Dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan di tengah pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk, KAI Commuter terus berinovasi dalam menjaga lingkungan sesuai dengan program strategis perusahaan “Green Commuter” yang mengusung konsep berkelanjutan di seluruh area operasional KAI Commuter.
Dalam rangka mendukung langkah tersebut, KAI Commuter mengadakan Acara “Opening Ceremony Green Commuter: Pembuatan Lubang Resapan Biopori dan Penanaman Pohon Bambu” yang digelar pada Kamis, 12 September 2024 di Stasiun Rawa Buaya. Acara dilakukan secara offline ini bertujuan untuk mengatasi masalah banjir sekaligus memperkuat sistem hidrologis tanah dan air, guna mencegah kekeringan.
Dalam sambutannya Leza Arlan selaku Manager PR KCI mengatakan bahwa, acara ini dilaksanakan untuk mengantisipasi luapan air yang kerap mengganggu operasional dan pelayanan Commuter Line. Karenanya, KAI Commuter berkomitmen untuk melakukan kegiatan pemasangan lubang resapan biopori dan penanaman pohon bambu di area kerja. Leza berharap, program ini menjadi salah satu bentuk kontribusi nyata KAI Commuter dalam menjaga bumi.
“Pohon Bambu dipilih karena bambu merupakan penyerap dan penyimpan air terbaik, dengan kemampuan menyimpan air tanah hingga 240% lebih baik dibandingkan tanaman pinus. KAI Commuter mempersembahkan upaya berkelanjutan ini melalui pemasangan 900 lubang resapan biopori dan penanaman 700 pohon bambu dengan total seluruhnya 1600,” ujarnya.
Beberapa narasumber yang hadir antara lain, Broer Rizal selaku Direktur Operasi dan Pemasaran PT KCI, Cynthia S Lestari selaku Sustainability Learner , dan Kevin Legion selaku Ketua Komunitas Game Changer.
Acara ini juga dihadiri oleh tokoh penting lainnya yakni Sandra Pridaswara selaku Plt. Vice President of Corporate Social Responsibility PT KAI, serta tamu undangan lainnya dari berbagai institusi dan komunitas.
Broer menjelaskan bahwa dalam rangka menyambut ulang tahun KAI yang ke-16 pada 15 September 2024, program Green Commuter diharapkan dapat membantu dalam mengendalikan banjir serta menjadi resapan air yang baik khususnya di lingkungan Stasiun Rawa Buaya dan di beberapa titik lainnya.
“Selain di Rawa Buaya, adapun beberapa stasiun yang rawan banjir seperti di Stasiun Kampung Bandan, Stasiun Tebet, dan Depo Bukit Duri. Penyebaran lubang resapan biopori dan penanaman bambu ini akan disebar di beberapa wilayah seperti JABODETABEK, Wilayah Dua Bandung, Wilayah Enam Yogyakarta, dan Delapan Surabaya. Mayoritas ini akan dilakukan di wilayah JABODETABEK, namun di Stasiun Rawa Buaya sendiri akan disebar kurang lebih sebanyak 150-200 lubang biopori,” jelasnya.
Menurut Broer, inisiatif ini diharapkan dapat menghilangkan genangan air yang kerap terjadi sebelumnya. Selain itu, pohon-pohon bambu yang ditanam dengan tinggi 2-3 meter akan memberikan manfaat lingkungan yang nyata, menjadikan area sekitar lebih rindang dan hijau. Upaya ini bukan hanya sekadar penghijauan, tetapi juga solusi efektif dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan memberikan lingkungan yang lebih baik bagi masyarakat sekitar.
Cynthia mengatakan bahwa saat ini semakin banyak generasi muda yang berperan aktif dalam mengembangkan aksi-aksi kecil untuk mendukung keberlanjutan. Salah satu contoh nyata adalah upaya pengurangan sampah dengan membawa alat makan atau wadah sendiri saat berbelanja, serta memilih menggunakan transportasi umum untuk mengurangi polusi. Inisiatif-inisiatif sederhana ini menjadi langkah konkret yang dapat dilakukan oleh kaum muda dalam mendukung gerakan ramah lingkungan dan berkontribusi pada keberlanjutan masa depan.
“Masyarakat urban dapat berkontribusi dalam upaya mengurangi banjir dan polusi dengan langkah-langkah sederhana, seperti membiasakan diri menggunakan transportasi umum, menghemat energi, serta memanfaatkan lahan hijau untuk pembuatan biopori atau sumur resapan. Langkah-langkah dasar ini merupakan tindakan nyata yang dapat dimulai dari diri sendiri untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ungkap Chyntia.
Di akhir sesi acara, Kevin menyampaikan bahwa program ini memberikan dampak positif yang nyata, dan penerapan konsep keberlanjutan harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan sekedar jargon. Pembuatan lubang biopori merupakan langkah konkret yang efektif, dan diharapkan tidak hanya dilakukan di Stasiun Rawa Buaya saja, tetapi juga dapat diimplementasikan di lingkungan rumah masing-masing, sebagai upaya bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Lubang biopori tidak hanya berfungsi sebagai resapan air, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk mengolah sampah makanan, sehingga membantu mengatasi masalah sampah organik sejak di tingkat rumah tangga tanpa perlu sampai ke TPS. Sampah organik yang dikelola melalui biopori dapat diubah menjadi kompos, yang secara efektif mengembalikan unsur hara ke dalam tanah, sehingga mendukung kesuburan dan kesehatan ekosistem tanah secara berkelanjutan,” jelas Kevin.
Selain pemberian materi oleh narasumber, acara ditutup dengan simbolis pembuatan lubang biopori dan penanaman pohon bambu di sekitar area Stasiun Rawa Buaya. (LKE)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H