Mohon tunggu...
Ady Akbar
Ady Akbar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Ady Akbar. Universitas Haluoleo Kendari- Sulawesi Tenggara. CP: 085242400515

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Makassar, Surat untuk Menteri Pendidikan

6 Maret 2015   14:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari akun facebook_Surat ini ditulis oleh seorang mahasiswa di salah satu universitas di Makassar. Berikut selengkapnya

***

Hari ini Kamis 5 Maret 2015

Adalah hari terakhir verifikasi data untuk beberapa mahasiswa yang kurang beruntung karena namanya tercatat dalam daftar mahasiswa yang terancam tercabut beasiswa bidik misi-nya. sebut saja teman saya Jaiz (bukan nama sebenarnya), salah satu teman sekelas sekaligus sahabat karib saya yang namanya tercatat dalam daftar tersebut, daftar yang telah mampu mengganggu tidur nyenyak nya beberapa hari terakhir, daftar yang menjadi momok menakutkan apabila kemungkinan terburuk terjadi.

Karena orang tuanya PNS (Pegawai Negeri Sipil), adalah alasan di balik terdaftarnya nama Jaiz dan sejumlah mahasiswa lain dalam kelompok mahasiswa yang terancam bidik misinya, hal tersebut diketahui dari staff dan keterangan ypada papan pengumuman. staff kemahasiswaan yang tak perlu disebutkan namanya ini menjelaskan bahwa verifikasi ini hanyalah formalitas belaka, hanya sebuah usaha palsu agar beasiswa teman saya dan mahasiwa lain tidak di cabut. ya betul, sudah dapat dipastikan bahwa semua anak PNS tidak lagi berhak menerima beasiswa bidik misi, yah alasannya sudah pasti bahwa jajaran pemerintah menganggap PNS adalah pekerjaan yang memiliki kemampanan untuk urusan biaya. namun apakah itu sepenuhnya benar? benar apabila orang tua mahasiswa adalah PNS golongan IV dan hanya memiliki dua anak, namun apabila kita melirik PNS golongan I yang mana gaji maksimalnya 2.400.000 dengan anak lebih dari tiga, mungkin pernyataan bahwa mahasiwa yang orang tuanya PNS adalah orang mampu perlu dikaji ulang.

Inilah yang menjadikan saya ingin berontak, ingin bersuara namun tak diberi kesempatan, prihatin terhadap sahabat karib dan mahasiswa lain yang senasib dengannya. Lewat tulisan inilah saya berharap meski kemungkinannya mendekati nol persen, berharap agar tulisan ini sampai kepada Dia sang pemilik kebijakan, kepada Dia yang telah menunjukkan ke plin-plan-annya lewat kebijakan naik-turun-naiknya BBM, kepada Dia yang seenaknya memutuskan memberhentikan penerimaan PNS baru selama 5 tahun kedepan bukannya mengurangi jumlah yang diterima saja. yah, mungkin sekali-kali pak Presiden tidak hanya blusukan di tempat-tempat ramai yang bisa dilihat masyarakat banyak, bukankah kampus dan mahasiswanya juga masyarakat bapak? bukankah dengan blusukan ke kampus bapak bisa tahu kehidupan kami, apakah kebijakan bapak telah tepat ataukah melenceng, ataukah bapak enggan karena blusukan dikampus mungkin tidak terlalu di ekspos media? tenang pak, kampus juga ramai kok, hampir sama dengan tempat-tempat yang biasa bapak blusukin. bedanya dikampus orangnya lebih variatif, ada mahasiswa pintar, ada mahasiswa jago olahraga, ada mahasiswa kreatif, dan lain sebagainya, termasuk mahasiwa miskin seperti kami.

Kembali ke teman saya Jaiz, merupakan salah satu mahasiswa yang masuk kampus ini lewat jalur SNMPTN, merupakan penerima beasiswa bidik misi sejak awal perkuliahan sampai semester lima, memilik IPK di atas tiga, dan benar adalah anak PNS. Dari slip gaji yang disetorkan tadi, saya mengetahui bahwa orang tua sahabat saya ini adalah PNS golongan 2, karena gaji yang diterimanya adalah 2,7 juta perbulan, gaji yang lumayan namun tidak bisa di bilang banyak bila dengan dua anak, dan faktanya Jaiz adalah anak pertama dari enam bersaudara, yang mana tiga adiknya juga sedang berada pada jenjang pendidikan wajib belajar 12 tahun. masih disebut mapankah keluarga mereka wahai Presidenku? masih di anggap cukupkah 2.700.000 di bagi dengan delapan orang? sungguh matamu buta, telingamu tuli, hatimu tertutup bila engkau mengiyakannya.

Minggu lalu saya sempat berbagi cerita dengannya, saya mengetahui bahwa uang yang ada disakunya saat ini tersisa tinggal 350.000-, dan malam sebelumya orang tuanya menelfon bahwa adik kecilnya yang duduk di bangku TK (Taman Kanak-kanak) diharuskan membayar untuk keperluan sekolahnya sebesar 200.000-, dengan berbesar hati teman saya menyanggupinya, teman saya tidak rela adiknya terhambat sekolahnya hanya karena masalah dana, yah saat ini uang yang dimilikinya hanya 150.000-, yang akan digunakan untuk biaya hidupnya sampai pencairan beasiswa bidik misi selanjutnya (biasanya di akhir semester), namun hal tersebut bisa jadi semakin buruk bila beasiswa tersebut tak kunjung cair lagi karena pencabutan yang dilakukan oleh pihak yang terkait, dan tidak menutup kemungkinan bisa saja teman saya yang sekarang semester enam harus mengubur mimpinya untuk menjadi sarjana teknik.

Engkau harus tahu teman saya ini adalah orang yang mendukung anda saat kampanye dulu, bisa dibayangkan bahwa anda yang di elu-elukannya dulu untuk memperbaiki bangsa ini, malah dengan kejam telah merenggut sedikit kebahagiaan yang dimiliki keluarga misikinnya. Terima Kasih pak Presiden, semoga anda selalu di beri keniscayaan oleh Allah Swt, pesanku jangan terlalu lama menutup diri dan memalingkan wajah, efek boomerang bisa saja cepat terjadi.

000-,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun