Mengenai sahnya penahanan yang dilakukan penyidik harus berdasarkan atas Surat Perintah Penahanan, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :
Â
"Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana"Â
Dan Tembusan Surat Perintah Penahanan tersebut WAJIB harus diberikan kepada keluarga Tersangka, sesuai diatur dalam Pasal 21 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :
"Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya"
Pihak Keluarga atau suami atau istri dan atau melalui Kuasa yang sah (Advokat) berhak untuk mengajukan permintaan pemeriksaan Praperadilan mengenai sah atau tidaknya penahanan pada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi wilayah kantor polisi tempat Tersangka ditahan, sebagaimana diatur dalam pasal 77 butir (a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :
"Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan"Â
Jika dalam Praperadilan diputus penahanan adalah tidak sah atau ilegal, maka paling lama 3 bulan sejak pemberitahuan penetapan pengadilan tersebut, Keluarga atau suami atau istri atau Kuasa yang sah dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi atas penahanan tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 95 Jo pasal 97 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :
Pasal 95 :(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. (2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77. (3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. (5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.Pasal 97 :(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat.(1).(3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H