Mohon tunggu...
Noor Aufa
Noor Aufa Mohon Tunggu... Advokat -

Manusia biasa yang hidup dalam pusaran carut marut penegakan hukum di negeri antah berantah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aku Bangga Jadi Perokok

17 Mei 2014   23:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin sudah begitu banyak jargon dan kampanye yang digembar-gemborkan tentang bahaya merokok bagi kesehatan tubuh manusia. Bahkan kampenye ini pun didukung oleh berbagai kebijakan pemerinatah baik pusat maupun daerah yang menjadikan perokok aktif sebagai "masyarakat kelas dua" di negara bangsa ini.

Adakah yang salah dengan budaya masyarakat perokok aktif sehingga menjadikan mereka sebagai kelompok masyarakat kelas dua?

Bukankah setiap warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam kehidupan sebagai manusia yang bermartabat di atas dunia ini? Bukankah perokok aktif juga manusia yang memiliki hak yang sama dengan yang bukan prokok?

Dulu, kakek nenek dan buyut-buyut ku adalah perokok aktif semua. Dan hampir selama hidupnya kakek nenek ku tidak pernah mengalami sakit yang serius seperti yang dialami masyarakat saat ini. Kalaupun sakit, paling kakek nenek ku hanyalah sakit biasa seperti demam dan flu belaka. Tidak pernah mereka mengalami sakait seperti serangan jantung, stroke, kanker, dan lain penyakit modern yang menyerang sebagian masyarakat kita saat ini.

Jadi, benarkah merokok sebagai pembunuh nomor satu diatas dunia ini?

Pernyataan yang patut dipelajari dan dipahami kembali secara mendalam. Memang, saya tidak memiliki pengetahuan tentang dunia medis dan yang berkaitan dengan kesehatan tubuh manusia.

Tapi, hingga kini aku sendiri masih berkeyakinan, maraknya penyakit-penyakit modern yang dihadapai masyarakat saat ini bukanlah karena menggejalanya budaya merokok pada masyarakat. Lebih dari itu, sejak dalam kandungan, sebagai calon manusia yang dirawat dalam kandungan oleh wanita yang akan kita panggil sebagai Ibu, kita telah "dipaksa" untuk menumpuk bahan-bahan kimia dalam tubuh kita sendiri.

Penumpukan bahan kimia ini sendiri terus kita lakukan hingga saat kita menjalani kehidupan sebagai manusia. Produk-produk yang beredar di pasaran adalah produk yang mencoba memanjakan kita dalam berinteraksi satu sama lain. Produk-produk junk food yang bertebaran dimana-mana yang terus kita konsumsi mulai dari bangun tidur hingga kembali tidur. Seumur hidup produk kimiawi masuk ke dalam tubuh kita, dan apabila sakit pun kita dengan terpaksa harus memasukkan produk-produk kimia ke dalam tubuh kita sendiri. Pelan tapi pasti, kondisi kekebalan tubuh kita sebagai manusia akan hilang dengan sendirinya dan bergantung pada produk-produk kimiawi ini.

Jadi, hancurnya kesehatan masyarakat bukanlah karena budaya merokok masyarakat yang sudah turun temurun hidup di tengah  masyarakat negara bangsa ini. Lebih dari itu, karena kita dipaksa mengkonsumsi produk-produk kimiawi yang setiap hari hadir di depan mata dan menjadi santapan wajib kita.

Tulisan ini hanya sekedar melepaskan lelah dari tumpukan pekerjaan sambil menghisap sebatang rokok kretak dan secangkir kopi hitam yang menemani di sore hari di ruangan kantor LN & Associates Sidoarjo.

Selamat berakhir pekan kawan-kawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun