Mohon tunggu...
Syukni Tumi Pengata
Syukni Tumi Pengata Mohon Tunggu... profesional -

Pengacara dan Komisaris Utama pada PT TumiLawyers Indonesia "Jasa pengacara dan penasihat hukum dalam kasus sipil/perdata, kriminal/pidana dan perselisihan tenaga kerja dan konsultasi umum, Jasa notaris, persiapan dokumen hukum, dokumen badan hukum, perjanjian kerjasama atau dokumen yang serupa dalam kaitan dengan pembentukan perusahaan, hak paten, hak merek dan hak cipta, penyiapan akta notaris, surat wasiat, trust dan sebagainya serta kegiatan hukum lainnya" Whatsapp : 081287286164 Kantor : Depok Town Square, Lantai UG, Blok US. 7 No. 9, Jalan Margonda Raya No. 1, Kota Depok

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimanakah Penahanan yang Tidak Sah atau Ilegal Dilakukan oleh Pihak Kepolisian atau Pihak Penyidik Lainnya (KPK, BNN) ?

13 Februari 2016   10:29 Diperbarui: 13 Februari 2016   10:54 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengenai sahnya penahanan yang dilakukan penyidik  harus berdasarkan atas Surat Perintah Penahanan, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :

 

"Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana" 

Dan Tembusan Surat Perintah Penahanan tersebut WAJIB harus diberikan kepada keluarga Tersangka, sesuai diatur dalam Pasal 21 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :

"Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya"


Pihak Keluarga atau suami atau istri dan atau melalui Kuasa yang sah (Advokat) berhak untuk mengajukan permintaan pemeriksaan Praperadilan mengenai sah atau tidaknya penahanan pada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi wilayah kantor polisi tempat Tersangka ditahan, sebagaimana diatur dalam pasal 77 butir (a) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :

"Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang :
a.  sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan" 

Jika dalam Praperadilan diputus penahanan adalah tidak sah atau ilegal, maka paling lama 3 bulan sejak pemberitahuan penetapan pengadilan tersebut, Keluarga atau suami atau istri atau Kuasa yang sah dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi atas penahanan tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 95 Jo pasal 97 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi :

Pasal 95 :(1)  Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. (2)  Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77. (3)  Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.(4)  Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan. (5)  Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.Pasal 97 :(1)  Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.(2)  Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat.(1).(3)  Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun