Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal I Pendiri BASAKRAN dan GINTING MANIK Law Office sejak 1996 I Sentra Advokasi Masyarakat I Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tetanggaku Yang Dermawan (1)

3 Juni 2013   08:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:37 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang ada sekitar 3 bulan belakangan, si suami jarang pulang ke rumah. Ternyata jarang pulang si suami ini karena si suami berpoligami dengan janda asal Bogor.  Merasa disakiti batinnya, kadar gula si istri melonjak tajam dan membuat stress si istri.

Persoalan rumah tangga ini membuat si suami dipecat dari pekerjaannya mengelola cabang panti asuhan. Sementara sang istri harus bergulat dengan diabetes sekaratnya. Putranya yang besar yang kuliah pun jadi terbengkalai akibat broken marriage orang tuanya dan meninggal ibunya, sementara yang kecil pun dirawat di panti asuhan tempat orang tuanya dulu bekerja. Putranya yang besar bahkan sempat sering kulihat menjadi pengamen di angkot sekitar Bogor. Si suami malah berjualan kedondong di Pasar Bogor.

Para tetangga lalu teringat, sewaktu rumah tangga mereka normal, ketika pulang pasangan suami-istri ini selalu bawa sirup, biskuit kaleng, dan berbagai keperluannya ke rumah seakan tanpa batas. Mungkinkah sirup dan gula itu yang akhirnya bersarang di tubuhnya. Dan ternyata mereka dipecat dari panti asuhan, karena sering membawa hak-hak anak yatim piatu dan salah mengelola sumbangan-sumbangan dari masyarakat, yang harusnya masuk ke kas panti, justeru masuk ke kantong suami isteri itu.

Aku teringat ketika Idul Adha yang jatuh pada Desember 2004 atau sekitar peristiwa tsunami itu, pasangan ini meminta bantuan kepadaku untuk menyembelih hewan qurban di rumahnya tersebut. Ketika itu aku baru saja aqiqah putra pertamaku, jadi tidak memotong hewan qurban saat itu. Dengan baik sangka, aku sembelih lah seekor domba sedang di depan rumah dengan bacaan Bismillah-Allahu Akbar. Setelah menyembelih aku tinggalkan sembelihan itu diurus oleh tuan rumah, aku berkunjung ke kerabat di Jakarta dan menginap disana.

Kebetulan, keesokan harinya ada acara khitanan putra kedua dari pasangan suami istri tersebut. Ketika keesokan harinya aku kembali dan menanyakan kepada tetangga yang dhuafa dan kebetulan membantu di rumah kami, "apakah kemarin diberikan daging qurban oleh tetangga depan?", dijawab oleh si teteh itu, "tidak". Ternyata daging qurban itu tidak dibagikan kepada tetangga, melainkan disajikan sebagai hidangan pesta khitanan putranya tersebut.

Gelagat yang kurang baik, memang sering terlintas dalam fikiran kami sebagai tetangganya. Apakah wajar, seorang dengan penghasilan sewajarnya adalah sederhana koq hidup "semewah" itu dilingkungan kampung. Dan seringkali kami melihat ditengah malam buta atau dinihari, si suami menyapu lantai beranda rumahnya tanpa baju, padahal cukup dingin cuaca dilingkungan kami di Bogor. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun