Mohon tunggu...
Ady Martin Sinaga
Ady Martin Sinaga Mohon Tunggu... Relawan - Penulis

Kita berhak bersuara melangkah bergerak untuk berdampak.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sengkarut RKUHP Upaya Dekolonisasi Mengancam Demokrasi

6 Juli 2022   00:00 Diperbarui: 6 Juli 2022   00:03 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarahnya Indonesia mengadopsi peraturan hukum pidana warisan hukum Belanda yang bernama Wetbeok Van Strafrecht Voor Nederlandsch-Indie yang disahkan melalui undang-undang nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang kemudian dinamakan Kita Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 

Saat ini pemerintah mendorong pembentukan Rencana Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang membenahi sistem Pidana di Indonesia dan pada hakikatnya dibentuk sebagai upaya menyusun sistem rekondifikasi hukum pidana nasional.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, misi awal RKUHP khususnya misi untuk merealisasikan dekolonisasi peraturan hukum pidana, tidak terejawantahkan dalam draf RKUHP. 

Dalam hal ini kurangnya transparansi dan keterlibatan publik atas draf RKUHP menjadi polemik awal pemicu kerisauan masyarakat terhadap RKUHP tersebut dan sangat bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan Pasal 96 ayat (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ayat (2) Pemberian masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring dan/atau luring. 

Ayat (4)  Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. 

Sementara itu draft RKUHP saat ini masih belum dapat diakses masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap RKUHP. Sehingga diwarnai oleh berbagai penolakan dari elemen masyarakat dan diduga terdapat pasal yang mengandung watak kolonial, di antaranya Pasal 217, 218 dan Pasal 219 RKUHP terkait penyerangan terhadap harkat dan martabat presiden atau wakil presiden, Pasal 240 dan Pasal 241 RKUHP yang mengatur penghinaan terhadap pemerintah, serta Pasal 353 dan Pasal 354 RKUHP yang mengatur penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara. 

Terhadap pasal-pasal tersebut akan berpotensi melemahkan kebebasan berdemokrasi dan menyampaikan pendapat terlebih adanya pasal kontroversial 273  yang mengatur Penyelenggaraan Pawai, Pesta, atau Keramaian akan membuat ketakutan berekspresi dan mengemukakan pendapat di muka umum.

Oleh karena itu, penting bagi lembaga pemerintahan baik eksekutif dan legislatif membuka draft RKUHP serta melibatkan publik untuk memberikan saran, aspirasi dan kritikan dalam pembentukan RKUHP tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun