Polusi carbon saat ini merupakan masalah disetiap negara. Negara berkembang hingga maju, sudah mulai peduli akan emisi karbon yang dihasilkan. Beragam cara dan regulasi dibuat agar dapat menyelesaikan permasalahan mengenai emisi karbon yang di keluarkan oleh beragam industri.Â
Beragam cara telah diusahakan, hingga kini muncul sebuah cara 'mencuci dosa' yang lebih efisien dan dinilai efektif dalam mereduksi karbon. Carbon trading atau perdagangan karbon merupakan solusi yang mulai dilirik banyak perusahaan besar dengan level multinasional. Lantas "Apa itu perdagangan karbon?"
Carbon trading merupakan kegiatan jual beli kredit karbon dengan tujuan untuk mengurangi dari dampak efek rumah kaca. Semakin tingginya produksi karbon disetiap industri di seluruh dunia membuat indutri ini semakin punya peluang sebagai komoditas yang menarik untuk dilirik.Â
Sebagai negara dengan luas wilayah hutan terbesar nomor 3 di dunia, Indonesia kini mulai melirik peluang tersebut. Tak sampai disitu, menurut asosiasi pengusaha hutan indonesia, diperkirakan hutan indonesia mampu menyerap hingga 5,5 giga ton atau senilai dengan 10% dari total karbon yang tersebar di seluruh dunia.Â
Dengan kemampuan menyerap 10% dari total emisi karbon yang dihasilkan dari seluruh dunia. Indonesia dapat menambah pemasukan sekitar 1400-1600 Triliun Rupiah. Sungguh angka yang fantastis bukan? Kini pemerintah sudah merancang mengenai regulasi perdagangan karbon yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemerintah akan mengawasi secara penuh mengenai regulasi serta sistem dari perdagangan karbon. Hal tersebut diimplementasikan dengan adanya Sistem Resi Gudang atau SRG yang memungkinkan untuk menyusuri hutan mana yang mereduksi karbon yang kita hasilkan.Â
Regulasi yang dibuat pemerintah tentunya tidak hanya berfokus pada ranah pengembangan suatu bisnis, akan tetapi juga berfokus pada nilai sosial yang hutan berikan kepada manusia dan lingkungan hidup di sekitarnya.
Komoditas yang begitu cemerlang ini bukanlah tanpa ada kendala. Mengambil contoh dari Katingan Mentaya Project sebuah proyek yang bergerak dibidang reduksi karbon.Â
Beberapa kendala terjadi justru dari penduduk sekitar yang mencaplok lahan dari Katingan Mentaya Project. Hal tersebut terjadi karena ketidakjelasan tanah milih proyek ini dan tanah milik warga.Â
Selain itu, regulasi yang diterapkan di Indonesia saat ini cukup rumit bagi sebagian pebisnis. Banyak gagasan agar carbon trading ini dibuat dalam konsep B2B sehingga mempermudah proses transaksi.
 Oleh karena itu, berdasarkan kendala yang terjadi saat ini dari perdagangan ini, kunci yang terbaik terletak pada pemangku kebijakan.Â
Regulasi yang dibuat haruslah lebih mudah agar industri dapat segera mengalokasikan dana nya untuk terlibat dalam carbon trading di Indonesia. Regulasi yang baik dan efisien dapat membuat perdagangan karbon menjadi komoditas besar dengan peluang emas di 2060.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H