Mohon tunggu...
Yohanes Pembaptis Widiawan
Yohanes Pembaptis Widiawan Mohon Tunggu... profesional -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Investasi Mimpi

31 Mei 2014   17:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:53 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mimpi apa semalem.. ?

Samingan menarik kemben istrinya yang masih basah.

“lupa..”

Samingan menepuk-nepuk kepalanya.

“di ingat jeng, ojo lali yo..”

“nanti siang , aku pulang narik, kamu jangan pergi kemana-mana..”

Samingan menatapi muka isterinya lekat-lekat. isterinya malah asyik menarik ember berisi rendaman pakaian kotor, mendekat ketempat dia duduk didepan bak penampungan air.

“beli rinso sana, opo bajumu ini mau nggak di cuci..”

Isterinya melengos ganti menatapi samingan.

“yo ko disik, aku beli ke warung..”

Sekelebat tubuhnya menghilang dibalik susunan belahan bambu yang menjadi pagar rumah kontrakan.

“ssttt.... stttt....”

Samingan berhenti melangkah, tinggal beberapa meter dari muka warung mbok binah.

“opo.. ?“

“sudah tanya isterimu .. ?”

Yang ditanya malah balik bertanya.

Samingan menggeleng.

“isterimu nggak mimpi .. ?”

“dia lupa sama mimpinya, sudah saya suruh mengingat Jo, tapi tetap lupa..”

“waduuh..”

“biar nanti siang saja, siapa tahu dia sudah ingat lagi.. aku tinggal dulu Jo mau beli rinso..”

“yo wis, ojo lali .. nanti siang saya tunggu di warung kopinya yuk Ani yo Ngan ..”

Teman bicaranya ingin memastikan dia mengingat pesannya.

“yo, nanti aku kesana..”

“gimana jeng sudah ingat mimpimu semalam..?”

Samingan menarik handuk kecil, yang ia jemur diatas becaknya, dia menyapu keringatnya dengan handuk kecil itu.

“aku lupa loh kang..”

“sudah tak inget inget..”

Samingan masih memegangi becak disamping kontrakannya, mencari ganjal ban becak agar tidak lari mundur.

“coba di ingat jeng, ini investasi besar, siapa tahu bisa merubah nasib kita..”

Samingan merayu isterinya, duduk menyebelahi isterinya di balai-balai bambu.

“nasib..nasib.. nasib itu dirubah dengan kerja keras, usaha kang, gak nunggu mimpi..”

Isterinya mulai mengomel, walau suara omelannya tidak terdengar keras. Hanya didengar oleh mereka berdua.

“yo selain itu bejone nasib, bisa karena peruntungan juga to jeng, si kandar, sudah bisa beli becak sendiri, sudah gak sewa sewa lagi.. “

Isterinya diam tak menjawab perkataan Samingan. Samingan menyapu lehernya dengan handuk yang basah penuh air keringat.

*

Warung kopi yuk ani, siang sudah nampak ramai pengunjung.

“jadi bener, isterimu lupa mimpinya ngan.. ?”

Orang-orang lain yang masih asyik menikmati kudapan di warung Yuk Ani, jadi ikut memandangi samingan, yang baru menghempaskan pantatnya ke kursi kayu di sudut warung Yuk ani.

“ya begitulah..”

“waduuh gak ada pakem kita hari ini, kalo isteri samingan gak mimpi...”

Yuk ani menyodorkan gelas kopi ke meja samingan.

Bejo menarik dingklik panjang mendekat ke tempat Samingan duduk.

“terus kamu mau pasang apa ?”

Bejo setengah berbisik bicara pada Samingan.

“gak pasang aku Jo..”

“aku cuma dapet tarikan sedikit hari ini.. “

“tapi menang kemarin masih ada sisa to Ngan ..?”

“abis buat bayar kontrakan sama bayar utang di warung mbok binah jo..”

“Utang dulu yo ndak apa apa..” suara lain menimpali ucapan Samingan.

Joko yang baru masuk warung yuk ani mendekati mereka berdua.

“ndak opo opo kang, sing penting bisnis jalan, rejeki datang he he he.. “

Joko tertawa sendiri.

“ini Investasi murni kang samingan, bukan sistem Multi Level Marketing, ini investasi riil.. nyata.. ”

“ra mudeng aku ko karo omonganmu..”

Yuk ani menyerahkan gelas berisi kopi ketangan Joko.

“lah yo iyo to yuk..”

Joko menatapi lekat yuk ani yang berjalan memantatinya. semlehoy.

“Investasi nyata gimana maksudmu Ko ?”

Seseorang di meja lain bertanya kepada joko.

“gini lek pardi ..”

Joko memutar posisi duduknya menghadap kepada lek pardi yang masih meniupi gelas kopinya.

“di Indonesia ini pemerintah salah kaprah, Investasi bodong yang menilap uang negara trilyunan rupiah di lindungi oleh pemerintah, investasi yang cemerlang dan menghasilkan banyak devisa malah dilarang undang-undang, yo to lek.. jadi buruan petugas keamanan. . akhirnya uang yang mestinya bisa menyumbang devisa ke negara, jadi hilang begitu saja ?“

Lek pardi geleng-geleng.

“kebanyakan teori kamu, Ko..”

“investasi ki artine opo ko, terus opo investasi yang kamu maksudkan ?”

“investasi yo investasi, usaha yang menghasilkan devisa, devisa itu pemasukan untuk negara kang.. wong tuo nek ra tau mangan mejo sekolah yo koyo ngono, ora mudeng... jenise yo kuda lari.. ”

Lek pardi terkekeh mengejek ucapan Joko.

“halah ko, kamu ini.. sekolahmu aja gak becus, kalo sekolahmu becus kamu ini gak jadi bandar kuda lari ko ...”

Yang lain ikut tertawa.

“Ko, judi itu haram .. dilarang agama, dilarang pemerintah, dilarang sama bang haji..”

Samidi meneruskan ucapan lek pardi

“haji sopo ?”

Joko gundah menebak jawaban pertanyaannya sendiri.

“yo haji rhoma irama-lah”

“healah keple..”

Gelak tawa pecah diwarung yuk ani, disamping pangkalan becak pasar kauman.

“mimpi, sekarang ini bisa di investasikan, di cak, di rumus, di pėtani, bisa jadi nomor jitu..”

“halah itu ndak seribu satu ko.. kebetulan saja..”

Asap rokok jirem mengepul dimulut lek pardi.

“kata siapa.. buktine bojone kang samingan.. tiga kali bukaan kuda lari tiga kali kang samingan nembus, lek..”

Lek pardi mencibirkan bibirnya.

“kebetulan ko..”

“tiga kali ndak bisa dibilang kebetulan lek, pasanganmu aja belum tentu satu minggu bisa tembus to..”

“jadi opo aku mesti mimpi dulu baru pasang kuda lari..”

“harus..”

Joko berdebat dengan Lek pardi.

“tanyao’ samingan..isteri samingan katanya semalem gak mimpi..”

Samingan nyengir kuda.

“bukan tidak mimpi, tapi lupa mimpinya..”

Bejo menimpali perkataan lek pardi.

“ngabisin bondo aja kuda larimu itu Ko..”

Samidi menarik pisang goreng dari piring ditengah meja.

“lah kuda lari lebih baik dibandingkan investasi investasi bodong yang ada sekarang.. merayu ikut ini ikut itu masukan dana sekian-sekian, sebulan bayar bunga dua bulan bunga cairnya seret, tiga bulan kemudian investornya yang lari.. kalo kuda lari bandar bertanggungjawab mbayar nomor yang keluar, yang penting kalo tembus nomor yo dibayar, tidak nunggu nanti..”

“cerewet..”

Yuk ani keluar dari dapur.

“pasang yuk.. ?”

“ora sudi’ ..”

“pasang sewu kalo nomornya keluar jadi enampuluh kali lipat yu..”

“ora pengen..”

Joko memicingkan matanya melihat gemulai yuk ani yang berbalut kemben jarik. Wanita setengah tua yang membuka warung makan dipangkalan becak kauman.

“ aku pasang limabelas aja ko..”

Lek pardi menarik capilnya, bersiap pergi.

“kali piro lek .. ?”

“tigaribu aja.. “

Lek pardi menyodorkan tiga lembar uang ribuan.

“gimana mau kaya.. pasang tiga lembar..”

Lek pardi tersenyum kecut, berjalan keluar dari warung yuk ani.

*

Warung yuk ani sepi, tinggal samingan dan bejo yang bisik-bisik bersama yuk ani,

“kebakar ?”

“iya mimpi becakmu kebakar Jo ..”

“Masya Allah.. “

“nomer piro becakmu, Jo.. ?”

“satu, satu, satu, delapan “

Yuk ani meyakinkan bejo akan mimpinya yang baru di ingatnya.

“aku baru inget Jo..”

Bejo memandangi samingan.

“yo dipasang jo.. aku melu pasang .. ”

Samingan meyakinkan bejo.

*

Selepas adzan mahgrib

“Bejo tembus empat angka.. ?”

Lek pardi melap mukanya dengan handuk yang melingkar di lehernya.

“opo tenan ..”

Dia tidak yakin.

“duapuluh lima lembar lek.. hasil ngecak mimpinya yuk ani.. ”

Lek pardi geleng-geleng kepala. Tangan kirinya menggaruk garuk kepala yang tidak gatal.

“Samingan juga dapet.. gara gara kesandung dingklik dia jadi dapat dua kali lipat lebih banyak dari bejo.. sugih saiki samingan, lek.. ”

“kesandung dingklik, jadi dapat lebih banyak.. ?”

“iya lik, katanya itu kode alam..”

Lek pardi memicingkan matanya. Tanda serius mendengarkan penjelasan tarjo, lawan bicaranya.

“iya, kode alam.. pertanda..”

Lek pardi masih menggaruk-garuk kepalanya.

Kauman 12 November 2004

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun