Mohon tunggu...
Ady Yoga Kemit
Ady Yoga Kemit Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

selama kita tidak berhenti melawan maka kita belum kalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesta Demokrasi Katanya

28 Januari 2024   13:55 Diperbarui: 28 Januari 2024   16:45 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kilas balik istilah pesta demokrasi

Pesta demokrasi pertama kali menjadi istilah yang dijuluki dalam Pemilu Indonesia 1982. Sosok yang memberikan julukan tersebut adalah Soeharto, Presiden kedua Indonesia. 

Dalam pidatonya saat Pembukaan rapat Gubernur/Bupati/Walikotase-Indonesia di Jakarta, 23 Februari 1981, Soeharto menyampaikan bahwa “Pemilu harus dirasakan sebagai pesta poranya demokrasi, sebagai penggunaan hak demokrasi yang bertanggung jawab dan sama sekali tidak berubah menjadi sesuatu yang menegangkan dan mencekam.”

Melalui pidato tersebut, soeharto juga menyampaikan bahwa kritik tidak dimatikan. Namun, kritik yang disampaikan harus dengan cara yang sopan, tidak melunturkan rasa kekeluargaan yang menjadi adat budaya bangsa, dan tidak menggoyahkan stabilitas politik. Pemilu 1982 merupakan Pemilu ketiga di era Orde Baru. Setelah menjabat pada tahun 1967, Presiden Soeharto di masa pemerintahannya menyelenggarakan Pemilu pertama kali pada 1971. Pemilu pertama tersebut dimenangkan oleh partai Golkar secara telak dengan perolehan suara mencapai 62,8 persen.

Sebagai kekuatan baru dalam peta politik Indonesia, kemenangan Golkar tidak lepas dari intervensi Soeharto melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 1969 yang melarang anggota Golkar yang menjabat di DPRD menjadi anggota partai politik lainnya. Pemerintahan Orde Baru juga menyingkirkan tokoh-tokoh radikal di setiap partai.

Dalam makalah yang berjudul “Indonesia In 1981: Countdown to The General Election” oleh Gordon R.Hein menyebutkan bahwa Pemerintah mewajibkan pegawai negeri dan keluarganya untuk memilih Golkar di Pemilu. Dengan demikian, Golkar memiliki jaringan komunikasi dan mobilisasi elektoral hingga tingkat daerah. Sementara PDI dan PPP dicegah melakukan kampanye di tingkat daerah kecuali di 45 hari masa kampanye.

Dalam tulisan yang berjudul “Notes on the 1982 General Election in Solo” (1986) oleh John Pamberton menuliskan bahwa Pemilu dianggap upacara rutin yang pemenangnya sudah diketahui ejak awal, sehingga pemerintah merasa perlu menjuluki Pemilu 1982 sebagai “Pesta Demokrasi.” 

Istilah “Pesta” merujuk pada jamuan resmi terkait upacara umum atau ritual domestik. Jadi, Pemilu 1982 lebih tepat dibayangkan sebagai jamuan upacara pernikahan, khususnya yang berlangsung dalam adat Jawa. Dalam jamuan tersebut, setiap tamu akan duduk di kursi yang telah disediakan dan menyaksikan rangkaian acara yang sudah ditebak.

Refleksi menuju pemilu 2024

Presiden Jokowi sendiri menyebutkan bahwa Pemilu itu Pesta Demokrasi, maka rakyat harus bersenang-senang. Pernyataan ini menjadi menarik untuk kita refleksikan terkait bagaimana kondisi demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia tempo hari ini.

Melalui catatan reflektif Kontras tahun 2023, kita pun dapat menilai demokrasi Indonesia mengalami stagnasi selama bertahun-tahun, demokrasi juga mengalami kemunduran yang signifikan. KUHP menjadi salah satu contoh Penggunaan aturan hukum untuk mengekang kebebasan berpendapat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun