Mohon tunggu...
Adyta Husein
Adyta Husein Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kerja Nyata Terangi Negeri

25 Oktober 2016   19:22 Diperbarui: 25 Oktober 2016   19:40 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya sebatas menggugurkan kewajiban kepada perusahaan yang telah menggaji dan memberikan berbagai macam fasilitas untuk tetap bisa bertahan hidup, setiap karyawan yang bekerja (di manapun) tentu akan  diminta pertanggungjawabannya, baik di dunia terlebih di akhirat, maka dari itu perlu adanya niat yang tulus, komitmen dan konsistensi untuk senantiasa memberikan kontribusi terbaik dalam melakukan pengabdian kepada NKRI melalui bidang keahlian masing-masing, sehingga disebut “kerja nyata” untuk negeri.

Berbicara mengenai “menerangi negeri” berarti berbicara mengenai usaha dan upaya untuk mengabdikan diri pada NKRI dengan mengalirkan akses listrik kepada seluruh warga negara Indonesia, tanpa terkecuali, melalui PLN. Usaha dan upaya yang belakangan ini hangat dibicarakan oleh banyak orang, adalah program Pembangunan & Percepatan 35.000 MW, yang bagi sebagian besar orang, dianggap sebagai goal besar bagi pemerintah dalam “melistriki” negeri ini. 

Program Pembangunan dan Percepatan 35.000 MW merupakan program yang direncanakan oleh pemerintah pusat (Kementrian ESDM) untuk menyelesaikan permasalahan dalam hal penyediaan pembangkit.

Sedangkan jika berbicara mengenai “kerja nyata” bisa berarti berbicara mengenai upaya memberikan akses listrik kepada masyarakat sekaligus mengenai suka duka menjadi pegawai PLN. Teknisnya, kami yang berada di unit rayon, bertanggung jawab untuk memikirkan bagaimana agar, dan memastikan agar pasokan tersebut terus menyala tanpa mati melalui sistem pendistribusian. 

Kami, para pegawai PLN sering dihadapkan kepada berbagai macam tanggung jawab terlebih para “abdi listrik negara” yang menerima amanat untuk berkarya di ranah unit/rayon. Kami pasti akan menghadapi berbagai macam tantangan, yang bisa berasal dari lingkungan internal maupun eksternal yang tentunya akan mempengaruhi kinerja para pegawai yang berada di garda terdepan pelayanan kelistrikan di negeri ini.

Kita semua pasti mengenal yang namanya krisis energi. Seperti yang kita ketahui bersama, negara kita masih berada dalam tahap peralihan dari pembangkit berbahan bakar minyak menuju ke pembangkit berbahan bakar batu bara atau gas. Padahal, di negara maju, mereka sudah mengenal bahkan menerapkan pembangkit berbasis renewable energy seperti solar (sinar matahari), angin, atau sumber energi lain yang dapat diperbarui. Tidak perlu dipungkiri, ketersediaan energi (listrik) berbanding lurus dengan kemajuan teknologi. Yang artinya, semakin maju teknologinya, maka semakin besar pula ketersediaan listriknya. Pembangunan yang belum merata dan belum optimal, tentunya menjadi kendala bagi pemerataan ketersediaan listrik.

Menanggapi permasalahan tersebut, tentunya PLN telah melakukan upaya-upaya nyata untuk meminimalisir permasalahan tersebut, beberapa di antaranya adalah dengan menjalankan program LISDES dan PAL. Pembangunan jaringan PAL (Perluasan Aliran Listrik) merupakan suatu program yang bertujuan untuk memperluas area cakupan PLN dalam memberikan pelayanan kelistrikan, dengan target yaitu kelompok rumah warga; sedangkan LISDES (Listrik Desa) merupakan program yang bertujuan untuk “melistriki” suatu desa yang belum mendapatkan aliran listrik, biasanya daerah yang jarang diakses oleh pengunjung dan jauh dari keramaian, yang pada umumnya terdapat di daerah perbukitan dan lembah. 

Ada kisah menarik mengenai pengalaman saya selama terlibat dalam pelaksanaan pembangunan LISDES ini. Kebetulan, saya pernah bertemu dengan seorang kakek yang bertempat tinggal di daerah Payo Rapuih. Beliau merupakan salah satu mantan pejuang yang pernah ikut dalam perjuangan melawan penjajah dan mirisnya, baru pada tahun 2016 beliau dapat menikmati akses listrik! Dan yang lebih mengharukan, begitu tempat tinggalnya mendapatkan akses listrik, dengan wajah riang beliau langsung membeli bohlam yang dijual di warung desa sebelah.

Demikianlah, secara garis besar, LISDES & PAL merupakan beberapa program PLN yang bertujuan untuk menerangi pemukiman warga yang tinggal di bukit, gunung, atau tempat-tempat terpencil nan pelosok. Dan kebetulan, saya adalah orang yang terlibat langsung dalam penerapan program-program tersebut di wilayah Sumatera Barat, tepatnya di rayon Padangpanjang.

Adapun kendala-kendala lain yang kami temui dalam upaya mendistribusikan listrik ke seluruh negeri antara lain; 1. NKRI merupakan negara kepulauan, dimana hal ini membutuhkan usaha yang lebih keras dalam mencapai angka elektrifikasi 100%; 2. Kondisi geografis yang beraneka ragam, seperti misalnya perbukitan, dimana hal ini memerlukan perencanaan pembangunan jaringan listrik yang inovatif dan sesuai dengan kondisi alam yang unik tersebut; 3. Kondisi sosial, dalam hal ini, kami sebagai ujung tombak “abdi listrik negara” yang harus bersinggungan langsung dengan pelanggan yang memiliki beragam karakter dan budaya, diharuskan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik, demi tercipta kemitraan yang baik antara penyedia layanan dengan pelanggan listrik sehingga semua program yang bertujuan untuk menerangi negeri ini, dapat terlaksana dengan baik.

Kali ini saya akan bercerita mengenai kondisi di area kerja saya. Di bidang distribusi, kondisi alam yang ekstrim seringkali menjadi tantangan tersendiri. Salah satunya adalah letak tempat tinggal pelanggan yang berada jauh di ujung bukit atau lembah, sehingga dalam mendesain jaringan yang cocok untuk medan-medan yang unik tersebut, bisa dibilang bukan pekerjaan mudah. 

Dengan kondisi alam yang demikian, tentu saja akan banyak sekali tantangan yang dihadapi, salah satunya adalah medan kerja yang berat. Belum lagi jika kondisi alam sedang tidak bersahabat ketika sedang ada gangguan, kadang kami harus bekerja di tengah hujan lebat disertai angin, bahkan bekerja di tempat yang rawan longsor (kadang dengan membawa material seperti tiang, kabel, dan peralatan lainnya). Namun demikian, hal tersebut tidak mengurangi semangat kami, agar listrik yang padam di rumah pelanggan, dapat menyala sesegera mungkin.

Seringnya terjadi kondisi krisis listrik dimana pembangkit yang kami miliki tidak dapat memikul beban atau sedang berada dalam kondisi “sakit” sehingga perlu perbaikan yang memakan waktu, menjadikan para pelanggan kami terkena imbasnya. Pelanggan mau tak mau harus rela mengalami pemadaman bergilir, dan kami pun harus menerima kenyataan bahwa unit rayon tidak bisa berbuat banyak selama menangani kondisi ini karena berbagai keterbatasan pada performa pembangkit yang kami miliki tersebut. (Dengan berat hati) Terkadang yang bisa kami lakukan hanyalah memberi surat informasi dan permintaan maaf atas terjadinya pemadaman, dan memberi usulan bahwa daerah tersebut sudah terkena pemadaman (bergilir) sehingga harus di-rolling dengan daerah lain.

Berbicara mengenai sistem, yang sudah terbentuk bahkan sebelum saya lahir, perlu dilakukan beberapa intervensi supaya jaringan yang sudah terbangun ini masih dapat digunakan dengan baik, syukur jika masih dapat bertahan hingga beberapa tahun ke depan. Selain itu, merencanakan pembangunan jaringan baru yang lebih handal hingga bisa bertahan minimal sepuluh tahun ke depan atau lebih, sebaiknya segera dikerjakan. Tidak hanya itu, optimalisasi pemeliharaan jaringan agar pemadaman dapat ditekan seminim mungkin, juga perlu diupayakan. 

Ditambah, agar pasokan aliran listrik yang handal dan berkelanjutan yang telah kita susun melalui berbagai program tahunan terlaksana dengan baik, perlu dilakukan berbagai macam upgrade (pembaharuan), salah satu contoh yang paling sederhana (dan mendesak) adalah mengganti peralatan yang sudah usang.

Kami sadar, menjaga tidak semudah meraih. Jaringan listrik yang sudah direncanakan sebaik mungkin, dan dibangun sedemikian mungkin, hendaknya dipelihara agar menjadi suatu sistem yang handal dan berkelanjutan, dengan niat, komitmen dan konsistensi tentunya. Mendirikan sistem yang kokoh dengan kinerja yang “riil” perlu disertai dengan gebrakan yang jika perlu, beyond limitation.Langkah yang paling mudah dilakukan sebenarnya adalah dengan mengoptimalkan pelayanan serta membangun sistem yang sebaik mungkin, di ujung-ujung tombak seperti unit rayon, yang paling mengetahui dan memahami mengenai apa dan bagaimana keluh kesah pelanggan, apa dan bagaimana kondisi nyata di lapangan, serta semua serba serbi pemenuhan kebutuhan listrik yang optimal bagi pelanggan dengan beragam karakter yang bertempat tinggal di lingkungan yang unik dan tentu saja memiliki karakteristik lingkungan tersendiri. 

Tentu saja kami para pegawai di unit rayon tidak dapat bergerak sendiri, perlu adanya dukungan dari pihak yang lebih “hulu”, untuk membantu kami dalam mencapai cita-cita mulia tersebut.

Menjadi pegawai PLN, bukanlah hal yang mudah, kira-kira begitulah menurut saya. Seringkali saya mendengar langsung atau membaca di media sosial, orang-orang yang menyalah-nyalahkan PLN atas padamnya listrik di rumah/kantor mereka, seolah-olah kami pegawai PLN tidak becus mengurus kelistrikan di wilayah tempat tinggal mereka, padahal, mereka tidak mengetahui, di balik padamnya listrik yang menyebabkan mereka tidak bisa nonton tivi, mengeringkan baju, menyeterika baju, ada kami yang dengan sungguh-sungguh mengupayakan agar listrik di rumah pelanggan segera menyala. 

Percayalah, kamipun tidak ingin listrik di rumah kami padam. Kami sama dengan kalian, sama-sama pemilik aliran listrik. Listrik bukan hanya milik kami, melainkan juga milik para pelanggan, milik kita semua.

Tidak hanya itu, bahkan tidak jarang kami harus bangun tengah malam untuk sekedar mengecek apakah ada tiang roboh, kabel rusak, atau gangguan-gangguan lainnya yang menyebabkan kalian semua tidak bisa menikmati tontonan favorit kalian. Kami sedang tidak menyalahkan siapa-siapa, karena memang itulah pilihan kami. 

Tidak jarang juga kami harus rela bekerja selama lebih dari 12 jam, bahkan hampir 24 jam untuk memastikan listrik di rumah kalian tetap nyala, agar televisi di rumah kalian tetap menyala, agar kalian tetap bisa mengakses informasi-informasi yang kalian butuhkan melalui gadget kalian yang setiap beberapa jam sekali perlu di-charge, dan yang terpenting agar anak-anak kita semua tetap bisa membaca ensiklopedi favoritnya, serta mengulang pelajaran di sekolah tadi siang dengan nyaman dan tanpa kendala. Bukankah, itu makna sesungguhnya dari “menerangi negeri”?

Facebook : https://www.facebook.com/adyta.huseine

Twitter   : https://twitter.com/Adyta_Husein

Penulis   : Adyta Husein Effendi (PLN Willayah Sumatera Barat, Area Bukittinggi, Rayon Padang Panjang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun