Mohon tunggu...
Ady Putra Wijaya
Ady Putra Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Silih (Asah-Asih-Asuh-Wangi)

Tinggal di Bekasi, mencintai Bekasi dan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Partisipasi Masyarakat, Keterbukaan Informasi Publik, dan DPRD Kabupaten Bekasi "Tidak Punya" Website

2 Oktober 2019   22:52 Diperbarui: 2 Oktober 2019   23:03 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang lebih satu bulan yang lalu, tepatnya tanggal 5 September 2019 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi Periode 2019-2024 resmi dilantik. Lima puluh orang wakil rakyat itu telah resmi menjadi legislator daerah yang mewakili Tiga juta lebih warga Kabupaten Bekasi. Tentu, ada harapan besar masyarakat yang diamanahkan kepada para anggota dewan menyangkut perbaikan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Di samping itu, berbagai pekerjaan besar menanti para wakil rakyat terutama yang menyangkut sederetan persoalan yang krusial dan masih menjadi trending topic di Kabupaten Bekasi seperti pengangguran,  pendidikan, infrastruktur, pencemaran lingkungan dan penegakan hukum.

Selain itu, ada hal yang tak kalah penting yaitu terkait partisipasi masyarakat dalam merumuskan suatu kebijakan pembangunan. Masyarakat bukan hanya sebatas obyek pembangunan, tetapi mereka merupakan subyek yang harus dilibatkan dalam setiap proses pembuatan kebijakan pembangunan.

Dengan kata lain, partisipasi masyarakat menjadi sangat fundamental dalam kerangka kebijakan, agar benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Philipus M. Hadjon ( 1997: 4-5 ) mengemukakan bahwa konsep partisipasi publik berkaitan dengan konsep keterbukaan.

Dalam artian, tanpa keterbukaan pemerintahan tidak mungkin masyarakat dapat melakukan peran serta dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan.

Menurut Philipus M. Hadjon, keterbukaan, baik "openheid" maupun "openbaar-heid" sangat penting artinya bagi pelaksanaan pemerintahan yang baik dan demokratis. Dengan demikian keterbukaan dipandang sebagai suatu asas ketatanegaraan mengenai pelaksanaan wewenang secara layak.

Dengan adanya keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan, publik bisa dengan mudah mengakses data dan informasi yang diperlukan.

Dalam konteks ini, website sebagai suatu produk teknologi bisa digunakan untuk menyediakan beragam data dan informasi publik yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Oleh karena itu, keberadaan website sebuah lembaga pemerintah sangat diperlukan sebagai media komunikasi kepada masyarakat.

Pada kenyataannya, partisipasi masyarakat dan keterbukaan informasi publik di Kabupaten Bekasi masih jauh panggang dari api. Hal ini diperkuat dengan pengalaman pribadi saya.

Beberapa kali  saya mencoba mengakses data dan informasi terkait beberapa Peraturan Daerah (Perda) melalui jaringan internet, dan hasilnya cukup mengecewakan.

Sebagai contoh, saya mengakses website resmi Pemkab Bekasi www.bekasikab.go.id, untuk mencari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Ketenagakerjaan, hasilnya pun nihil. Kemudian saya tracking lagi di website Dinas Komunikasi Informatika Persandian dan Statistik, sebagai salahsatu leading sektor data dan informasi publik, hasilnya pun sama malah sama sekali tidak memuat produk-produk hukum daerah.

Sungguh aneh bin ajaib mengapa Perda sebagai produk hukum daerah yang secara normatif dijadikan landasan yuridis dalam menentukan arah kebijakan pembangunan tidak secara up date dipublikasikan kepada masyarakat.

Dari situ kemudian menimbulkan gambaran minus tentang kinerja aparatur yang bertanggung jawab dalam pengelolaan  website di Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Dari potret tersebut, mesti ada perbaikan dalam tata kelola data dan informasi di level eksekutif. Bagaimana dengan legislatif ?. Ternyata DPRD Kabupaten Bekasi justru tidak memiliki website.

Jika spiritnya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan keterbukaan informasi publik, rasanya tidak sulit bagi DPRD Kabupaten Bekasi Periode 2019-2024 untuk memiliki website.

Peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan merupakan hak masyarakat sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 F yang berbunyi : "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia".

Jadi, partisipasi masyarakat dan keterbukaan informasi publik merupakan amanat konstitusi. Wujud penerjemahan  dari amanat konstitusi dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di level legislatif salahsatunya dengan cara penggunaan website untuk memenuhi hak-hak masyarakat, diantaranya hak informasi.

Di tingkat Pemerintah Pusat, sudah ada dasar hukum yang lebih eksplisit yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Begitu juga, dalam hal partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 18, Pasal 88, Pasal 92, Pasal 96.

Di era digital saat ini, penggunaan teknologi informasi seperti website dalam urusan pemerintahan tidak bisa ditawar lagi karena merupakan manifestasi konsep E-Government (Pemerintahan Digital) sekaligus keharusan untuk mengikuti tren masyarakat yang sangat gandrung dalam menggunakan internet.

Jumlah masyarakat yang menggunakan internet di Indonesia semakin bertambah. Berdasarkan  data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet menembus angka 171 juta (sumber: Kompas.com, tanggal 16 Mei 2019).

Angka ini menunjukkan masyarakat Indonesia semakin ketergantungan terhadap internet, termasuk dalam hal mengakses beragam informasi tak terkecuali dalam bidang pemerintahan.

Dengan akses internet, ada efisiensi waktu dan biaya sehingga masyarakat tak perlu datang ke kantor pemerintahan untuk mendapatakan informasi,cukup mengakses di website atau kanal media sosial.

Penggunaan website sebagai suatu perangkat (tools) dalam konsep e-government dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Menurut UNDP, ada 10 prinsip pemerintahan yang baik (good governance), tiga diantaranya  adalah partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.

Pelaksanaan good governance bukan hanya untuk eksekutif, tapi dapat diaplikasikan oleh legislatif. Peningkatan partisipasi masyarakat dan tranparansi dalam kerangka kerja legislatif (legislasi, pengawasan dan budgeting) bisa memperbaiki citra diri DPRD di mata masyarakat.

Menurut survei LSI, DPR adalah Lembaga Negara dengan tingkat kepercayaan terendah (sumber: Kompas.com, tanggal 31 Juli 2018). Meskipun survei itu dilakukan untuk lembaga tingkat nasional (DPR), setidaknya menjadi "warning" bagi lembaga legislatif di daerah (DPRD).

Kepercayaan masyarakat (trust society) terhadap kinerja suatu lembaga akan mendorong partisipasi masyarakat, sehingga tercipta sinergi antara elemen masyarakat dengan para pembuat kebijakan. Konsep Penthahelix (lima jalinan) yang sering digelorakan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di berbagai pertemuan dapat dijadikan bahan pijakan paradigma pembangunan.

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, pada tanggal 28 Mei 2019 isi Pidato Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang diantaranya membahas konsep penthahelix di Forum Internasional membuat kagum delegasi PBB. Rumusan penthahelix, ABCGM (Akademisi, Bussines, Community, Government dan Media) adalah wujud sinergis dengan semangat kerja sama, partisipasi dan kolaborasi.

Atas dasar tersebut, menurut saya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi harus memiliki website tersendiri. Dengan adanya website, dapat menjadi kanal media komunikasi kepada publik.

Melalui website, kegiatan dan kerja-kerja legislatif dapat dipublikasi kepada masyarakat. Sehingga produk-produk hukum seperti peraturan daerah dapat disosialisasikan melalui website tersebut.

Bahkan, dalam proses tahapan penyusunan sebuah peraturan daerah sekalipun, jika memang benar-benar memperhatikan aspek partisipasi publik website bisa dijadikan sarana untuk mengupdate perkembangan atau progress report suatu peraturan yang sedang dibahas. Secara tidak langsung, masyarakat dapat mengawasi kinerja para anggota dewan secara personal dan DPRD secara kelembagaan.

Website adalah produk kemajuan teknologi yang bisa digunakan untuk melakukan modernisasi dan inovasi. Melakukan inovasi berarti beranjak dari "status quo" menuju paradigma baru yaitu dengan menjalankan kerja-kerja pemerintahan yang partisipatif, transparan dan akuntabel. Konsep dan spirit inovasi selaras dengan kaidah populer di NU yang kemudian "dimodifikasi" oleh KH. Ma'ruf Amin, "Al muhafadzhah ala qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah al ishlah ila ma huwal ashlah tsummal ashlah fal ashlah".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun