Mohon tunggu...
Adzani nurhaliza
Adzani nurhaliza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknologi Pendidikan Universitas Negeri Surabaya

An Educational Student who likes economics and politics.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diplomasi Pertahanan Indonesia dalam Bentuk Kerjasama Multilateral dengan Negara ASEAN untuk Menstabilisasi Keamanan Atas Konflik Laut China Selatan

31 Mei 2024   08:00 Diperbarui: 31 Mei 2024   08:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari https://international.sindonews.com/berita

Bukan tentang sekedar garis, melainkan kedaulatan yang kami perjuangkan

Laut China Selatan merupakan satu perairan strategis yang dimana mempunyai sumber daya alam dan hasil laut yang melimpah. Dengan adanya kekayaan alam yang melimpah membuat Laut China Selatan diperebutkan oleh China dan beberapa negara ASEAN. Konflik perebutan ini kembali menjadi sorotan saat Negara China mempublikasi Peta terbarunya pada Senin 28  Agustus 2023 oleh Kementrian sumber daya alam China yang dimana sebelumnya memuat Nine Dashed Line atau 9 garis putus-putus menjadi 10 garis putus-putus dengan masuknya kawasan laut bagian timur Taiwan serta memperluas klaim atas wilayah laut yang berbatasan dengan Filiphina. Klaim sepihak tersebut didasarkan alasan historis Negara China dan tidak disahkan oleh Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) tahun 1982, adapun ketetapan yang dihasilkan Unclos 1982 tentang batas tiap negara termasuk  wilayah perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi aksklusif (ZEE), landas kontinen (LK), dan laut lepas. Adapun negara-negara yang bersengketa dalam konflik Laut China Selatan ialah China (RRC), Taiwan (Republik China), Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Filiphina.

Walaupun indonesia tidak secara eksplisit sebagai negara yang bersengketa atas konflik Laut China Selatan, namun wilayah terluar Indonesia yaitu Kepulauan Natuna terkena imbas dari konflik tersebut. Hal ini membuat Indonesia perlu mengawasi akan sistem dan strategi pertahanan pada wilayah tersebut. Kepulauan Natuna merupakan salah satu bagian dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang meyimpan kekayaan alam yang melimpah. Tercatat Potensi ikan Laut Natuna mencapai 504.212 ton per tahun.  Angka itu hampir 50 persen dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711. Wilayah Pengelolaan Perikanan 711 sendiri meliputi Laut China selatan, Laut Natuna, dan Selat Karimata yang mencapai 1.143.341 ton lebih banyak.

Melihat adanya potensi perekonomian yang menguntungkan dari wilayah tersebut membuat China mengklaim pulau natuna sebagai yurisdiksinya juga. Memang sembilan garis putus tersebut tidak menjorok hingga laut teritorial Indonesia namun dalam hak berdaulat yaitu Sovereign rights baik ZEE atau batas landas kontinen pun akan bertumpang tindih. Akibat dari tumpang tindih itulah Indonesia memiliki sengketa wilayah laut dengan Tiongkok.

Sebelum membawa permasalahan ini menuju kancah internasional, Indonesia sebagai negara pengusung APSC (Asean Political Security Society) mempunyai hak intervensi dalam permasalahan Laut China Selatan serta meminta bantuan kerjasama atas sengketa wilayah laut kepulauan Natuna dan Tiongkok, mengingat tujuan dibangunnya organisasi tersebut yaitu mencapai solidaritas wilayah dalam menciptakan komunitas negara yang damai, kuat dan akuntabel yang siap menyelesaikan masalah keamanan. APSC menjadi bentuk kerjasama multilateral yang dapat dilakukan oleh Indonesia sebagai upaya menstabilisasi keamanan di Kepulauan Natuna.

Dari permasalahan ini indonesia perlu memperhatikan kebutuhan dan strategi apa yang perlu dipersiapakan untuk mempertahankan kedaulatan Pulau Natuna. Untuk upaya penguatan kedaulatan melalui akspek internal dapat diatasi dengan memperkuat pelatihan bagi tentara Indonesia, membangun pertahanan intelijen yang tangguh, melakukan kolaborasi dan koordinasi antar lembaga intelijen, militer, kepolisian, dan badan keamanan lainnya, menyusun ulang strategi pertahanan, serta berinvestasi pada pembangunan teknologi dan infrastruktur yang dapat mendukung kegiatan intelijen.

Sedangkan secara akspek eksternal Indonesia sebagai anggota negara asean bisa mengintervensi dengan melakukan kerjasama multilateral serta mendorong forum sub-kawasan (Asean) untuk berbicara  melakukan dialog diplomasi keterkaitan kedaulatan yang berada di perairan. Dialog diploasi tersebut dapat diupayakan melalui jalur Multiple Ministry Diplomacy dengan melibatkan diplomasi politik (Kementrian Luarn Negeri), diplomasi pertahanan (Kementrian Pertahanan), diplomasi perdagangan ( Kementrian Perdagangan), diplomasi kebudayaan (Kementrian Kebudayaan), dan diplomasi pendidikan (Kementrian Pendidikan). Dengan adanya dialog diplomasi tersebut sebagai bukti kerjasama multilateral dan menguatkan solidaritas dengan saling bahu-membahu membantu menyelesaikan ketegangan Negara domain ASEAN dengan China sebagaimana tujuan APSC didirikan yaitu mempercepat kerja sama politik dan mewujudkan perdamaian kawasan regional dan global.

Konflik yang terjadi pada perbatasan Laut Natuna dan Laut Tiongkok Selatan perlu ditanggapi bukan semata-mata sebagai sengketa terkait perbatasan hak kekayaan yang dapat diperoleh, tetapi ini sebagai permasalahan pelanggaran zona maritim, pelanggaran hak berdaulat. ”Indonesia harus mempertahankan hak berdaulatnya dan menjaga kepentingan nasional dengan tetap berpegang pada hukum internasional dan bekerja sama dengan negara-negara ASEAN dan mitra strategis lainnya” Ucap DR (H.C) Capt. Marcellus Jayawibawa selaku Ikatan Keluarga Alumni lembaga Ketahanan Nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun