"Saya sangat bangga dan senang menerima penghargaan ini, begitu juga melihat plakat penghargaan yang menyerupai buku ini. Kalian tidak melupakan buku. Saya harus terbiasa meletakkan plakat penghargaan ini di perpustakaan saya," ujar Toeti Heraty.
Saat menerima penghargaan ini, Toeti Heraty juga berkisah mengenai pertemuan pertamanya dengan Janet DeNeefe sebelum adanya UWRF, momen di mana ia memberikan sambutan dalam pembukaan UWRF pertama tahun 2004, serta saat ia meluncurkan buku-bukunya termasuk salah satunya yang berjudul Calon Arang di Festival tersebut.
Festival juga menyambut penulis yang dikenal dengan tulisan-tulisannya yang berani Lailatul Fitriyah, penulis asal Bali yang kerap menulis tentang budaya patriarki Oka Rusmini, penulis perjalanan Agustinus Wibowo, penulis novel peraih penghargaan Ahmad Fuadi, penulis sekaligus pegiat pangan Dicky Senda, dan ilustrator profesional dari Bali Monez.
Pembicara internasional termasuk musisi, komposer, produser pemenang Academy Awards David Byrne, penulis buku terlaris Crazy Rich Asians Kevin Kwan, nominasi Booker Prize Avni Doshi, chef internasional dan pionir penangkapan ikan yang berkelanjutan Bart van Olphen, peneliti Australia pemenang penghargaan Sophie McNeill, dan penulis Haiti-Amerika Edwidge Danticat.
Mereka bergabung dengan peraih Nobel Perdamaian dan mantan presiden Timor Timur Jose Ramos Horta, penulis dan jurnalis makanan peraih penghargaan James Oseland, penulis buku Man of Contradictions: Joko Widodo and the Struggle to Remake Indonesia Ben Bland, figur terkemuka dalam sastra dan sinema Israel Etgar Keret, dan konsultan untuk Girls Opportunity Alliance and Leaders: Asia Pasific Program di Obama Foundation Maya Soetoro-Ng.
Melalui sesi berbasis donasi, lebih dari 60 Main Program berupa diskusi panel dan wawancara mendalam, penonton diajak belajar bagaimana kreativitas, tradisi, budaya, dan seni merupakan hal krusial dalam menghadapi tantangan global.Â
Sesi seperti A Creative Response dan Writing in Time of Crisis menjabarkan dampak sosial dalam industri kreatif selama masa pandemi.
Sesi lainnya yang tidak termasuk Main Program juga menjanjikan inspirasi bagi penonton. Dalam pemutaran film Our Mother's Land, jurnalis Febriana Firdaus melakukan perjalanan untuk menemui para wanita yang bangkit memimpin gerakan sosial melawan kekerasan, hukuman penjara, dan penghakiman dari masyarakat konservatif saat mereka menuntut hak mereka.Â
Sementara peluncuran buku The Sea Speaks His Name karya Leila S. Chudori berbagi kisah yang menggugah tentang periode penting dalam sejarah Indonesia. Seorang seniman sekaligus antropolog dari Ubud, Dewa Ayu Eka Putri, juga menghadirkan sebuah pertunjukan sebagai penghormatan bagi penyair dan penulis legendaris, almarhum Sapardi Djoko Damono.
Yayasan Mudra Swari Saraswati juga memproduksi seri film dokumenter pertamanya tahun ini, Stories from the Field, dengan lima film pendek yang membagikan dan menyoroti kemampuan beradaptasi masyarakat Bali selama pandemi. Bersama videografer Wayan Martino, seri film ini menunjukan sisi lain Bali, tidak hanya pantai dan hamparan sawahnya.Â