Al-Qur'an Surah Ali 'Imran ayat 134: "(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."
Al-Qur'an Surah An-Nur ayat 22: "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Hadits riwayat Muslim: Rasulullah SAW bersabda: "Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah tidak akan menambah kepada hamba-Nya yang pemaaf melainkan kemuliaan, dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya."
Kesulitan dalam meminta maaf dan memaafkan sering berakar pada mekanisme pertahanan diri manusia. Mengakui kesalahan atau melepaskan rasa sakit hati dapat membuat seseorang merasa rentan atau terancam. Faktor-faktor seperti harga diri, ketakutan akan penolakan, dan keinginan untuk mempertahankan citra diri positif seringkali menghalangi proses pemaafan yang sehat.
Banyak orang menganggap meminta maaf sebagai tanda kelemahan atau kekalahan. Anggapan keliru bahwa memaafkan berarti lemah atau kalah dapat menghambat sikap pemaaf" (Luskin, 2002: 92).
Perasaan marah dan terluka dapat menciptakan keinginan kuat untuk membalas dendam. Memaafkan mungkin terasa seperti melepaskan kesempatan untuk "mendapatkan keadilan" atau membuat pelaku merasakan rasa sakit yang sama. Dendam dapat menjadi penghalang besar dalam proses memaafkan, karena ada keinginan untuk melihat orang yang menyakiti juga merasakan penderitaan" (McCullough, 2008: 87).
Kesulitan dalam memahami perspektif orang lain dapat membuat sulit untuk berempati dengan pihak yang bersalah, yang merupakan komponen penting dalam proses pemaafan. Meminta maaf atau memaafkan dapat membuat seseorang merasa rentan. Ketidakmampuan untuk memahami perspektif orang lain dapat menghambat proses memaafkan" (Hoffman, 2000: 112).Ada ketakutan bahwa dengan membuka diri, mereka mungkin akan terluka lagi di masa depan.
Memahami alasan-alasan ini dapat membantu dalam mengatasi hambatan untuk meminta maaf dan memaafkan. Ini adalah proses yang kompleks dan sering kali membutuhkan waktu serta usaha yang signifikan, tetapi dapat sangat bermanfaat untuk kesejahteraan pribadi dan hubungan interpersonal.
Memaafkan juga dapat mengurangi stres. Menyimpan dendam dan kebencian meningkatkan produksi hormon stres seperti kortisol, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental. Dengan memaafkan, tingkat stres menurun, yang berdampak positif pada kesehatan secara keseluruhan. Dalam psikologi positif, memaafkan dianggap sebagai salah satu kekuatan karakter yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000: 5).
Sikap memaafkan juga berkaitan dengan peningkatan optimisme dan harapan. Individu yang memaafkan cenderung memiliki pandangan yang lebih positif tentang masa depan dan kemampuan mereka untuk mengatasi kesulitan.
Memaafkan dapat memperbaiki dan memperkuat hubungan interpersonal. Ini penting karena hubungan sosial yang sehat adalah komponen kunci dari kesejahteraan psikologis. Kemampuan untuk memaafkan memungkinkan individu untuk mempertahankan hubungan yang berharga dan membangun ikatan sosial yang lebih kuat.