Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal Pendiri BASAKRAN & GINTING MANIK Law Office sejak 1996 Gd. Menara 165 Lt. 17 Unit A, Jl. TB Simatupang Kav. 1, Jakarta 12560 Telp/Fax. 021-38820017; 38820031 Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Angka Kekerasan Seksual terhadap Anak Tinggi di Kabupaten Bogor?

15 Maret 2017   18:08 Diperbarui: 16 Maret 2017   14:00 873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat kasus pembunuhan dan perkosaan terhadap balita LN (2 tahun 4 bulan) di Desa Girimulya Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor pada Mei tahun 2016 yang lalu ? Korban balita LN menjadi korban 2 (dua) tindak pidana  sekaligus yakni tindak pembunuhan terhadap anak dan perkosaan terhadap anak. Aksi biadab tersebut, terjadi pada Minggu 8 Mei 2016sekitar pukul 09.00 WIB. Pelakunya adalah Budiansyah (26 tahun) yang tidak lain adalah tetangga korban.  

Saat itu, korban tengah bermain bersama keponakan tersangka di rumah tersangka. Keponakan tersangka dan korban seusia. Saat itu, mereka tengah menontontelevisi. Lalu tersangka mengajak korban ke dalam kamarnya.Setelah masuk dalam kamar, tersangka mencoba membujuk korban agar bisamembelainya. 

Namun, korban menolak. Diduga pelaku kesal sehingga korbandibunuh. Mengetahui korban tidak bergerak, pelaku panik. Setelah bersih-bersih, pelakumenyembunyikan korban di dalam lemari. Besoknya, Senin 9 Mei 2016 sekitar pukul18.00 WIB, pelaku membuang tubuh korban di kebun tidak jauh dari rumahnya.

Pada Januari 2017 ini, penulis dan INSAN KARIM CENTER Sentra Konseling dan Bantuan Hukum untuk Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, mendapatkan lagi seorang korban kekerasan seksual atau perkosaan anak yakni SR yang baru berusia 13 tahun ketika meminta bantuan penulis. SR menjadi korban kekerasan seksual oleh suami dari bibinya di wilayah Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. 

SR menjadi korban kekerasan seksual sejak duduk di kelas 5 SD atau satu setengah tahun sebelum aksi bejat pelaku DR diketahui. SR sendiri merupakan anak korban broken marriage orang tuanya. Sehingga sejak kecil SR sudah tinggal di rumah neneknya bersama bibi dan suaminya yang menjadi pelaku aksi bejat tersebut.  

Sejak duduk di kelas 5 SD tersebut sudah sekitar 15 kali pelaku melakukan aksi bejatnya dan dilakukan ketika neneknya pergi ke sawah dan bibinya keluar rumah untuk sekedar menjual pulsa kepada tetangga, selain mengalami kekerasan seksual, korban juga mengalami kekerasan fisik berupa penyiksaan dan kekerasan psikis berupa ditakut-takuti korbannnya apabila melaporkan kepada lingkungan sekeliling.  

Banyak temuan penulis selama tahun 2016 di wilayah Kabupaten Bogor menyangkut kejahatan seksual terhadap anak antara lain kasus kejahatan seksual terhadap siswi SD di Kecamatan Cisarua, kejahatan seksual terhadap anak perempuan kembar dan kejahatan seksual paman terhadap keponakannya di Kecamatan Tamansari, dan masih banyak lagi kasus-kasus lain yang terungkap yang sudah dilaporkan dan enggan dilaporkan oleh korban dan/atau orang tuanya kepada pihak Polri setempat. Penulis belum mendapatkan angka yang pasti mengenai angka kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Bogor hingga diturunkannya tulisan ini. 

***********

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebut Kabupaten Bogor sebagai wilayah yang termasuk zona merah kasus kekerasan terhadap anak. Kabupaten Bogor masuk kategori darurat kekerasan anak.

"Catatan Komnas PA pada 2016 terjadi 625 kasus dan dalam skala nasional paling dominan kasus kekerasan anak terjadi diwilayah Jabodetabek. Trennya selalu naik. Bogor memasuki zona merah bersama DKI Jakarta dan Bekasi," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dalamkunjungannya ke Mapolres Bogor, Selasa (7/3/2017) kemarin.

Arist menyebut, kasus kekerasan yang dialami oleh bocah perempuan berinisial K (4), warga Cikeas, Gunung Putri, KabupatenBogor, merupakan salah satu bukti bahwa kekerasan terhadap anak di wilayahKabupaten Bogor masih tinggi. Karena dua bulan sebelumnya, kata Arist, kasus kekerasan terhadap anak kandung yang berujung kematian juga dilakukan oleh pasangan suami-istri di Gunung Putri.

"Beberapa waktu lalu juga kita dengarterjadi di lokasi yang sama di Gunung Putri, kemudian di Citereup, lalu diSentul dan lain-lainnya. Jadi (Kabupaten) Bogor ini selain kekerasan seksual,kekerasan fisiknya juga tinggi," terang Arist Merdeka Sirait usaimengunjungi Tersangka JJ yang telah menganiaya anak tirinya hingga tewas.

"Kasus-kasus kejahatan itu dilakukan olehorang terdekat, seperti di Gunung Putri ini misalnya. Jadi itu parameterpertama sebenarnya mengapa Bogor itu masuk garis merah kasus kekerasan terhadapanak, dan itu bisa dilihat dari data di Polres Bogor di mana banyak korbannya adalahanak-anak dan banyak juga pelakunya adalah anak-anak," imbuh Arist.

Arist berharap, Pemerintah Kabupaten Bogor dapat berperan aktif secara kongkrit untuk melakukan gerakan-gerakan untuk mencegah terjadinya kekerasan anak di wilayah Kabupaten Bogor. 

"Yang ingin saya sampaikan ke Bupati Bogor adalah bahwa bagaimana sekarang ini harus dibangun gerakan-gerakan perlindungananak yang dimulai dari kampung-kampung, karena Gunung Putri ini kan kampung.Jadi gerakan kekerabatan yang mulai hilang ini kita bangun kembali, itu kalaubicara bagaimana kita memutus mata rantai kasus kekerasan terhadap anak yangterjadi di wilayah Kabupaten Bogor ini," kata Arist. 

"Karena apa, karena seperti yang terjadi kemarin itu (kasus kekerasan terhadap K), tetangga itu tidak tahu, tidak peduli apa yang terjadi pada korban di dalam rumah, seharusnya ada pencegahan, salingmengingatkan," imbuhnya.

Sementara itu, berdasarkan data di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kabupaten Bogor disebutkan adasekitar 139 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di wilayah Kabupaten Bogor.Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2015 sebanyak 84 laporan dan 61 laporan sepanjang tahun 2014.

Seperti diketahui, Ketua Komnas PA melakukankunjungan ke Polres Bogor untuk mengkonfirmasi langsung kepada JJ, tersangkakasus penganiayaan terhadap K Isabel Putri, yang merupakan anak tirinyasendiri. Kekerasan tersebut menjadi penyebab kematian K. Bocah berusia 4 tahuntersebut meninggal dengan tubuh penuh luka. 

Data yang dilansir oleh Komnas Perlindungan Anak dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Bogor tersebut baru menunjukkan angka kasus kekerasan terhadap anak secara umum, belum termasuk data dan angka yang pasti mengenai angka kekerasan seksual terhadap anak. Kalaupun ada data resmi kejahatan seksual terhadap anak, hal itu belum menggambarkan kondisi faktual mengenai kekerasan seksual terhadap anak yang sesungguhnya. 

***************

Penulis melihat bahwa trend meningkatnya kejahatan seksual terhadap anak bisa dilihat dari berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Antara lain faktor sosio kultural, faktor ekonomi dan  faktor perilaku aparat.

Faktor sosio kultural adalah adanya anggapan mayoritas masyarakat bahwa menjadi korban kejahatan seksual adalah aib bagi keluarga dan masyarakat sekitar. Aib ini harus disembunyikan rapat-rapat. Ketika sudah melaporkan pun, banyak kasus korban dan keluarganya dikucilkan karena dianggap "jahat" sudah melaporkannya kepada pihak kepolisian setempat. 

Selain itu Kabupaten Bogor dibanyak wilayahnya masih termasuk wilayah miskin, sehingga mandi pun harus ke pancuran air atau ke sungai untuk mandi cuci dan kakus yang terbuka bagi semua kalangan dan semua umur. Bagi masyarakat seperti ini mandi bersama di sungai atau pancuran air adalah hal yang biasa. Penulis pernah mendapatkan beberapa kasus anak-anak menjadi korban kekerasan seksual ketika berada di pancuran air dan sungai yang terbuka untuk dipandang semua mata tersebut.

Selain itu ada faktor ekonomi yang menghalangi untuk mengungkap kejahatan seksual terhadap anak. Wilayah Kabupaten Bogor sangat luas sekali, dan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak hanya ada di Polres Bogor yang letaknya di Cibinong. Bisa dibayangkan, apabila ada korban yang berasal dari Kecataman Jasinga atau Kecamatan Parungpanjang yang cukup jauh menjangkau Polres Bogor yang ada di Cibinong hanya sekedar untuk melaporkan adanya tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak. 

Berapa biaya secara ekonomi transportasi yang harus dikeluarkan untuk melaporkannya ke Polres Bogor. Ditambah lagi harus mengantarkan korban ke Rumah Sakit terdekat untuk pemeriksaan secara medis dan untuk pembuatan visum et repertum. Faktor ekonomi saja cukup membuat pening tujuh keliling dan banyak pertimbangan untuk melaporkan kekerasan seksual terhadap anak ini.

Yang tak kalah pentingnya adlah adalah faktor perilaku aparat terutama aparat penegak hukum Polri yang kadang enggan menerima laporan adanya kejahatan seksual terhadap anak ini. Korban dan keluarganya dalam banyak kasus sering di ping pong ketika datang ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK) yang ada di kantor Polisi setempat. Dalam kasus korban SR  (13 tahun) tersebut, ayah korban dan paman korban sempat ditolak ketika melaporkan hal tersebut ke Polsek Tamansari tanpa memberikan solusi dan tanpa melakukan tindakan polisional pendahuluan yang darurat. Banyak juga korban yang terpaksa harus pulang lagi karena ditolak untuk melaporkannya adanya kejahatan seksual terhadap anak tersebut. 

Belum lagi mental aparat di Desa dan Kecamatan yang belum tanggap terhadap maraknya kejahatan seksual terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Bogor. Bahkan di tingkat Ketua RT dan Ketua RW pun banyak ditemukan kasus kurang peka dan kurang tanggapnya mereka ketika berhadapan dengan korban kejahatan seksual terhadap anak ini.  Mereka baru tanggap ketika atasannya dilayangkan surat protes, baru kemudian turun ke lapangan dan peduli.

Sekali lagi ini adalah kasus-kasus yang muncul dipermukaan, belum yang ada dibawah tanah yang tidak terlihat. Ibarat fenomena gunung es, yang terlihat yang dipermukaan sementara yang tak terlihat lebih besar dari pada yang terlihat dan muncul dipermukaan. Semoga hal ini menjadi perhatian bagi Bupati Bogor, Polres Bogor, Kejaksaan Negeri Cibinong dan Pengadilan Negeri Cibinong.

Sumber tulisan : dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun