Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal I Pendiri BASAKRAN dan GINTING MANIK Law Office sejak 1996 I Sentra Advokasi Masyarakat I Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jerat Pidana dalam Hal Kegawatdaruratan Medis

2 November 2020   10:55 Diperbarui: 2 November 2020   11:24 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh karena itu, menurut Penjelasan Umum UURI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif, partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan  dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional.

Merupakan tanggung jawab Pemerintah atas ketersediaan lingkungan yang sehat, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Oleh karenanya Pemerintah mengatur fasilitas pelayanan kesehatan, menurut jenis pelayanannya terdiri atas : pelayanan kesehatan perseorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut dilaksanakan  oleh pihak Pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta, dalam rangka mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat luas.

Dalam beberapa peristiwa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini banyak kasus rumah sakit atau dokter atau dokter gigi atau tenaga medis lainnya menolak pasien yang memerlukan pertolongan disaat gawat darurat kondisi kesehatan dan memerlukan pertolongan pertama, atau dalam kondisi bencana bahkan sampai terjadi kematian menjemput pasien yang ditolak saat memerlukan pertolongan medis dalam kondisi gawat darurat.

Bahkan dalam banyak kasus rumah sakit atau dokter menolak pasien dengan dasar harus dipenuhi dulu biayanya atau uang muka biayanya. Padahal itu merupakan kewajiban dari fasilitas kesehatan dan tenaga medis untuk memberikan pelayanan gawat darurat dan dalam keadaan bencana tanpa memintakan imbalan terlebih dahulu. Menurut hukum hal ini adalah merupakan tindak pidana kesehatan atau tindak pidana medik.  Pasien punya hak untuk mengadukannya sebagai tindak pidana kepada penyidik Polri.

Saat pandemi COVID-19 ini masih saja berlangsung beberapa kasus pasien yang ditolak rumah sakit dengan alasan antara lain dikhawatirkan merupakan pasien COVID-19 yang bias menularkan pasien lainnya dan tenaga medis lainnya.

Hak Pasien Untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Gawat Darurat dan Bencana.

Merupakan hak pasien untuk mendapatkan pertolongan pertama yang mengancam jiwanya dan dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwanya serta dalam kondisi bencana oleh tenaga medis dan fasilitas kesehatan, baik itu milik pemerintah maupun milik swasta.

Bahkan hak pasien ini merupakan hak asasi manusia, karena melekat hak hidup dan hak untuk melangsungkan kehidupannya pada lingkungan yang sehat secara fisik, mental, spiritual maupun sosial.

Menurut penulis, pasien itu identik dengan konsumen yang dilindungi oleh undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Disamping merupakan hak pasien, disisi lain merupakan kewajiban rumah sakit, dokter atau dokter gigi, dan tenaga medis lainnya untuk memenuhi hak pasien dalam kondisi gawat darurat dan memerlukan pertolongan pertama untuk menyelematkan jiwa pasien yang bersangkutan.  

Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelematan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah ,aupum swasta diarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka (Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UURI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).

Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan pada bencana bagi penyelematan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana  dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka terlebih dahulu (Pasal 85 ayat (1) dan ayat (2) UURI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).

Menurut Pasal 51 huruf d UURI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,  Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : "melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.

Sedang menurut Pasal 29 huruf c UURI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, terdapat norma hukum yang mengatur bahwa : "Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : "memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanan".

Dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) UURI No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan diatur norma hukum sebagai berikut : "Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam keadaan darurat dan/atau pada bencana untuk penyelematan nyawa dan pencegahan kecacatan. Tenaga Kesehatan dilarang menolak Penerima Pelayanan Kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu."

Ketentuan Pidana Kegawatdaruratan Bagi Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis.

1. Ketentuan Pidana Dalam UU Kesehatan :

Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Namun dalam hal perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (Lihat Pasal 190 ayat (1) dan ayat (2) UURI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan).

Ketentuan dalam UU Kesehatan ini merupakan Kejahatan.

2.    Ketentuan Pidana Dalam UU Praktik Kedokteran.

Di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang : dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. (Lihat Pasal 79 huruf c UURI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran).

Yang sangat disayangkan ketetentuan pidana dalam Pasal 79 huruf c UURI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, menurut penulis bukanlah merupakan Kejahatan, melainkan hanya Pelanggaran atau Tindak Pidana Ringan.

3.    Ketentuan Pidana Dalam UU Rumah Sakit :

Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban : "memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanan".

Kewajiban Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan gawat darurat tidak diimbangi dengan sanksi pidana baik penjara, kurungan, dan/atau denda serta sanksi administratif.

4.   Ketentuan Pidana Dalam UU Tenaga Kesehatan :

Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam keadaan darurat dan/atau pada bencana untuk penyelematan nyawa dan pencegahan kecacatan. Tenaga Kesehatan dilarang menolak Penerima Pelayanan Kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu.

Dalam UU Tenaga Kesehatan, kewajiban Tenaga Kesehatan untuk memberikan pelayanan pertolongan pertama dalam kondisi gawat darurat dan/atau bencana tidak diimbangi dengan sanksi pidana, baik penjara, kurungan dan/atau denda serta sanksi administratif.

5.     Ketentuan Pidana Dalam KUHP :

 Selain ketentuan pidana yang bersifat khusus, sebenarnya instrument ketentuan pidana dalam KUHP, yakni antara lain :

Pasal 304 KUHP : "Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang ia wajib memberi kehidupan,          perawatan atau pemeliharaan pada ornag itu karena hukum yang berlaku atasnya atau karena menurut perjanjian, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4500,-"

Pasal 359 KUHP : "Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun."

Pasal 360 KUHP : (1) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun

(2) Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan atau hukuman denda setingginya Rp. 4500,-. .

Sebagai penutup, semoga tulisan ini bermanfaat dan menambah kesadaran pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan serta tentunya dapat menimbulkan efek jera (deterrent effect) bagi para pelaku tindak pidana kegawatdaruratan medis ini agar bekerja lebih professional dan tentunya memenuhi hak-hak pasien di masa kini maupun masa yang akan datang.

FARID MU'ADZ BASAKRAN

Advokat dan Konsultan Hukum

Direktur Eksekutif SEKAT (Sentra Advokasi Masyarakat)

sekat2020@gmail.com

  

REFERENSI

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea, Bogor, 1994.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun