Diplomasi HAM adalah bidang studi baru yang berkembang seiring dengan globalisasi dan teknologi informasi. LSM dan media massa memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang pelanggaran HAM di tingkat internasional. Di era globalisasi, pelanggaran HAM menjadi perhatian dunia internasional dan mungkin memicu intervensi kemanusiaan untuk melindungi hak hidup dan keamanan semua manusia. Ini menunjukkan bahwa isu HAM tidak lagi dipandang sebagai isu domestik di suatu negara, tetapi sebagai perhatian global.
Dalam kasus diplomasi ham kali ini saya membahas kasus yaitu perjuangan Armenia dalam mencapai perdamaian di konflik Nagorno-Karabakh. Pada tahun 1988, orang-orang Armenia di Nagorno-Karabakh mulai menuntut agar wilayah tersebut diperintah oleh orang-orang Armenia. Ketika wilayah tersebut secara resmi mendeklarasikan kemerdekaannya pada tahun 1991, pecah perang antara Armenia dan Azerbaijan. Pada tahun 1993, Armenia menguasai sebagian besar Nagorno-Karabakh dan wilayah sekitar Azerbaijan. Pada bulan September sampai November 2020, perang kembali pecah antara Armenia dan Azerbaijan(BBC Indonesia, 2020). Yang dimana perang tersebut berakhir dengan kemenangan pihak Azerbaijan dan bubarnya Nagorno Karabakh.
Konflik ini terjadi beberapa kali karena potensi energi yang luar biasa dari cadangan minyak dan gas di wilayah tersebut. Negara-negara besar seperti Rusia, Turki, dan Iran juga terlibat dalam konflik ini karena potensi energi tersebut(Mursila, 2020)
Wilayah Nagorno-Karabakh adalah sumber konflik antara Azerbaijan dan Armenia. Meskipun mayoritas penduduknya adalah etnis Armenia, wilayah ini diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Nagorno-Karabakh memiliki ibu kota bernama Stepanakert, dengan bahasa sehari-hari menggunakan Hierenian (Armenia) dan mata uang dram Armenia. Meskipun wilayah ini dideklarasikan merdeka oleh penduduknya pada tahun 1991, dunia internasional tidak mengakuinya, dan masih dianggap sebagai bagian dari Azerbaijan.Sejarah Awal Konflik
Armenia adalah negara merdeka yang terletak di Asia Barat Daya, tepatnya di kawasan Kaukasus Selatan. Negara ini berbatasan dengan Azerbaijan sepanjang 996 km, Georgia sepanjang 219 km, Iran sepanjang 44 km, dan Turki sepanjang 311 km. Azerbaijan juga terletak di kawasan Kaukasus, di perbatasan antara Asia Barat Daya dan Eropa, berbatasan dengan Rusia di utara, Georgia dan Armenia di barat, serta Iran di selatan. Armenia dan Azerbaijan telah lama bersengketa mengenai wilayah, terutama sejak tahun 1990-an. Konflik pertama terjadi antara tahun 1988 hingga 1991 dan berlanjut hingga 1992 hingga 1994. Konflik tersebut sempat mereda pada tahun 1994 setelah dilakukannya perjanjian gencatan senjata, namun tidak bertahan lama. Pada tahun 2014, konflik kembali pecah, terutama mengenai upaya untuk mengalokasikan dan memisahkan wilayah Nagorno-Karabakh dari negara-negara tersebut. (Wijaya, 2016).
Upaya Diplomasi Oleh Armenia dan OSCE
Armenia aktif berupaya menyelesaikan konflik Nagorno-Karabakh melalui berbagai jalur diplomasi. Mereka melakukan negosiasi langsung dengan Azerbaijan didukung oleh pihak ketiga dan organisasi internasional. Melalui Grup OSCE Minsk, Armenia bekerja sama dengan AS, Rusia, dan Prancis untuk mencari solusi damai. Mereka juga menggunakannya platform organisasi internasional seperti PBB untuk meningkatkan kesadaran global akan konflik tersebut. Diplomasi kemanusiaan juga menjadi fokus Armenia, dengan menekankan aspek pengungsi dan hak asasi manusia. Armenia juga mendekatkan diri dengan Uni Eropa untuk mendapatkan dukungan politik dan ekonomi. Peran diaspora Armenia di seluruh dunia juga penting, dengan mempengaruhi kebijakan negara tempat mereka tinggal demi mendapatkan dukungan politik. Upaya diplomasi ini merupakan bagian dari strategi Armenia untuk mendapatkan solusi damai dalam konflik Nagorno-Karabakh.
Sementara dari peran dari organisasi internasional salah satunya adalah OSCE memiliki peran sebagai fasilitator dan guarantor yang dimaksud disini adalah OSCE Minsk Group memainkan peran mediasi dalam mediasi konflik Nagorno-Karabakh. Menurut Mitchell , peran mediator sebagai fasilitator adalah mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik. OSCE Minsk Group melakukan upaya terbaiknya untuk melakukan mediasi pada tahun 2009. Rapat tingkat presiden dilaksanakan sebanyak dan rapat tingkat menteri dilaksanakan sebanyak. Sekalipun pertemuan-pertemuan ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, upaya dan waktu yang diinvestasikan oleh Kelompok Minsk OSCE untuk menyelenggarakan pertemuan antara Armenia dan Azerbaijan patut mendapat pengakuan. OSCE Minsk Group berhasil menciptakan suasana yang cukup bersahabat antara Armenia dan Azerbaijan pada tahun 2009.
Menurut Mitchell (2005), Guarantor adalah peran yang dimainkan oleh mediator untuk menjamin kelanjutan diskusi. Peran Minsk Group sebagai mediator dan visioner juga menjadi penjamin dalam mediasi konflik Nagorno-Karabakh, memastikan kedua belah pihak terus bertemu dan berdiskusi untuk merundingkan perjanjian damai. Peran penjamin dilaksanakan oleh OSCE Minsk Group melalui pelaksanaan misi evaluasi di tempat. FAM sendiri dilaksanakan melalui kunjungan ke wilayah konflik. Kunjungan Kelompok OSCE Minsk ke daerah konflik memiliki tujuan tertentu. Tujuan kunjungan ini adalah untuk menunjukkan kepada Armenia dan Azerbaijan bahwa akibat konflik hanya akan menimbulkan penderitaan bagi masyarakat di wilayah konflik. OSCE Minsk Group secara tidak langsung mengharapkan para pihak untuk terus bekerja sama di bawah naungan OSCE Minsk Group guna mencari solusi atas konflik yang berkepanjangan ini.
Tantangan Serta Hambatannya
Dalam diplomasi Armenia untuk menyelesaikan konflik Nagorno-Karabakh dengan Azerbaijan, terdapat beberapa tantangan, antara lain faktor internal dan eksternal.
Faktor Internal:
meliputi ketidakstabilan politik dalam negeri setelah revolusi damai tahun 2018 yang mempengaruhi kemampuan pemerintah untuk mengambil keputusan dalam diplomasi. Selain itu, tekanan dari kelompok nasionalis, kondisi ekonomi yang lemah, kepentingan militer, dampak diaspora Armenia, dan masalah identitas dan sejarah juga menjadi tantangan dalam mencapai solusi damai. Kelompok nasionalis yang menentang kompromi, kondisi ekonomi yang buruk, dan kepentingan militer yang keras mengenai konflik membuat pencapaian solusi damai menjadi sulit. Sementara itu, diaspora Armenia di seluruh dunia dan masalah identitas nasional serta sejarah panjang permusuhan antara Armenia dan Azerbaijan juga memperburuk kesulitan dalam mencapai perdamaian.
Faktor Eksternal:
Kemenangan Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh didukung oleh Turki melalui bantuan alutsista dan hubungan strategis antara kedua negara didasari oleh kerjasama trilateral dan quadrilateral yang penting dalam stabilitas, perdamaian, dan kemakmuran regional. Turki mendukung Azerbaijan dalam konflik Nagorno-Karabakh dan menawarkan bantuan yang dibutuhkan karena memiliki kepentingan dalam keamanan energi dan ketergantungan pada Rusia dalam pasokan gas alam. Kerja sama antara Turki dan Azerbaijan untuk membangun jalur pipa yang menghubungkan minyak Laut Kaspia dari Baku ke Ceyhan juga mendapat dukungan dari Amerika Serikat. Jalur pipa ini merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan Turki pada Rusia dan memperoleh sumber energi alternatif.
Hasil Dari Diplomasi Armenia:Â
Namun apakah diplomasi yang dilakukan oleh Armenia berhasil dalam penyelesaian konflik ini berhasil? Berdasarkan perjanjian gencatan senjata yang dilakukan pada tahun 2023 yang mediasi oleh Russia setelah serangan Azerbaijan yang dimana konflik tersebut berhasil diselesaikan dengan ditandai dengan bubarnya Pemerintahan Artaskh beserta angkatan bersenjata mereka, Walaupun berhasil mencapai Perdamaian di wilayah kaukasus namun hasil perundingan tersebut mengakitbatkan gelombang protes di Armenia yang dilakukan oleh kaum Nasionalis Armenia karena menurut mereka hasil perundingan tersebut tidak adil serta enggannya Russia untuk melakukan intervensi dalam konfllik tersebut melalui bantuan pengkriman pasukan. Sekaligus munculnya krisis baru diperbatasan antar kedua negara.
Kesimpulan
Perjuangan Armenia dalam mencapai solusi damai melalui diplomasi di konflik Nagorno-Karabakh merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan. Melalui keterlibatan aktif dalam proses diplomatik, Armenia berusaha untuk mengamankan hak penentuan nasib sendiri dan jaminan keamanan bagi penduduk Nagorno-Karabakh. Meski berbagai hambatan masih ada, komitmen Armenia terhadap perdamaian tetap kuat. Solusi damai yang berkelanjutan memerlukan kompromi dari kedua belah pihak dan dukungan penuh dari komunitas internasional. Hanya dengan pendekatan yang inklusif dan adil, harapan untuk perdamaian abadi di Nagorno-Karabakh dapat terwujud.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H