Suasana pameran antariksa di Universitas Gajah Mada begitu hidup, pengunjung sangat antusias dengan acara ini. Di antara pengunjung, seorang gadis manis bernama Ayunda, berdiri di antara panel-panel replika roket yang menjulang tinggi. Meski ia mahasiswi astrofisika semester awal, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.
  Ayunda terlalu bersemangat, tanpa sengaja, ia menyenggol seorang laki-laki yang berada di samping roket. Namanya Brahma. Seorang pemuda berwajah tampan berkumis tipis, dengan senyuman hangat, ia menenangkan Ayunda yang sedang canggung meminta maaf.
  Brahma memperkenalkan dirinya. Mereka mulai berbincang tentang pameran, impian, dan ketertarikan mereka terhadap luar angkasa.
  Seiring berjalannya waktu, Ayunda dan Brahma semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita tentang angkasa dan bintang. Brahma seorang pendengar yang baik, ia selalu antusias mendengar impian dan rencana masa depan Ayunda---menjadi seorang dosen dan mengajar tentang angkasa luar.Â
  Pada akhirnya, mereka resmi berpacaran. Ayunda merasa seolah bintang-bintang tersenyum padanya, dunia terasa sangat indah.
Suatu malam, Brahma mengajak Ayunda ke sebuah taman kecil. Pemandangan langit malam begitu indah. Di antara bintang-bintang yang berkelip, Brahma mengungkapkan rahasia yang ia sembunyikan dari Ayunda selama ini.
  "Ayunda, sebenarnya, aku adalah astronot pertama asal Indonesia yang akan pergi ke bulan," ujarnya dengan penuh kebanggaan.
  Perasaan Ayunda campur aduk, antara bangga dan takut. Brahma menjelaskan bahwa ia akan terbang dengan astronot Tiongkok sebagai bagian dari kerjasama antariksa kedua negara. Sebelum berangkat, Brahma berjanji, ia akan mengungkapkan sesuatu yang sangat spesial padanya saat kakinya menginjak bulan. Ayunda tersenyum manis. Ia menanti-nanti momen itu dengan penuh harapan.
  Tibalah hari peluncuran, roket Brahma berdiri megah di antara besi-besi penyangga yang terlihat kokoh. Siluetnya tampak mencolok, kontras dengan birunya langit, bak gunung raksasa yang membelah khatulistiwa. Ruang kontrol peluncuran terasa sesak, bukan karena pengap, tetapi ketegangan dan semangat yang tercampur di udara—menciptakan momen penuh harapan dan keajaiban. Tim teknisi dan ilmuwan memberi isyarat pada ruang kontrol, peluncuran diizinkan, setelah melakukan pemeriksaan terakhir. Ketika hitungan mundur mencapai angka nol, api besar menyembur dari mesin roket, Brahma merasakan dorongan kuat yang mendorongnya ke belakang. Dalam sekejap, roket meninggalkan atmosfer bumi, melesat kencang menembus gelapnya angkasa luar.Â
  Bumi terlihat makin kecil, euforia di ruang kontrol tak terbendung lagi. Riuh kebahagiaan para teknisi dan ilmuwan menggema, menggantikan ketegangan yang sebelumnya mencekik di udara. Kerja keras selama bertahun-tahun, terbayar lunas dengan suksesnya peluncuran ini. Brahma menatap layar monitor dengan haru, ia menciptakan sejarah untuk tanah airnya—sebagai astronot Indonesia pertama yang akan menginjak bulan.
  Namun, saat roket mendekati bulan, bencana yang tak terduga terjadi. Kabin kru berubah merah, lampu darurat menyala di setiap sudut, sirene tanda bahaya bergema tanpa henti. Brahma dan rekan-rekannya berjuang sekuat tenaga, mengendalikan roket yang perlahan keluar jalur. Upaya mereka tampak sia-sia; semua sistem kontrol tidak bekerja sebagaimana mestinya.Â