Mohon tunggu...
adyt alkautsar
adyt alkautsar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budaya Corat-Coret Seragam dan Konvoi

14 Desember 2018   21:58 Diperbarui: 14 Desember 2018   22:19 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Riuh kegembiraan pelajar SMP maupun SMA mulai bergemuruh semenjak berita pengumuman kelulusan sudah muncul di mading sekolah masing-masing. Banyak cara yang bisa dilakukan oleh pelajar untuk merayakan moment kegembiraan tersebut. Mulai dari cara yang sederhana hingga cara yang anti mainstream dilakukan. Salah satu cara yang biasa dilakukan oleh pelajar yakni aksi mencorat-coret baju seragam, mewarnai rambut, dan konvoi. Hal ini sudah menjadi sebuah tradisi yang dilakukan turun-temurun oleh pelajar.

Tradisi ini seolah menjadi budaya yang terus menerus dilestarikan di hampir seluruh pelosok negeri. Bahkan siswa SD sudah mulai mencontoh dan melakukan kegiatan seperti ini. 

Menurut Jurnal Perancangan Kampanye Sosial Modifikasi Baju Seragam SMA saat Kelulusan karya Lorencia Susanto dkk, sebagian besar remaja yang mengikuti ujian kelulusan mengalami tekanan dan rasa cemas dalam menghadapi Ujian, sebagaimana kita ketahui bahwa remaja memiliki gejolak emosi yang masih tergolong labil karena berada dalam tahap remaja awal dan masih memiliki sisa-sia pubertas.

Bisa jadi dari faktor diatas mengakibatkan terjadinya masalah psikologis seperti cemas berlebihan, emosi yang melonjak, rasa gelisah, tidak tenang, stress dan depresi akibat tekanan yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri sehingga menjelang kelulusan banyak pelajar yang mengekspresikan kelegaan mereka dengan melakukan aksi corat-coret seragam dan pawai yang dilakukan untuk menyambut dan meramaikan kelulusan. Para remaja yang terlibat dalam aksi ini menurut mereka adalah senin. 

Dimana seni menurut Ki Hajar Dewantara merupakan hasil keindahan sehingga dapat menggerakkan perasaan indah orang yang melihatnya, oleh karena itu perbuatan manusia lah yang dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan perasaan indah, itulah yang dinamakan seni, ada kepuasan tersendiri.

Seragam yang selama ini menjadi identitas dan teman sehari-hari dengan seketika berubah menjadi sehelai kain penuh warna-warni dan coretan yang mungkin tak pantas lagi untuk dikenakan dan disimpan. Sangat disayangkan sebenarnya apabila para pelajar melakukan hal itu, padahal seragam sekolah kita yang masih layak bisa di manfaatkan dengan baik entah itu disimpan sebagai kenangan saksi bisu bahwa banyak kisah indah yang terukir selama sekolah, mungkin bisa juga disumbangkan atau diberikan kepada adik kelas yang lebih membutuhkan.

Ternyata kebiasaan aksi corat-coret seragam dan konvoi jalanan yang dilakukan setelah pengumuman kelulusan sudah ada semenjak sekitar awal tahun 1990an. Tahun dimana masa penuh warna, khususnya anak-anak yang super bahagia karena belum dimanjakan dengan gadget. Menurut penuturan salah satu dosen di Yogyakarta, sebelum tahun 1990, belum ada pelajar yang melakukan aksi corat-coret pakaian dan konvoi di jalanan setelah pengumuman kelulusan. 

Barulah setelah Ebtanas diberlakukan di sekolah-sekolah, perlahan budaya semacam ini mulai terbentuk. Yangmana sistem Ebtanas dari pemerintah di kala itu dianggap sebagai beban oleh mayoritas pelajar. Maka wajar, setelah dinyatakan lulus dari sekolah, mereka mengekspresikan kebahagiaannya dengan melakukan aksi mencoret-coret seragam tanpa pikir panjang dan kemudian dilanjut dengan pawai atau konvoi. Kebiasaan ini bisa disebut sebagai bentuk protes pelajar karena sistem Ebtanas tersebut.

 Itulah kemudian mereka menganggap aksi corat-coret seragam sebagai salah satu simbol kebebasan pelajar yang telah lolos dari beban ujian yang membuat kepala puyeng bukan kepalang.

Mungkin kita bisa sedikit menengok tradisi kelulusan di beberapa sekolah yang beraneka ragam, seperti di salah satu sekolah di Yogyakarta, mereka para pelajar disana melakukan aksi pembagian nasi kotak dan susu pada masyarakat sekitar guna merayakan keululusannya. Ada juga di pesantren-pesantren mereka melakukan aksi sujud syukur berjamaah di tanah lapang. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk ucapan syukur atas hasil yang mereka peroleh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun