijalankan. Maka dengan persiapan yang matang, pencarian kos di daerah stasiun cikini seorang diri untuk menginap juga menjadi modal berharga dalam sebuah keberanian sikap karena kalau mau nyewa hotel bisa bisa bangkrut kalau butuh waktu lebih dari 3-4 hari hehe. Ane pun menemukan kos cukup bagus di area pasar kembang cikini. Dan kos itulah yang bisa menawarkan tarif mingguan yang asalnya bulananhehe hasil rayuan ane. Maklum ane pernah dapet tempat penginapan murah tapi denger denger buat gitu gituan, daerah tugu tani makanya ane nggak mau kena razia hihi.
Singkat cerita ane sudah siap lasik setelah sebulan lalu cek mata awal dan cek retina. Rumah sakit itu benar benar memiliki desain interior yang menawan. Tempat duduk menunggu panggilan dokter bak duduk di café yang dilengkapi dengan hidangan kopi dan teh anget gratis bisa minum ampe muntah muntah hahaha. Nah ruangan operasi nya itu begitu bersih dan tembus terawang, artinya sang pengantar bisa dengan leluasa melihat jalanya operasi secara langsung walaupun sudah disediakan LCD monitor khusus. Sebelum operasi mata ditetesi obat dan dibius yang menyebabkan perih dan seakan mata kita buram gak karuan.
Sebelum masuk ruang operasi, ane diminta untuk ganti baju. Melepas semua pakain ane dan memakai baju ijo khas pasien lasik. Lalu ane masuk dalam suatu ruang yang dinginnya minta ampun lalu ane direbahkan dan diselimuti sang suster dengan selimut supertebal yang sangat nyaman. Nah tragedy awal pun dimulai. Masuk tahapan intralase dan pembukaan flap kornea. Oooowhh, sakit dan ngeri rasanya pada tahapn ini. Mata ane itu ibarat dicekokin ama teropong kecil berisikan daya hantar sedot energy kornea dengan kecepatan tinggi. Salah pasang sedikit aja gagal. Na’asnya mata kanan ane bawel banget. Sang dokter berdecak heran dan akhirnya memutuskan untuk mencengkal mata ane, padahal pasien biasanya tanpa dicengkal bisa, mungkin Cuma ane saja ini yang dicengkal huhu. Ane sempat merasa mata ane akan hancur kala itu. Dengan bacaan basmallah, sang dokter menginjeksikan intralase itu lagi dan hasilnya FAILED. Untuk kedua kalinya gagal. Mata ane mengeluarkan air mata begitu banyak, mungkin pas untuk diminum orang yang kehausan saking banyaknya air mata yang keluar, sakit yang ane derita ini tidak bisa ane ceritakan dengan detail, yang jelas ente bayangkan saja mata ente dibuka lalu dicoloked dengan bamboo. Akhirnya buat yang ketiga kali, sang dokter bilang jika ini gagal lagi maka mata ane akan merah sekali dan ane akan mengalami kesakitan yang berulang. Naudzubillah siksaan mata ane begitu dahsyat, ane sempat berpikir semoga derita ane ini hanya sementara kalau sepanjang waktu lebih baik ane berputih mata saja hehe. Dengan doa dari ane dan mungkin juga orang orang di desa ane yang sudah rela mengkhususkan doa buat ane dengan ritual selamatan sebelum keberangkatan, untuk ketiga kalinya flap bisa terbuka dan alhamdulilah tahapan pesakitan ini bisa ane lalui dengan sedikit sempoyongan. Belum berakhir begitu saja, mata ane yang kiri juga mendapat perlakuan yang sama tetapi hanya butuh waktu sekali injeksi.
Setelah injeksi maka tahapan selanjutnya adalah lasik, ini nih yang tahapan sejatinya. Setelah kornea ane membuka dan mata ane bagaikan orang katarak, ane dipandu untuk baring di alat canggih made in Swiss itu. Ane manut, kepala ane diatur sedemikian rupa dg posisi yang kurang enak. Nah inilah saatnya penyinaran. Ternyata tidak sakit. Ane seperti ada dalam dunia digital yang mana ane melihat cahaya cahaya hijau merah biru berpendar. Mirip seperti berada pada dimensi cahaya yang mana semburan cahaya dan kilatan warna merah hijau begitu berubah ubah tak menentu, kadang datang cahaya putih , hitam dan bahkan gelap gulita bagai di dalam gua. Begitu aneh dan terasa berada dalam kubur sepertinya hihi. Maksudnya keadaan begitu mencekam dan tidak bisa diungkapkan dengan kata kata. Mata benar benar dibuat pusing dan bingung bukan kepalang. Terakhir ada semburat cahaya putih yang membentuk blok diagram diagonal yang lama lama menghilang. Begitulah keadaannya sama antara mata kanan dan kiri. Keadaan tersebut berlangsung sekitar 5 -10 menitan permata.
Lasik pun selesai. Saya diminta untuk membuka mata. Dan….
LUAR BIASA. Walau mata masih berkabut, ane bisa baca tulisan kecil dengan jarak lebih dari 1 meter. FANTASTIS. Setelah ada dua pilihan MENYESAL itu, maka ane memastikan diri menyesal kenapa gak lasik dari dulu? Dan ane pun pulang dengan kepala tegak dan penuh dengan rasa syukur pada sang kholiq atas anugrah yang diberikan. Dunia seakan begitu indah jika mata ini bisa melihat dengan jelas, bak punya mata baru dan terlahir kembali dengan keadaan mata yang bersih dan bisa melihat sesuatu normal. Alhamdulilah banget. Perlu digaris bawahi, dibutuhkan keberanian yang kuat untuk melakukan hal ini. Semua akan ada konsekuensinya, tak jarang opearsi gagal dan tak sedikit operasi suskses. Bagaiamana dg sikap ente ente ini? Semoga bisa bermanfaat. Apa yang ane tulis ini benar adanya, fakta dan berdasarkan pengalaman nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H