Catatan kedua adalah sebuah peraturan perundangan jauh dibawah undang-undang semacam Perma No. 4 tahun 2016 ini telah menabrak dan bahkan menganulir sebuah asas hukum yang terdapat suatu undang-undang dan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Bila memang benar Perma No. 4 tahun 2016 ini diberlakukan dan mengikat secara hukum maka akan menabrak hak konstitusional warga negara sebagai dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang selengkapnya adalah sebagai berikut :
“(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”
Selain akan menabrak dan menganulir Asas Pengadilan Yang Tidak Boleh Menolak Perkara Dengan Alasan Tidak Ada Dasar Hukumnya yang bersandar pada ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang sudah penulis kutip di awal tulisan ini.
Berdasarkan berita yang beredar di media, bahwa dengan terbitnya Perma No. 4 tahun 2016 ini seolah-oleh menyalahkan para pencari keadilan yang dirugikan yang sering mengajukan banding, kasasi, dan peninjauan kembali sehingga akibat bertumpuknya perkara praperadilan di Mahkamah Agung RI. Padahal yang seharusnya disalahkan adalah perilaku Penyidik dan Penuntut Umum yang sering kali tidak profesional dalam menangani suatu perkara pidana yang diadukan oleh masyarakat.
Yang terakhir adalah bila Perma No. 4 tahun 2016 diberlakukan adalah justru akan bertumpuknya perkara praperadilan di tingkat pengadilan negeri, karena adanya halangan untuk mengajukan upaya banding, upaya kasasi dan upaya peninjauan kembali atas suatu putusan perkara praperadilan, karena solusi satu-satunya untuk tidak menghambat memohon praperadilan adalah dengan jalan mengajukan praperadilan lebih dari satu kali.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H