Mohon tunggu...
Ady Martin Sinaga
Ady Martin Sinaga Mohon Tunggu... Relawan - Penulis

Kita berhak bersuara melangkah bergerak untuk berdampak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Karpet Merah Istana untuk Daerah

3 Februari 2022   00:17 Diperbarui: 6 Maret 2022   02:13 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Republik Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi di dunia yang didirikan berlandaskan ideologi Pancasila dan UUD 1945 pembukaan sumber hukumnya. 

76 tahun telah merdeka republik ini melewati banyak sejarah mulai dari penjajahan, kongres pemuda, proklamasi, pemberontakan, trikora serta banyak masa kepemimpina dilaluinya orde lama dengan gejolak komunismenya, orde baru dengan KKN sarapan paginya dan reformasi dengan konsensus kebebasannya. 

Sejarah baru kini mencatat seorang kepala negara menghantarkan anak ke gerbang pintu di daerah untuk memimpin disana lima tahun kedepan lamanya, apakah karena pengalaman atau prestasi memimpinya?

Tidak dapat dipungkiri bahwa karpet merah selalu membentang terbuka bagi penguasa yang melangkah dari istana seolah dia perkasa lalu mencoba peruntungan di daerah. Inilah demokrasi ( N + 1) suara terbanyak akan menjadi pemenang sehingga bayang-bayang istana pun sampai ke kursi daerah dan benar saja kini banyak nasib digantungkan dipundak penguasa yang dulunya seorang pengusaha seraya berharap mewarisi kedermawanan sang ayah yang telah memimpin sebuah negara dua periode lamanya ternyata hampir setahun rakyat menunggu kabar gembira belum pula ada perubahan yang dibawa. 

Karpet merah istana ternyata tidak menjadi jaminan keindahan di daerah karena nama sang ayah atau kolega partainya lah yang menghantarkannya menuju kursi daerah.

 Fakta mengatakan Tranparancy Internasional Global Coruption Barometer Asia 2020 menunjukkan bahwa Indonesia masuk ke dalam peringkat ketiga terbesar untuk negara Asia dengan kasus Nepotisme tertinggi lantas muncul pertanyaan apakah kasus diatas bagian dari Nepotisme?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun