Mohon tunggu...
AE Krisna
AE Krisna Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pemerhati ilmu manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menimbang Efisiensi Operasional MBG

9 Januari 2025   10:41 Diperbarui: 9 Januari 2025   16:18 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi pemerintah Indonesia adalah langkah ambisius dalam mengatasi masalah gizi buruk. Meski ide ini mendapat apresiasi luas, keberlanjutan dan efektivitasnya memerlukan pengelolaan yang cermat dari perspektif ilmu manajemen operasional. Program ini tidak hanya tentang distribusi makanan, tetapi juga melibatkan proses kompleks yang melibatkan perencanaan, logistik, dan evaluasi. Untuk itu, diperlukan langkah strategis sejak awal dalam memastikan setiap proses operasional berjalan dengan baik.

Keberhasilan MBG dimulai dari perencanaan operasional yang solid. Data tentang kebutuhan gizi, jumlah penerima manfaat, dan ketersediaan bahan pangan harus terintegrasi dalam sistem yang terpusat. Menurut Tanaka dan Fukuda (2023), perencanaan berbasis data dapat mengurangi pemborosan hingga 25%, meningkatkan efisiensi program berskala besar seperti MBG. Dengan pendekatan ini, pemerintah dapat memastikan bahwa alokasi sumber daya benar-benar mencapai sasaran yang tepat. Namun, keberhasilan perencanaan harus ditopang oleh rantai pasok yang efisien dan terorganisasi dengan baik.

Manajemen rantai pasok merupakan tulang punggung MBG. Pemerintah perlu memberdayakan produsen lokal untuk memasok bahan pangan, sekaligus memperkuat ekonomi komunitas setempat. Studi Porter (2023) menunjukkan bahwa integrasi rantai pasok berbasis lokal dapat memangkas biaya logistik dan memperkuat keberlanjutan. Dalam konteks MBG, hal ini juga dapat menciptakan sinergi antara kebutuhan program dengan pemberdayaan petani dan produsen makanan lokal. Di sisi lain, kemajuan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi operasional.

Penggunaan teknologi dalam operasional MBG adalah langkah yang tak terelakkan. Sistem digital dapat membantu memantau distribusi, mengurangi kesalahan administrasi, dan meningkatkan transparansi. Dalam penelitiannya, Krisna (2024) menekankan bahwa teknologi mampu mempercepat pengambilan keputusan operasional dalam program-program berskala besar. Aplikasi berbasis data real-time dapat menjadi solusi untuk mengelola distribusi bahan pangan ke wilayah yang membutuhkan. Agar dampaknya optimal, teknologi ini perlu disertai dengan sistem evaluasi yang berkelanjutan.

MBG perlu dilengkapi dengan sistem evaluasi yang jelas untuk mengukur keberhasilannya. Indikator seperti jumlah penerima manfaat, kualitas makanan yang disediakan, dan tingkat pengurangan gizi buruk harus dipantau secara berkala. Pendekatan Total Quality Management (Deming, 2023) dapat menjadi panduan untuk memastikan bahwa program ini terus berkembang dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat. Evaluasi yang konsisten akan memberikan gambaran nyata tentang tantangan dan peluang yang dihadapi program ini.

MBG adalah program yang tidak hanya menyasar masalah gizi, tetapi juga mencerminkan bagaimana ilmu manajemen operasional dapat berkontribusi pada kebijakan publik. Dengan pendekatan yang tepat, program ini berpotensi menjadi model keberhasilan nasional yang menginspirasi negara lain. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam hal keberlanjutan, pengelolaan logistik, dan partisipasi masyarakat. Karena itu, kolaborasi antara berbagai pihak menjadi elemen kunci keberhasilan.

Baca juga: Susu atau Tempe?

Sebagai bagian dari solusi, MBG perlu melibatkan sektor swasta, akademisi, dan komunitas lokal untuk menciptakan pendekatan holistik. Dalam konteks ini, integrasi teknologi, pemberdayaan lokal, dan evaluasi berkelanjutan menjadi fondasi utama untuk memastikan bahwa program ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berdampak positif bagi generasi mendatang. Melalui kolaborasi ini, MBG dapat menjadi contoh sukses bagaimana efisiensi operasional mendukung kebijakan publik yang berkelanjutan.

Seperti yang dikatakan Krisna (2024), "Pengelolaan SDM strategik dan teknologi adalah jembatan yang menghubungkan kebutuhan masyarakat dengan keberlanjutan program nasional." Dalam kasus MBG, hal ini menjadi pembelajaran penting bahwa efisiensi operasional adalah kunci menuju keberhasilan. Dengan demikian, MBG dapat menjadi langkah nyata dalam membangun masa depan yang lebih sehat dan berdaya saing tinggi.

Referensi

Deming, W. E. (2023). Total Quality Management in Public Programs. New York: Harper Business.

Krisna, A. E. (2024). Penerapan Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik Melalui Pelatihan SDM: Studi Pada Universitas Katolik Widya Karya. PPIMAN: Pusat Publikasi Ilmu Manajemen, 2(1), 161-171.

Porter, M. E. (2023). Building Competitive Advantage Through Local Workforce Development. Global Workforce Management, 14(2), 101-115.

Tanaka, T., & Fukuda, M. (2023). Leveraging Digital Tools for Vocational Training in Emerging Markets. Asia-Pacific HR Journal, 10(3), 205-222.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun