Mohon tunggu...
Aeron Brusen
Aeron Brusen Mohon Tunggu... Koki - Science Fiction Writer

Seorang aspire writer dengan spesialisasi di bidang Fiksi Ilmiah atau Science Fiction.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lunar

6 September 2024   23:06 Diperbarui: 7 September 2024   21:19 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suasana pameran antariksa di Universitas Gajah Mada begitu hidup, pengunjung sangat antusias dengan acara ini. Di antara pengunjung, seorang gadis manis bernama Ayunda, berdiri di antara panel-panel replika roket yang menjulang tinggi. Meski ia mahasiswi astrofisika semester awal, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

    Ayunda terlalu bersemangat, tanpa sengaja, ia menyenggol seorang laki-laki yang berada di samping roket. Namanya Brahma. Seorang pemuda berwajah tampan berkumis tipis, dengan senyuman hangat, ia menenangkan Ayunda yang sedang canggung meminta maaf.

    Brahma memperkenalkan dirinya. Mereka mulai berbincang tentang pameran, impian, dan ketertarikan mereka terhadap luar angkasa.

    Seiring berjalannya waktu, Ayunda dan Brahma semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita tentang angkasa dan bintang. Brahma seorang pendengar yang baik, ia selalu antusias mendengar impian dan rencana masa depan Ayunda---menjadi seorang dosen dan mengajar tentang angkasa luar. 

    Pada akhirnya, mereka resmi berpacaran. Ayunda merasa seolah bintang-bintang tersenyum padanya, dunia terasa sangat indah.

Suatu malam, Brahma mengajak Ayunda ke sebuah taman kecil. Pemandangan langit malam begitu indah. Di antara bintang-bintang yang berkelip, Brahma mengungkapkan rahasia yang ia sembunyikan dari Ayunda selama ini.

    "Ayunda, sebenarnya, aku adalah astronot pertama asal Indonesia yang akan pergi ke bulan," ujarnya dengan penuh kebanggaan.

    Perasaan Ayunda campur aduk, antara bangga dan takut. Brahma menjelaskan bahwa ia akan terbang dengan astronot Tiongkok sebagai bagian dari kerjasama antariksa kedua negara. Sebelum berangkat, Brahma berjanji, ia akan mengungkapkan sesuatu yang sangat spesial padanya saat kakinya menginjak bulan. Ayunda tersenyum manis. Ia menanti-nanti momen itu dengan penuh harapan.

    Tibalah hari peluncuran, roket Brahma berdiri megah di antara besi-besi penyangga yang terlihat kokoh. Siluetnya tampak mencolok, kontras dengan birunya langit, bak gunung raksasa yang membelah khatulistiwa. Ruang kontrol peluncuran terasa sesak, bukan karena pengap, tetapi ketegangan dan semangat yang tercampur di udara—menciptakan momen penuh harapan dan keajaiban. Tim teknisi dan ilmuwan memberi isyarat pada ruang kontrol, peluncuran diizinkan, setelah melakukan pemeriksaan terakhir. Ketika hitungan mundur mencapai angka nol, api besar menyembur dari mesin roket, Brahma merasakan dorongan kuat yang mendorongnya ke belakang. Dalam sekejap, roket meninggalkan atmosfer bumi, melesat kencang menembus gelapnya angkasa luar. 

    Bumi terlihat makin kecil, euforia di ruang kontrol tak terbendung lagi. Riuh kebahagiaan para teknisi dan ilmuwan menggema, menggantikan ketegangan yang sebelumnya mencekik di udara. Kerja keras selama bertahun-tahun, terbayar lunas dengan suksesnya peluncuran ini. Brahma menatap layar monitor dengan haru, ia menciptakan sejarah untuk tanah airnya—sebagai astronot Indonesia pertama yang akan menginjak bulan.

    Namun, saat roket mendekati bulan, bencana yang tak terduga terjadi. Kabin kru berubah merah, lampu darurat menyala di setiap sudut, sirene tanda bahaya bergema tanpa henti. Brahma dan rekan-rekannya berjuang sekuat tenaga, mengendalikan roket yang perlahan keluar jalur. Upaya mereka tampak sia-sia; semua sistem kontrol tidak bekerja sebagaimana mestinya. 

Dengan kecepatan yang tidak terbayangkan, roket mereka keluar dari orbit, dan terjatuh ke arah bulan. Jantung mereka berdebar, tubuh mereka lemah, terbayang nasib mengerikan yang menanti di depan mata. 

    Di detik-detik terakhir, Brahma menatap monitor, berusaha menenangkan dirinya. "Ayunda," ucapnya, dengan suara bergetar, "Terima kasih atas segalanya. Andai saja kautahu, sebenarnya, kau adalah cinta pertamaku." Ia mengirim pesan terakhir sebelum semuanya menjadi gelap.

    Di bumi, hilangnya kontak dengan roket asal Tiongkok, telah menjadi berita utama media beberapa hari ini. Ayunda menanti dengan cemas, ia begitu merindukan suara Brahma. Di balkoni rumahnya, ia menatap langit malam dengan sendu. Ponselnya berbunyi, tampak di layar utama, nama Brahma muncul, hatinya berdegup. Air matanya mengalir deras saat membaca kata-kata terakhir Brahma yang terukir di sana.

    "Ayunda, saat kau membaca pesan ini, mungkin aku telah tiada. Maafkan aku tak bisa menepati janji. Dengar, jika kau merindukan aku, pandangilah rembulan. Aku ada di sana, dan akan terus mengawasimu sampai akhir waktu. Jujur, aku sangat senang karena kau telah menjadi bagian dari kisah hidupku, sama sekali tak ada penyesalan dalam diri ini. Dan juga, Ayunda, terima kasih, karena sesungguhnya, kau adalah cinta pertamaku."

    Membaca pesan itu, Ayunda meraung sejadi-jadinya. Kenangan indah bersama Brahma, senyumnya, tawanya, impiannya, semuanya terbayang kembali di ujung matanya.

    Dengan hati yang hancur, Ayunda menggigit bibirnya. Ia menyimpan sebuah penyesalan yang mendalam---ia juga tidak sempat mengungkapkan bahwa Brahma adalah cinta pertamanya.

    "Brahma," bisiknya, suaranya terputus-putus. "Aku sangat merindukanmu." Ia menggigit giginya, sekuat tenaga menahan letupan tangis.

    Dalam kegelapan malam, ia merasakan kesepian yang menyakitkan. Kesedihan tak berujung menghimpitnya, seolah, menatap rembulan adalah hukuman ilahi. Meski sebenarnya, di antara gemerlap bintang-bintang yang jauh angkasa, Brahma akan selalu mengawasi dan menemaninya, selamanya, meskipun bulan tak lagi bersinar.

Nama: Aeron Brusen

TTL: Sidoarjo, 24 Juni 1996

Judul CERPEN: Lunar

Genre: Fiksi Ilmiah, Romansa

Jumlah Kata: 725

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun