Mohon tunggu...
Adyutika Fatmasuri
Adyutika Fatmasuri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Padjadjaran

Perkenalkan nama saya Tika. Saya merupakan mahasiswa Magister Psikologi Profesi Klinis Dewasa Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bagaimana Peran Psikologi Forensik dalam Pembelaan Terpaksa (Noodweer)?

10 Juni 2023   19:43 Diperbarui: 10 Juni 2023   19:45 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kehidupan sehari-hari, ancaman maupun serangan yang bersifat menjahati orang lain masih sering mengintai. Saat seseorang merasa terancam akan serangan yang membuat dirinya merasa dalam bahaya, maka seseorang akan berusaha untuk membela dirinya. Hal ini dikarenakan semua manusia mendapatkan hak untuk hidup, bebas, serta hak atas harta benda yang dimilikinya. Dalam pasal 28A UUD 1945 sendiri juga dikatakan bahwa "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya" Akan tetapi beberapa kali ditemukan fenomena bahwa ketika seseorang berusaha membela diri akan kejahatan, seseorang tersebut kemudian dijatuhi oleh hukuman pidana.

Kasus pembelaan terpaksa yang pernah terjadi di Indonesia terjadi pada ZL dan MIB. ZL pelajar berusia 19 tahun saat itu sedang berboncengan dengan kekasihnya menggunakan sepeda motor. Saat itu, mereka melintasi ladang tebu yang sepi kemudian ZL dihadang oleh sejumlah begal yang hendak merampas barang berharga serta sepeda motornya. Para begal itu tidak hanya hendak merampas barang berharga saja, namun mereka juga berniat untuk memperkosa kekasih ZL. ZL pun tidak terima melihat hal ini dan mengambil pisau di jok motor S hingga akhirnya terjadi baku hantam yang menyebabkan seorang begal tewas. Pada 14 Januari 2020, Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas 1B Kabupaten Malang memberikan vonis kepada ZL bahwa dirinya telah terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan orang lain tewas padahal ZL telah memberikan kesaksian bahwa dirinya melakukan hal tersebut untuk membela diri. ZL telah melanggar Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan dan diberikan hukuman berupa pembinaan selama satu tahun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam.

Berbeda dengan kasus ZL, MIB yang berumur 19 tahun terlibat dalam perkelahian dengan dua orang begal yang berusaha untuk merebut telepon genggam milik MIB. Salah seorang begal tersebut sempat melukai MIB dengan celurit hingga akhirnya salah satu begal terluka parah dan kemudian meninggal dunia. Dalam proses pengadilan, MIB sempat ditetapkan sebagai tersangka namun kemudian ditetapkan sebagai saksi.

Kedua fenomena tersebut sama-sama menjelaskan tentang pembelaan diri akan suatu ancaman yang dirasakan individu namun perbedaan yang terlihat adalah hasil dari putusan sidangnya. Dari kedua kasus tersebut belum terlihat jelas sejauh mana batasan pembelaan diri seseorang akan ancaman sebelum akhirnya seseorang dijatuhi oleh hukuman. Dalam Buku I Bab III KUHP terdapat aturan yang menjelaskan beberapa pendapat tentang seseorang mungkin dianggap tidak melakukan pidana ataupun dihapuskan pidananya. Alasan-alasan yang menghilangkan sifat melawan hukum dari perbuatan yang melanggar aturan seperti adanya peraturan perundang-undangan, pelaksanaan perintah jabatan yang sah, keadaan memaksa, dan pembelaan terpaksa (noodweer)

Pembelaan terpaksa (noodweer) merupakan alasan pembenar yang ketentuannya dituangkan dalam Pasal 49 ayat (1) dan (2) KUHP. Pembelaan terpaksa sendiri mampu menjadi suatu pembelaan yang bersifat sah di pengadilan dan sah di hadapan pengadilan serta dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memberikan putusan akan suatu kasus tindak pidana. Bahkan pada pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer excess) menurut pasal 49 ayat (2) KUHP disebutkan bahwa seseorang tidak dipidana apabila pembelaan diri disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu.

Terkait pembelaan terpaksa di Indonesia, belum banyak ditemukan penjelasan tentang peran psikologi forensik. Padahal penilaian dari psikolog forensik sangatlah diperlukan untuk membantu pihak berwenang dalam menentukan terkait pembelaan terpaksa (noodweer) seseorang. Psikolog forensik dapat melakukan beberapa penilaian seperti membahas kasus, meninjau materi, mengajukan pertanyaan untuk dijawab dengan pengacara, mewawancarai klien, menilai kekuatan dan keterbatasan pelaku, menggunakan teknik observasi serta mengumpulkan tes psikologi guna melihat kemampuan kognitif, kepribadian, emosi, dan dampak dari trauma.

Psikolog forensik akan mampu menilai apakah yang dilakukan seseorang ketika mendapatkan ancaman dapat dikatakan sebagai pembelaan diri atau tidak. Adapun aspek-aspeknya adalah sebagai berikut:

  • Keadaan sebelum munculnya konflik
  • Jarak dari konflik dimunculkan hingga suatu pilihan dimunculkan untuk menyelesaikan konflik
  • Komunikasi verbal dan non-verbal serta hubungannya terhadap inisiasi dan pengembangan konflik
  • Cara membangun kontak antara pihak yang berkonflik
  • Cara melancarkan serangan
  • Cara untuk memulai pertahanan
  • Penggunaan suatu hal seperti pukulan, tendangan, perlindungan, dan lain sebagainya selama perkembangan konflik
  • Penggunaan senjata
  • Intensitas kekuatan yang ditunjukkan oleh masing-masing pihak yang berkonflik
  • Keadaan taktis dan pilihan resolusi konflik
  • Cara untuk mengakhiri konflik

Psikolog forensik harus dapat menggambarkan situasi konflik sedemikian rupa sehingga dapat tergambar dengan jelas bagaimana insiden tersebut terjadi, faktor yang mempengaruhi, perkembangan, dan penghentiannya. Pengetahuan akan pembelaan diri seseorang akan ancaman sangatlah penting. Hal ini dikarenakan informasi dari psikolog forensik akan membantu pihak berwenang dalam proses pidana guna menilai norma hukum apa yang dilanggar dan menentukan hukuman pada tindakan orang-orang yang terlibat baik yang membela diri maupun yang memberikan ancaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun